Riyadh -
Mantan kepala intelijen Arab Saudi, Pangeran Turki Al-Faisal, mengecam Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atas rencananya mengambil alih Jalur Gaza. Pangeran Turki menyebut rencana Trump itu sebagai bentuk pembersihan etnis.
"Apa yang terlontar dari Tuan Trump tidak dapat dicerna. Saya dengan hormat menolak untuk menambahkan komentar-komentar yang lebih tidak sopan untuk hal tersebut, namun merupakan khayalan jika berpikir bahwa pembersihan etnis pada abad ke-21 dapat dimaafkan oleh komunitas dunia yang tetap berada di belakangnya dan tidak menanggapi hal tersebut," kata Pangeran Turki kepada media terkemuka CNN, seperti dilansir Al Arabiya, Kamis (6/2/2025).
Trump, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (4/2), secara mengejutkan mencetuskan AS "akan mengambil alih" dan "memiliki" Jalur Gaza, kemudian mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Gaza ke negara-negara lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bahkan menyebut relokasi warga Gaza itu akan dilakukan "secara permanen". Hal ini melampaui gagasan sebelumnya yang telah ditolak mentah-mentah oleh para pemimpin negara Arab.
Rencana itu menuai penolakan dari para pemimpin negara Arab dan pemimpin dunia, dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan soal "pembersihan etnis" di wilayah Palestina.
Pangeran Turki yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Saudi untuk AS ini mengatakan bahwa masalah di Palestina bukanlah pada orang Palestina. "Ini adalah masalah pendudukan Israel, dan hal ini sudah jelas dan dipahami oleh semua orang," tegasnya.
Meskipun AS dan Israel telah menyatakan harapan untuk normalisasi antara Riyadh dan Tel Aviv, Saudi berulang kali menekankan pendiriannya bahwa tidak akan ada normalisasi tanpa terbentuknya negara Palestina yang berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
AS mengadopsi posisi serupa selama beberapa dekade, hingga pernyataan kontroversial disampaikan Trump.
"Semua hal ini adalah kebijakan Amerika hingga kata-kata terbaru yang dipilih Tuan Trump dalam mengklaim bahwa dia ingin memperbaiki keadaan, padahal hal itu justru akan mengubah keadaan menjadi lebih banyak konflik dan pertumpahan darah," ucap Pangeran Turki dalam pernyataannya.
Trump mengatakan dirinya bersedia mengunjungi Riyadh dalam kunjungan luar negeri pertama pada masa jabatan keduanya ini, jika Saudi menginvestasikan sejumlah uang di AS. Saudi disebut menjanjikan jumlah yang lebih tinggi dari yang diinginkan Presiden AS itu.
"Jika dia benar-benar datang (ke Saudi), dia akan mendapatkan banyak wejangan dari para pemimpin di sini tentang ketidakbijaksanaan dari apa yang dia usulkan dan ketidakadilan yang benar-benar nyata dan sepenuhnya ditempatkan dalam proposal pembersihan etnis tidak hanya di Gaza, tetapi juga apa yang terjadi di Tepi Barat," ujar Pangeran Turki.
Ketika ditanya soal apa yang terjadi selanjutnya, Pangeran Turki mengantisipasi tindakan kolektif dari dunia Arab dan Muslim, bersama Eropa dan negara-negara lainnya yang meyakini solusi dua negara, dalam forum PBB. Meskipun adanya hak veto AS kemungkinan besar tidak memungkinkan resolusi apa pun disetujui.
"Meskipun demikian, ini akan menunjukkan bahwa dunia menentang rencana pembersihan etnis gila yang diusulkan oleh Presiden Amerika," ucapnya.
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu