Ilustrasi : Edi Wahyono
Senin, 23 Juni 2025
Malam itu langit Kota Teheran, Republik Islam Iran, gelap, hampir tak ada awan pada Jumat, 20 Juni 2022. Beberapa kali terlihat percikan api di langit seperti petasan. Suara letusannya seperti rentetan gelegar petir yang menggetarkan tanah dan bangunan.
“Sekitar beberapa menit terjadi dentuman,” kata Sidqi kepada detikX. “Ketika sudah terjadi dentuman, maksudnya sampai bergetar di tempat tinggal kita di gedung itu, itu tandanya rudal sudah sampai ke tanah atau ke gedung.”
Serangan rudal dari Zionis Israel, yang berusaha ditangkis Bavar 373—perangkat pertahanan udara Iran—itu terjadi sejak 13 Juni lalu. Menyusul kemudian sinyal internet jaringan internasional padam. Warga Iran hanya bisa berkomunikasi melalui aplikasi lokal Bale (بله) dan Eitaa (ایتا).
Beberapa hari sebelumnya, saat Sidqi masih di Kota Qom, rombongan rudal juga bolak-balik melesat melewati langit di atas asrama kampus tempatnya berkuliah. Ia menyaksikan nyala api dan asap dari rudal yang melesat lurus di langit.
“Kurang lebih sepuluhan lebih lewat di atas asrama kami,” kata mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh studi doktoral itu.
Hal serupa juga disaksikan Nur Hafidzatul Ilma Alfidyah. Alfidyah dan rekan-rekannya merasa letupan api di langit Teheran karena ada kegiatan yang dirayakan dengan petasan kembang api. Hanya, suara dentumannya lebih besar.
“Paginya itu teman-teman baru nyadar, eh ternyata kemarin bukan petasan tapi, kiriman rudal dari Israel. Teman-teman menenangkan kan satu sama lain,” kata perempuan yang akrab disapa Alfi itu kepada detikX.
Serangan udara Zionis Israel ke Iran tersebut terjadi saat Alfi menjalani hari-hari pertamanya sebagai mahasiswi di Teheran. Ia tiba di Iran sekitar Maret lalu karena mendapatkan beasiswa menempuh studi magister di jurusan ilmu komunikasi.
Serangan tidak berhenti pada malam itu saja. Hari-hari berikutnya, intensitasnya meningkat. Ledakan rudal-rudal mulai terdengar tiap malam, bahkan sejak sore hari. Pihak kampus mulai mengambil langkah antisipatif. Mereka mengosongkan asrama dan mengumpulkan seluruh mahasiswa di area semacam halaman atau lapangan terbuka untuk berjaga. Masing-masing diminta menyiapkan tas evakuasi (run bag), meski awalnya belum benar-benar dievakuasi.
Antrean mengular di salah satu pom bensin di Teheran setelah Zionis Israel menyerang Iran, Minggu (15/6/2025).
Foto : Majid Asgaripour/West Asia News Agency/Reuters
Ketegangan memuncak ketika salah satu rudal jatuh sangat dekat dengan asrama kampus. Alfi dan teman-temannya melihat langsung bagaimana rudal tersebut melintas di langit dan tiba-tiba pecah di udara, menimbulkan kepulan asap dan percikan api.
“Itu dari langit kayak pecah gitu loh, terus ada asapnya dan kelihatan kebakaran,” kata Alfi.
Lokasi jatuhnya rudal bahkan berjarak sangat dekat dengan kompleks asrama. Belakangan diketahui serangan tersebut menargetkan kantor Sepah (Korps Garda Revolusi Islam Iran), pangkalan udara, dan kilang minyak di Teheran. Suara dentuman yang terdengar saat rudal menghantam, menurut Alfi, sangat berbeda dengan suara petasan biasa.
“Dentuman keras dan sempat bikin asrama kami bergetar,” jelasnya.
Warga Iran Tetap Santai
Saat para pendatang dilanda cemas yang tinggi, kata Alfi, warga Iran justru sebaliknya. Pertokoan dan perkantoran tetap buka seperti biasa. Aktivitas jual-beli dan keseharian masyarakat juga tampak seperti normal.
Saat warga ditanya mengapa masih berkegiatan sehari-hari seperti biasa, kata Alfi, mereka hanya menjawab, “Kenapa harus takut? Ini Iran.”
Masyarakat lokal tampak telah terbiasa hidup berdampingan dengan risiko perang. Mereka memiliki keberanian yang berbeda.
“Aku ngerasa nyalinya orang-orang ini benar-benar kuat banget ya kalau dibandingin sama kita. Karena kita negaranya nggak pernah terjadi perang, kan,” ujarnya.
Hal serupa terjadi di Qom. Rakyat lokal Iran tampak seperti tak terjadi perang. Kepanikan itu mungkin ada, kata Sidqi, tetapi levelnya rendah.
"Bahkan jalan-jalan ramai dan aktivitas-aktivitas yang lainnya tetap berjalan seperti biasanya. Seperti kampus dan tempat pendidikan-pendidikan yang lainnya itu tetap melakukan aktivitas, bahkan kami sendiri yang dari kampus pun tetap melaksanakan ujian akhir semester," kata Sidqi.
Hanya, di stasiun pengisian bahan bakar atau pom bensin, terdapat antrean yang mengular. Namun itu tak terjadi di semua tempat.
"Di Qom aman-aman saja. Artinya, aktivitas masyarakat itu normal. Cuma memang ada dari beberapa orang yang sampai-sampai mengantre di pom bensin," tuturnya.
Sementara itu, para pelajar yang berada di sana cemas. Tiap malam Sidqi begadang untuk mengantisipasi Qom menjadi target rudal Zionis Israel. Sedangkan Alfi di tempat evakuasi di Teheran, bersama rekan-rekannya menghitung jumlah ledakan rudal yang meledak di langit.
Permasalahan di Balik Evakuasi WNI
Proses evakuasi WNI yang berada di Iran tak sepenuhnya berjalan mulus. Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menuturkan ada permasalahan data, surat resmi, hingga yang enggan evakuasi.
“Salah satu masalah adalah data karena ada WNI yang belum melakukan lapor diri,” ujar Judha kepada detikX.
Ada pula yang tidak memiliki paspor. “Yang kami bikinkan SPLP-nya adalah yang baru lahir.”
Sikap sebagian WNI juga menjadi pertimbangan. “Sebagian merasa masih aman-aman saja, sehingga tidak ingin dievakuasi dulu,” katanya. Padahal, lanjutnya, “Ketika situasinya sudah sangat tereskalasi, kemampuan KBRI untuk mengevakuasi menjadi sangat terbatas.”
Selain itu, Kemenlu menekankan pentingnya tidak menunggu sampai situasi memburuk. Jika situasi mencapai titik krisis, “KBRI Teheran mungkin akan digeser atau bahkan ditutup,” ujarnya.
Salah satu bangunan rusak setelah serangan Zionis Israel di Teheran, Iran, Jumat (13/6/2025).
Foto : Majid Asgaripour/West Asia News Agency/Reuters
Saat serangan terhadap instalasi militer Iran pada 13 Juni 2025 terjadi, siaga meningkat. Pada 18 Juni 2025, Menteri Luar Negeri Sugiono menetapkan status siaga satu, menandai situasi yang dianggap ‘membahayakan jiwa warga negara Indonesia’. Pemerintah lantas mengaktifkan langkah evakuasi aktif. Sosialisasi dilakukan lewat pertemuan daring dengan para WNI untuk menjelaskan situasi dan kesiapan evakuasi.
“Dari data terakhir yang kita terima, yang dievakuasi 93 WNI, satu warga negara Iran pasangan WNI, dan didampingi tiga staf KBRI Teheran. Total 97 orang kita evakuasi pada 20 Juni,” jelas Judha.
Evakuasi dilakukan menggunakan empat bus dari Teheran ke Astara, kota di perbatasan Azerbaijan, lalu dilanjutkan ke Baku untuk nantinya diterbangkan ke Jakarta secara bertahap dengan penerbangan komersial.
Mayoritas WNI di Iran adalah mahasiswa. Dari total 386 WNI yang terdata, lebih dari 250 adalah pelajar. Mereka tersebar di 11 kota, dengan konsentrasi terbesar di Qom dan Teheran. Dalam rapat daring, banyak mahasiswa di Qom merasa aman karena tak terdengar ledakan. “Mereka menyampaikan bahwa Kota Qom tidak diserang,” kata Judha.
Judha juga menjelaskan evakuasi dilakukan dalam format non-combatant evacuation operations. Artinya, evakuasi bersifat kemanusiaan, dilakukan dengan komunikasi intensif kepada otoritas Iran.
“Bahkan busnya pun kita berikan identitas Indonesia, ada bendera, ada tulisan Indonesia,” kata Judha.
Adapun evakuasi tahap kedua sedang disiapkan. Namun, kata Judha, sifatnya sukarela.
“Evakuasi menjadi tanggung jawab pemerintah, namun sifatnya itu voluntary. Kami tidak bisa memaksa," ucapnya.
Pemerintah juga mengimbau masyarakat tidak melakukan perjalanan ke Iran, Israel, Suriah, Lebanon, dan Yaman untuk sementara waktu. Bagi yang hendak transit di Timur Tengah, disarankan memeriksa ulang jadwal penerbangan karena kemungkinan penutupan wilayah udara.
Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim