Makelar Kasus MA Beri Eks Ketua PN Surabaya Rp 75 Juta, Klaim dari Ibu Tiri

1 month ago 34

Jakarta -

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, mengaku membagikan uang dari pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, kepada Dadi Rachmadi saat baru menjabat Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Zarof mengatakan Dadi sempat bertanya dari mana uang itu dan dijawab 'dari ibu tiri'.

Hal itu disampaikan Zarof saat menjadi saksi di kasus suap vonis bebas Ronald Tannur dengan terdakwa tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya (PN Surabaya) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025). Mulanya, Zarof bercerita dirinya bertemu dengan Dadi sebelum dilantik sebagai Ketua PN Surabaya pada 16 April 2024.

Dadi dilantik sebagai Ketua PN Surabaya menggantikan Rudi Suparmono yang mendapat promosi menjadi Ketua PN Jakarta Pusat. Rudi sendiri telah menjadi tersangka dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Siapa Ketua PN yang baru itu?" tanya jaksa.

"Pak Dadi Rachmadi," jawab Zarof.

Zarof mengatakan dirinya bersama Dadi makan sore bersama. Dia mengatakan Lisa Rachmat mendatangi keduanya. Zarof lalu memperkenalkan Lisa kepada Dadi.

"(Lisa datang), satu meja tapi tidak ikut makan. Hanya saya perkenalkan dengan beliau. 'Pak Dadi ini ada Bu Lisa mau kenalan', gitu kan. Udah ngobrol sebentar terus dia pulang," kata Zarof.

"Saat itu perkara Ronald Tannur masih berlangsung atau sudah putus?" tanya jaksa.

"Saya rasa belum putus ya," jawab Zarof.

Zarof mengatakan Dadi juga sempat mengeluh belum memiliki uang untuk menyewa rumah di Surabaya. Zarof mengatakan Dadi mengaku memerlukan uang Rp 75 juta untuk sewa rumah.

"Jadi waktu di mobil Pak Dadi, 'Bang aku ini mau sewa rumah tapi nggak punya uang'. (Saya tanya) berapa? (Dijawab) 'Rp 75 juta'. Dia bilang gitu kan," kata Zarof.

Pada 17 April 2024, Zarof hendak pulang ke Jakarta. Dia menyebut Lisa menawarkan dirinya oleh-oleh.

Namun, Zarof menolak dan meminta diberikan mentahnya saja. Singkat cerita, Lisa memberikan Rp 100 juta ke Zarof.

"Iya. 'Mau oleh-oleh apa?' Saya bilang 'saya nggak maulah berat'. Saya bilang 'lu kasih aja mentahnya', saya bilang gitu kan," jawab Zarof.

"Terus dikasih apa? Ikan mentah apa daging mentah?" tanya jaksa.

"Iya dikasih uang," kata Zarof.

Zarof mengatakan Lisa memberi uang Rp 100 juta sebagai oleh-oleh. Uang itu, kata dia, diberikan secara langsung oleh Lisa.

"Uang ya?" tanya jaksa.

"Rp 100 juta," kata Zarof.

Zarof mengatakan dirinya membagikan Rp 75 juta kepada Dadi. Sedangkan, Rp 25 juta disimpan oleh Zarof.

"Waktu itu saya bilang nih 'Gue udah dapet nih. Lu mau sewa rumah nih gue kasih, tapi gue potong ya 25'. (Dadi bilang) 'Dari mana?'. (Saya jawab) 'Udah, dari ibu tiri'," ujar Zarof.

Jaksa lalu bertanya isi percakapan Zarof dengan Dadi melalui pesan WhatsApp. Jaksa menyebut Dadi meminta 50%.

"Kalau di sini ada catatan WhatsApp antara saudara dengan Pak Dadi Rachmadi ada komunikasi by WhatsApp chat minta 50%?" tanya jaksa.

"Mungkin kali ya, by WhatsApp saya lupa atau saya ngomong di telepon atau WhatsApp saya lupa," jawab Zarof.

Jaksa lalu mempertanyakan imbalan yang diinginkan Zarof saat memberikan uang Rp 75 juta kepada Dadi. Zarof mengaku tidak pernah menitipkan perkara yang ditangani Lisa kepada Dadi.

"Ini kan Rp 100 juta sudah bapak terima dan membantu untuk kontrakan. Omongan apa Pak? Atau apa yang bapak katakan sama Saudara Dadi, Pak? Kalau sudah dapat Rp 100 juta tapi nggak ada alasan?" tanya jaksa.

"Ya saya bilang 'Ini dari ibu tiri'. (Dadi bilang) 'Apa ini?'. (Saya jawab) 'Udah uang pergaulan'. Saya bilang gitu kan," jawab Zarof.

"Modal pergaulan?" tanya jaksa.

"Uang, iya," jawab Zarof.

"Sumbernya saudara menjelaskan dari siapa?" tanya jaksa.

"Ya itu sumbernya saya bilang dari ibu tiri, gitu aja," jawab Zarof.

"Dari ibu tiri? Tidak ada saudara menjelaskan terkait dengan Saudari Lisa?" tanya jaksa.

"Tidak," jawab Zarof.

Dadi kini tak lagi menjabat Ketua PN Surabaya. Dia digantikan oleh Rustanto yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua PN Surabaya.

Sebelumnya, tiga hakim PN Surabaya didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan SGD 308.000 (tiga ratus delapan ribu dolar Singapura)," kata jaksa penuntut umum.

Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.

Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rachmat mengurus perkara itu. Lisa Rachmat kemudian menemui mantan Pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap.

Jaksa juga telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.

(amw/haf)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial