Jakarta - Polemik mengenai loyalitas kepala daerah kembali mengemuka saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan kader PDIP yang menjadi Gubernur/Walikota/Bupati untuk menunda mengikuti retret di Akmil beberapa waktu yang lalu. Akhirnya puluhan kepala daerah yang merupakan kader partai pemenang Pemilu Legislatif tersebut terlambat atau bahkan tidak mengikuti kegiatan orientasi kepemimpinan.
Banyak pemerhati politik dan hukum tata negara yang menyayangkan keputusan Ketua Umum PDIP tentang retret yang disebut sebagai keputusan yang tidak menggambarkan sikap kenegarawanan. Mengingat kepala daerah ketika sudah resmi dilantik maka menjadi bagian dari sistem pemerintahan Republik Indonesia. Kepala daerah mengabdi kepada masyarakat di daerah dan loyal pada kebijakan pemerintah pusat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala daerah bagaimanapun dalam relasi pusat-daerah wajib melaksanakan tugas-tugas pemerintahan yang diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kepala daerah memimpin penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang tugas pokoknya menyelenggarakan urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib pemerintahan di daerah yang pembiayaannya berasal dari transfer pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum maupun Dana Alokasi Khusus.
Dalam posisi sosiologis pemerintahan kepala daerah, khususnya Bupati/Walikota adalah "bawahan" kepala pemerintahan Republik Indonesia yakni Presiden. Wajib tunduk dan taat pada kebijakan presiden yang tertuang dalam dokumen RPJM Nasional maupun RPJP yang merupakan haluan program pembangunan nasional. Program pemerintah daerah baik yang tertuang dalam RPJMD maupun turunnya RKPD harus "tegak lurus" kepada orientasi visi misi dan program pemerintah pusat.
Sistem pemerintahan Republik Indonesia jelas menganut asas presidensial dengan membagi tugas pemerintahan pada tugas pokok pemerintah pusat dan tugas pemerintah daerah. Ada korelasi ada koordinasi dan harusnya ada sinergi. Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah juga diatur dalam standar pelayanan minimal yang juknisnya ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Demikian format Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) ditentukan melalui peraturan pemerintah sebagai pelaksana UU Pemerintahan Daerah.
Konstruksi kewenangan dan otoritas pemerintah daerah adalah kepada nalar otonomi daerah yang bertanggung jawab. Kepemimpinan daerah dinilai atau dievaluasi oleh pemerintah pusat yakni melalui monitoring dan evaluasi oleh Kemendagri. Konteks demikian kepala daerah haruslah loyal pada pemerintah pusat dan kepala pemerintahan yakni Presiden. Tidak boleh 'mbalelo' dan tidak boleh membangkang (disobedience).
Lantas, bagaimanakah kepala daerah yang merupakan kader inti partai politik? Tentu saja ketika telah menjabat sebagai kepala daerah harus loyal pada pemerintah pusat. Loyalitas pada partai politik bersifat personal, bukan impersonal yang aktualisasinya ditentukan oleh pemenuhan harapan partai politik terhadap program kegiatan yang dijalankan pemerintah daerah. Meski demikian ada rambu rambu regulasi yang harus ditaati dan dipedomani oleh kepala daerah ketika memimpin penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Loyalitas kepada pemerintah pusat adalah mandat konstitusi. Pemerintah daerah adalah bagian dari sistem pemerintahan negara kesatuan republik Indonesia. Pemerintah daerah bukan daerah "perdikan" yang bisa membuat kebijakan atau keputusan program yang melenceng jauh dari arahan pemerintah pusat. Apalagi pemerintah daerah sangat tergantung sumber anggaran dari APBN. Dari 508 Kabupaten/Kota di 38 Provinsi hanya 11,2% pemerintah daerah yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang layak untuk disebut mandiri. Mayoritas masih tergantung dari dana transfer pusat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan yakni urusan wajib dan urusan pilihan.
Loyalitas kepala daerah sendiri dibedakan menjadi loyalitas politik, loyalitas ideologi ,dan loyalitas birokratik. Loyalitas politik adalah kepatuhan dan ketaatan melaksanakan program dan kebijakan presiden (pemerintah pusat). Loyalitas ideologi adalah kesetiaan pada konstitusi yakni Pancasila dan UUD 1945 --tidak boleh mengkhianati ideologi negara. Sedangkan loyalitas birokratik adalah melaksanakan program kegiatan yang dimandatkan UU dan menjadi kebijakan pemerintah pusat --wajib mengkonsolidasi tugas dan fungsi birokrasi pemerintahan daerah untuk menyukseskan program program strategis nasional.
Jadi alangkah ironis jika ada (ketua umum) partai politik mengarahkan tindakan membangkang, insubordinasi, dan tidak patuh kepada kepala daerah terhadap instruksi kebijakan presiden atau pemerintah pusat. Ketua umum partai dan partai politik harus memahami substansi hukum tata negara. Bahwa pemerintah daerah merupakan satu kesatuan dalam bingkai negara kesatuan.
Kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan di daerah wajib memiliki kesetiaan tunggal (monoloyalitas) kepada presiden sebagai kepala pemerintahan. Monoloyalitas yang tidak bisa ditawar-tawar dengan negosiasi politik kepentingan subjektif atau politik partisan. Monoloyalitas kepala daerah adalah bagian dari integrasi kepemimpinan dan juga soliditas pemerintahan untuk mewujudkan cita cita konstitusional. Cita-cita yang mulia yang merupakan mandat ideologis dari the founding fathers.
Monoloyalitas kepala daerah adalah bentuk penghormatan kepada kepemimpinan nasional dalam rangka menggerakkan program kegiatan yang memiliki tujuan menyejahterakan masyarakat. Tugas partai politik melalui wakilnya di parlemen pusat maupun daerah adalah mengawasi, mengkritisi, dan melakukan kontrol.
Monoloyalitas kepala daerah adalah kunci bagi sinergitas pemerintahan pusat-daerah dalam mewujudkan program program ekonomi politik yang pro masyarakat dan menuju tata kelola pemerintahan yang good governance.
Trisno Yulianto Koordinator Forum Kajian Demokrasi Deliberasi
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu