Jakarta -
Nirasha Darusman pernah mengalami duka mendalam ketika kehilangan empat anggota keluarganya secara beruntun dalam kurun waktu tujuh tahun. Lantaran tidak sempat memproses kedukaannya dengan baik, kesehatan mental Nira pun perlahan menurun seiring waktu.
"(Tahun) 2007 sampai 2014 itu waktu itu kita belum terlalu terbuka untuk ngomongin soal kesehatan mental. Sampai 2017 aku pergi ke psikolog dan didiagnosa depresi ringan. Punya kecemasan atau anxiety sama PTSD (post-traumatic stress disorder) sama juga Prolonged Grief Disorder," jelas Nira dalam program Sosok detikcom (28/4/2025).
Terapi bersama psikolog menyadarkan Nira bahwa ada banyak kedukaan dalam dirinya yang belum terproses dengan baik. Ia pun mulai memahami bahwa duka adalah proses panjang, yang tidak bisa diabaikan dan tidak akan hilang begitu saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyadari bahwa ia membutuhkan dukungan dari sesama penyintas duka, Nira mencari support group khusus untuk orang-orang yang berduka di Indonesia. Namun, pencarian itu tak membuahkan hasil. Sejak saat itu, ia bertekad untuk suatu hari mendirikan ruang aman bagi mereka yang mengalami hal serupa.
Beberapa tahun kemudian, pandemi COVID-19 melanda dan meninggalkan duka pada banyak orang. Situasi itu mendorong Nira untuk mewujudkan niatnya lebih cepat. Pada tahun 2020, Grief Talk resmi berdiri.
Dalam lima tahun perjalanannya, Grief Talk telah mengadakan ratusan pertemuan, baik secara daring maupun luring. Tajuk "Let's Talk Grief" dipilih untuk mencerminkan ruang berbagi yang hangat dan inklusif. Selain itu, Grief Talk juga rutin menghadirkan psikolog dan psikiater dalam sesi bincang-bincang bertajuk "Let's Ask Grief." Pada 2024, inisiatif ini berkembang menjadi festival kedukaan pertama di Indonesia: Grief Fest.
Dalam mengelola Grief Talk, Nira selalu mengedepankan pentingnya validasi atas perasaan yang muncul. Ia percaya bahwa duka tidak perlu dipaksa pergi, cukup dirasakan, diakui, dan perlahan-lahan dinavigasi.
"Sebenarnya yang kami butuhkan buat orang yang berduka tuh cuma divalidasi aja kok perasaannya. Jadi kita nggak bisa langsung, (orang) meninggal terus kita tiba-tiba langsung oke, ikhlas gitu. Ketika kita memvalidasi perasaan, justru proses menuju hasil yang kita inginkan tadi itu lebih cepat daripada kita langsung lompat ke sana," terang Nira.
Pemaparan Nira senada dengan kesan Trie Damayanti, salah satu peserta Grief Talk yang kehilangan anak semata wayangnya pada dua tahun silam. Trie mengaku, meski jalan untuk berdamai dengan duka masih panjang, berduka tanpa penghakiman membuatnya bisa menghadapi dukanya dengan lebih baik.
"Setiap 9 November, pasti teringat. Kalau dulu, ya udah, sejadi-jadinya. Lagi ngobrol sama orang, nangis. Kalau sekarang aku kasih waktu (untuk) sedih. Jadi tanggal 9, satu jam nangis deh. Jadi nanti jangan di depan orang, lagi ketemu orang tiba-tiba nangis. Jadi aku coba mengendalikan keadaan. Bukannya nggak berat, berat masih gitu. Tapi kayak sekarang lebih bisa, lebih bisa mengendalikan lah," jelas Trie.
"Nggak diajarin di Grief Talk, kalau misalnya dibilang diajarin itu nggak. Tapi belajar dengan sendirinya sih. Setiap pertemuan Grief Talk ini pasti ada yang bisa aku ambil," lanjutnya.
Kesan peserta-peserta seperti Trie, membuat Nira ingin terus mengelola Grief Talk dengan lebih baik. Tak hanya bersyukur membantu para peserta, Nira sendiri merasa terbantu menjalani kedukaannya karena keberadaan support group yang ia dirikan. Bagi Nira, menjalankan Grief Talk adalah panggilan hidup.
"Visinya ke depannya adalah kedukaan itu dilihat normal biasa aja gitu. Bukan sesuatu yang harus dihindari atau tabu untuk dibicarakan. Buat aku sih, duka itu sama dengan cinta. Terus harus diapain? Ya nggak diapa-apain. Kalau cinta gimana? Ya, we keep loving. Makanya duka akhirnya selamanya. Karena kan, kalau menurut aku duka adalah cinta, terus apakah kita bisa menghilangkan rasa cinta itu? Nggak bisa kan? Ya udah, cuma bisa kita peluk," ujar Nira.
"Jadi menurut aku, duka dan cinta itu patut kita perlakukan sama. Karena sebenarnya kita tidak mungkin akan berduka sedalam itu kalau kita juga nggak punya cinta sedalam itu," lanjutnya.
(nel/ppy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini