Jakarta -
Pada 2025, Kemendikdasmen Profesor Abdul Mu'ti merencanakan untuk mengembalikan IPA, IPS, dan Bahasa ke Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebelumnya di bawah Kementerian Nadim Makarim program jurusan IPA, IPS, dan Bahasa dihapuskan. Menurut Anindito Aditomo, Kepala BSKAP Kemendikbud Ristek, penghapusan penjurusan dilakukan untuk mencegah ketidaksamaan sosial di sekolah.
Alasan tersebut diambil banyak orangtua menyarankan anaknya masuk IPA agar memiliki lebih banyak pilihan program studi saat masuk perguruan tinggi. Kurikulum Merdeka Belajar menggantikan penjurusan dengan sistem pemilihan mata pelajaran yang didasarkan pada minat dan bakat siswa. Peserta didik di kelas 11 dan 12 dapat memilih mata pelajaran apa pun yang mereka inginkan untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja, tanpa terikat dengan jurusan tertentu.
Tetapi bukan berarti kebijakan Nadim Makarim saat itu tanpa kelemahan; kebijakan Kurikulum Merdeka tersebut belum bisa diimplementasikan dengan matang dan menyeluruh karena dinilai memberatkan guru serta membingungkan orangtua yang masih awam terhadap perubahan kurikulum pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua kegagalan yang disebutkan di atas tidak berasal dari penghapusan jurusan di SMA. Malahan, memberikan siswa kebebasan untuk memilih mata pelajaran akan menimbulkan masalah baru jika Kemendikbud tidak menyelesaikan masalah dasar, kerentanan untuk memilih mata pelajaran yang salah dapat terjadi.
Jika kita bertanya kepada peserta didik kelas 10 tentang cita-cita mereka, hanya berapa persen yang dapat menjawab dengan pasti akan mengatakan bahwa mereka masih dalam kondisi yang tidak stabil. Ini berarti bahwa peserta didik sangat mungkin akan mempertimbangkan kembali untuk mengubah tujuannya, termasuk mendaftar di jurusan tertentu di perguruan tinggi tertentu, seiring berjalannya waktu.
Selanjutnya, kebijakan jam mengajar guru tetap mewajibkan minimal dua puluh empat jam pelajaran, beberapa daerah bahkan mewajibkan tiga puluh empat jam. Akibatnya, akan sulit bagi guru di tingkat satuan pendidikan untuk mengarahkan siswanya untuk memilih mata pelajaran tertentu untuk menyinkronkan kebutuhan jam mengajar dengan jumlah guru mapel yang ada di sekolah.
Dari beberapa kelemahan kurikulum Merdeka Belajar tersebut bisa menjadi alasan kenapa kurikulum sebelumnya perlu diperbaiki dan disempurnakan oleh Kemendikdasmen era sekarang. Salah satu keuntungan dari kurikulum pengembalian penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa adalah bahwa sistem penjurusan saat ini tampak lebih tegas dalam proses pembelajaran antara IPA, IPS, dan Bahasa, sehingga tidak ada tumpang tindih.
Contohnya, siswa yang akan melanjutkan studi teknik, misalnya, akan memprioritaskan mata pelajaran Fisika dan Matematika; siswa yang melanjutkan studi farmasi atau kedokteran, misalnya, akan memprioritaskan mata pelajaran Biologi dan Kimia, dan seterusnya.
Setelah itu, akan menjadi lebih mudah bagi siswa untuk memilih bakat sehingga belajar mereka dapat difokuskan lebih sesuai dengan minat mereka. Siswa SMA yang ingin kuliah di bidang sains dan teknologi tentu akan memilih jurusan IPA, sementara siswa yang ingin kuliah di bidang sastra tentu akan memilih jurusan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.
Yang terakhir kelebihan pengembalian penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa yaitu tata kelolanya penjurusan juga akan jauh lebih mudah dilakukan pihak sekolah karena kebutuhan guru untuk masing-masing mata pelajaran dalam satu kelas sudah diketahui secara pasti. Karena itu, kekurangan dapat diantisipasi ketika jumlah guru tidak mencukupi. Sementara itu, bagi pemerintah, mengelola lebih mudah karena memprediksi kebutuhan guru SMA untuk masing-masing mata pelajaran.
Meskipun begitu, Kemendikdasmen yang berencana akan memulai program ini pada November 2025 perlu melakukan pengkajian yang lebih mendalam sebelum diaplikasikan. Hal ini dikarenakan ada beberapa kelemahan dari penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang SMA.
Faktor-faktor seperti keharusan siswa untuk mengambil pelajaran di program tertentu yang tidak mereka sukai karena mereka sudah masuk pada jurusan tertentu, penjurusan dianggap gagal, dan ada kepercayaan bahwa masuk IPA, IPS, atau Bahasa lebih bergengsi daripada masuk IPS atau Bahasa, dan di sini peran pemangku jabatan bisa mencari solusi untuk mempersiapkan siswa untuk memasuki ke Perguruan Tinggi tujuan.
Dr. Elinda Rizkasari, S.Pd, M.Pd dosen prodi PGSD FKIP Unisri Surakarta
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini