Makan Gratis Ala Soeharto

2 weeks ago 14

Foto Ilustrasi: pedagang di Warung Tegal (Ari Saputra/detikcom)  

Kamis, 27 Februari 2025

28 tahun silam, Indonesia terkena guncangan krisis moneter hebat yang menerpa kawasan Asia Tenggara pada 1997. Waktu itu, nilai mata uang rupiah terjun bebas dari Rp 2.500 hingga menyentuh Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok menjadi angka negatif, yaitu minus 5%.

Krisis ini membuat dunia usaha dan kehidupan masyarakat megap-megap. Semua harga kebutuhan pokok, seperti sembilan bahan pokok (sembako), melambung tinggi. Inflasi yang tinggi membuat daya beli masyarakat melemah. Pemutusaan hubungan kerja (PHK) terjadi di semua sektor usaha dan pengangguran makin banyak.

Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Sjafri Mangkuprawira dalam jurnal Agrimedia, Volume 4 No. 2 Juni 1998, menggambarkan, sesuai data Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) sebanyak 133.459 orang terkena PHK dari 676 perusahaan. Di akhir 1998, jumlah PHK meningkat mencapai 2 juta orang, jumlah angkatan kerja mencapai 4,8 juta, dan pengangguran akibat krisis ekonomi mencapai 6 juta orang.

Sementara Wakil Kepala Kajian APEC Universitas Indonesia, Lepi Tarmizi, dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Jilid 1 Nomor 4 (1999) berjudul ‘Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran’ mencatat, pengangguran sebelum krisis berjumlah antara 3-4 juta orang. Namun, pada 1998, jumlah pengangguran membengkak menjadi 13,8 juta orang. Setidaknya ada 9,8 juta orang pengangguran baru yang tercipta pada 1998.

Melihat kondisi krisis tersebut, Presiden Suharto melalui Kabinet Pembangunan VII membuat Program Penanggulangan Dampak Sosial Krisis Moneter, pada Maret 1998. Menteri Sosial Siti Hardijanti Hastuti Rukmana, putri sulung Suharto yang biasa disapa Mbak Tutut, memimpin rapat koordinasi untuk membahas penanganan kerawanan sosial secepat mungkin yang berpotensi timbul karena krisis moneter.

Departemen Sosial (kini Kementerian Sosial) menetapkan program jangka pendek dan panjang untuk meringankan beban masyarakat terdampak krisis tersebut. Selain itu diatur bagaimana melayani kesejahteraan sosial bagi fakir miskin yang diselenggarakan oleh masyarakat, seperti dituangkan dalam Peraturan Mensos Nomor: 19/HUK/1998, yang ditandatangani Mbak Tutut pada 26 Maret 1998.

Program jangka pendek meringankan beban masyarakat akibat krisis moneter dengan memberikan kupon makan siang gratis. Selain itu, dalam jangka panjang ditetapkan bahwa korban PHK akan dicarikan pekerjaan dan istri korban PHK akan dibuatkan Tabungan Kesejahteraan Rakyat (Takesra) dan Kredit Usaha Kesra (Kukesra).

Siti Hardijanti Rukmana, mantan Menteri Sosial RI
Foto: Ari Saputra/detikcom 

Anak-anak korban PHK akan diikutsertakan dalam program Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA). Sedangkan program pemberian kupon makan gratis baru diluncurkan pada 20 Maret 1998. Saat itu program makan gratis baru dijalankan di wilayah DKI Jakarta dan beberapa wilayah di Pulau Jawa saja.

Pemerintah menggandeng ratusan warung sederhana atau Warung Tegal (Warteg) untuk makan gratis tersebut. Barang siapa yang terkena PHK akan dibagikan kupon makan gratis setiap harinya. Kopun seharga Rp 1.500 (sekarang setara Rp 7.500 – Rp 10.000) yang dibagikan kepada setiap orang untuk ditukar dengan makanan.

Pendanaan program makan gratis sumber utamanya berasal dari pemotongan gaji presiden, wakil presiden, dan para menteri Kabinet Pembangunan VII selama 1 tahun. Namun, tidak jelas berapa jumlah sebenarnya dari pengumpulan dana tersebut. Tetapi, program itu mendapatkan sokongan dana dari Barito Group dan Astra Internasional senilai Rp 3 miliar.

“Jika ada masyarakat yang kelebihan rezeki, silakan menyumbang melalui rekening Mensos di Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan nomor rekening 310117398,” imbau Mbak Tutut dikutip berita Kompas berjudul ‘Mensos Bagikan Kupon Makanan’ pada 1998.

Ada sekitar 15.000 lembar kupon makan gratis disebarkan di DKI Jakarta. Kupon tersebut bisa ditukarkan di 300 warteg yang telah terdata di Depsos. Kupon itu didistribusikan melalui pihak Kelurahan dan Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW). Selanjutnya pihak RT yang langsung memberikan kepada warganya yang terkena PHK.

Selain di ibu kota, program makan gratis dilakukan di Jawa Tengah. Mensos Mbak Tutut bersama Gubernur Jawa Tengah Soewardi secara simbolis menyerahkan kupon di Kelurahan Tanjung Mas, Semarang. Di Semarang, tercatat 280.665 orang korban PHK, 1.900 orang keluarga prasejahtera, dan 2,3 juta orang berada di bawah garis kemiskinan.

Dari catatan yang ada, program makam gratis tersebut berjalan 2 bulan setengah itu tak menyelesaikan masalah perekonomian negara yang nyaris ambruk akibat krisis moneter. Sejumlah warung makan sederhana alias warteg merugi. Pasalnya, banyak orang yang meminta makan secara gratis padahal mereka tidak memiliki kupon.

Sebagian dari mereka yang tak memiliki kupon langsung pergi setelah makan tanpa memberikan uang atau kupon. Kesialan menerpa warung yang tidak ditunjuk sebagai penyalur makan gratis. Warung tersebut juga malah diserbu orang-orang untuk makan gratis.

Presiden Soeharto
Foto: AFP/- 

“Adanya program makan gratis yang kebijakannya yang dadakan tentunya tidak semua tersususun secara sistematis di mana program yang sudah terencana,” kenang Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni kepada detikX, Kamis, 20 Februari 2025.

Mukroni menceritakan, saat itu kurang lebih dari 70 persen dari warga yang memegang kupon bisa menukarkan dengan makan gratis di warteg. “Jadi yang pakai kupon 70 persen yang bersifat dadakan, tanpa kupon 30 persen dan ini dihitung dari orang perorang makan di warteg tetapi tidak punya kupon, jadi hampir 100 persen terbayar,” ujarnya.

Murkoni sendiri tak begitu tahu secara detail berapa jumlah warteg yang ikut serta dalam program makan gratis pada saat krisis moneter tersebut. “Kalau catatan secara detail kelihatannya enggak ada, tapi dari informasi warteg-warteg yang di Jakarta sejumlah 10 ribu warteg dilibatkan semuanya,” imbuhnya.

Apakah program tersebut saat itu menguntungkan para pengelola warteg atau tidak, yang jelas menurut Mukroni, diuntungkan. “Sangat diuntungkan, karena program tersebut menambah omzet penjualan warteg,” ucapnya singkat.

Selain program makan gratis bagi masyarakat yang terdampak krisis moneter, sebelumnya Presiden Suharto telah mencanangkan program perbaikan gizi bagi masyarakat. Salah satunya melalui program makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS), yang ditetapkan dalam Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1997, pada 15 Januari 1997.

Program PMT-AS merupakan salah satu langkah untuk mendukung Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun melalui peningkatan gizi dan kesehatan siswa Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), baik negeri maupun swasta. Program PMT-AS dikoordinatori oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita.

Selain itu, Menteri Dalam Negeri Yogie S Memet, Menteri Keuangan Mari’e Muhammad, Menteri Kesehatan Sujudi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro, Menteri Agama Tarmizi Taher, Menteri Pertanian dan Sjarifudin Baharsjah, dan Menteri Negara Urusan Pangan Ibrahim Hasan dilibatkan dalam program tersebut. Termasuk para Gubernur dan Bupati/Walikota.

Program PMT-AS dilaksanakan di 11 provinsi, mulai dari Aceh, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, hingga Irian Jaya. Total penerima mencapai 41.769 orang. Menu makanan PMT-AS mengacu pada hasil pertanian desa tempat sekolah berada yang kemudian diolah menjadi snack, bukan makanan berat, seperti nasi dan lauk-pauk.

Presiden Prabowo Subianto meninjau penyiapan makan bergizi gratis. Di era sekarang, pemerintah memberikan makan bergizi gratis bagi anak-anak sekolah.
Foto: Dok. Tim Media Presiden Prabowo Subianto

Berdasarkan pedoman umum PMT-AS, kandungan kalori, dan protein makanan tambahan yang diberikan pada anak SD/MI adalah 200-300 kalori dan 5-7 gram protein per anak per hari, sesuai dengan kebutuhan kalori dan protein pada waktu belajar di sekolah. Makanan untuk program tersebut bukan dikirim dari kota, seperti susu bubuk, susu karton, mie instan, roti maupun kue.

Dilansir Harian Analisa, 21 Juli 1997, pemerintah menargetkan 4.2 juta anak Indonesia sebagai penerima makanan tambahan dari program PMT-AS. Total dana yang digelontorkan mencapai Rp 62,8 miliar. Setiap menu per anak dihargai Rp 250 untuk kawasan Indonesia bagian barat, dan Rp 350 untuk Indonesia bagian Timur.

Sedangkan dari Risalah Rapat Paripurna ke-19 DPR RI, Masa Persidangan ke III, pada 11 Februari 1998, disebutkan dana untuk program Inpres PMT-AS meningkat 11,81% dari Rp 264,8 miliar pada tahun anggaran 1997/1998 menjadi Rp 296,1 miliar pada tahun anggaran 1998/1999.

Program ini akan diberikan selama 9 bulan selama kegiatan belajar-mengajar yang melibatkan guru, orang tua murid, dan kader PKK. Pada tahun 1996/1997, tercatat ada 16.800 unit SD/MI dengan jumlah murid 2,1 juta yang ikut program ini. Angka ini terus meningkat menjadi 6,87 juta murid dan 47.900 unit sekolah pada 1998/1999.

Walau program tersebut dianggap sangat bagus, hanya saja diduga sarat dugaan korupsi penyalahgunaan dana PMT-AS. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendapat temuan di beberapa sekolah menu makanan tak sesuai anggaran pemerintah. Namun, dugaan ini tak ada kelanjutan penyelidikan lebih lanjut.

Sejak rezim berganti, program PMT-AS tetap dilanjykan oleh beberapa presiden selanjutnya. Tetapi dengan memodifikasi fokus dan tujuan PMT-AS, seperti pada 2010, program tersebut lebih difokuskan kepada daerah yang angka kekurangan gizi masih tinggi.

Berbeda dengan nasib makan gratis dengan penukaran kupon kepada korban PHK dan pengangguran. Program itu lenyap, setelah berjalan 2 bulan, ketika rezim Orde Baru tumbang. Atas tekanan politik di sana-sini, Presiden Suharto lengser pada 21 Mei 1998.

Penulis: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial