Mahasiswa Gugat UU TNI ke MK, Minta Presiden-DPR Bayar Ganti Rugi ke Negara

7 hours ago 5

Jakarta -

Mahasiswa Universitas Putera Batam, Hidayattudin dan Mahasiswi Unversitas Negeri Batam, Respati Hadinata, menggugat UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon meminta presiden dan DPR membayar uang ganti rugi dan uang paksa ke negara akibat mengesahkan UU TNI.

Hal itu disampaikan kuasa hukum pemohon, dalam sidang panel 3 pengujian UU TNI nomor perkara 58/PUU-XXIII/2025, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025). Pemohon menilai tidak ada keadaan darurat yang memaksa pemerintah dan DPR untuk mengesahkan UU TNI.

"Ketika UU TNI dilahirkan, tidak terdapat keadaan yang masuk kategori kegentingan yang memaksa dimaksud (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUUVIII/2009), mengingat Tentara Nasional Indonesia masih dapat menjalankan hak dan kewenangan yang diberikan oleh UUD NRI 1945, maupun peraturan perundang-undangan lainnya," kata kuasa hukum pemohon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam petitumnya, pemohon mencantumkan dua petitum. Yang pertama, pemohon meminta MK membatalkan UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 dan memberlakukan kembali UU Nomor 34 Tahun 2004.

"Menyatakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7104), bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata kuasa hukum.

"Menyatakan ketentuan norma dalam Undang-Undang yang telah diubah, dihapus dan/atau yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4439) berlaku kembali," sambungnya.

Dalam petitum alternatif, pemohon meminta MK untuk memerintahkan pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 3 Tahun 2025. Selain itu, pemohon meminta MK menyatakan presiden dan DPR telah lalai dalam menjalankan tugas.

Lebih lanjut, pemohon juga meminta MK menghukum presiden membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp 25 miliar. Kemudian DPR dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 50 miliar kepada negara.

"Menghukum masing-masing Pimpinan dan masing-masing Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2024-2029 yang hadir dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Tahun Sidang 2024-2025, Rapat ke-13 (Tiga Belas) Masa Persidangan II Tanggal 18 Februari 2025 untuk membayar ganti rugi kepada Negara sebesar Rp. 50.000.000.000,- (Lima Puluh Miliar Rupiah), terhitung sejak putusan ini diucapkan," kata kuasa hukum.

"Menghukum Presiden Republik Indonesia Periode 2024-2029 untuk membayar ganti rugi kepada Negara sebesar Rp. 25.000.000.000,- (Dua Puluh Lima Miliar Rupiah), terhitung sejak putusan ini diucapkan," sambungnya.

Kemudian, pemohon meminta MK menghukum presiden membayar uang paksa atau dwangsom kepada negara setiap hari sebesar Rp 12,5 miliar. Lalu, menghukum DPR membayar uang paksa setiap hari sebesar Rp 25 miliar kepada negara.

"Menghukum masing-masing Pimpinan dan masing-masing Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2024-2029 yang hadir dalam Rapat Paripuma Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Tahun Sidang 2024-2025, Rapat ke-13 (Tiga Belas) Masa Persidangan II Tanggal 18 Februari 2025 untuk membayar uang paksa (dwangsom) setiap harinya kepada Negara sebesar Rp.25.000.000.000,- (Dua Puluh Lima Miliar Rupiah), jika masing-masing Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2024-2029 lalai dalam melaksanakan isi bunyi putusan ini terhitung sejak putusan ini diucapkan sampai dengan isi putusan dilaksanakan dengan baik," ujarnya.

"Menghukum Presiden Republik Periode 2024-2029 Indonesia tersebut untuk membayar uang paksa (dwangsom) setiap harinya kepada Negara sebesar Rp. 12.500.000.000,- (Dua Belas Miliar Lima Ratus Juta Rupiah), jika Presiden Republik Indonesia Periode 2024-2029 lalai dalam melaksanakan isi bunyi putusan ini terhitung sejak putusan ini diucapkan sampai dengan isi putusan dilaksanakan dengan baik," imbuh dia.

(amw/whn)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial