Jakarta -
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong upaya rehabilitasi terhadap anak-anak korban dugaan eksploitasi Oriental Circus Indonesia (OCI). KPAI menekankan rehabilitasi untuk menghilangkan trauma merupakan hak korban terutama anak-anak.
"Bagi KPAI, rehabilitasi itu merupakan hak bagi anak korban. Dan ini kan peristiwa dari sejak saat itu sampai sekarang sudah sampai tua, lansisa gitu, orang-orang ini terbayang luka di masa lalu yang belum terekspos itu yang menimbulkan seseorang traumatis, dan bahkan tidak bisa keuar dari bayang-bayang kengerian," kata Ketua KPAI, AI Mariyati saat dihubungi, Kamis (8/5/2025).
"Sehingga kami mendorong supaya itu terselenggara oleh lembaga atau layanan di bawah Kementerian baik itu Kementerian Sosial maupun Kementrian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak)," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AI menuturkan pihaknya akan menggali informasi mengenai ada tidaknya anak-anak yang masih diperkerjakan oleh OCI. Menurutnya, orang tua yang sengaja memberikan izin anaknya dititipkan kepada OCI bisa masuk kategori eksploitasi anak.
"Yang kedua, KPAI walaupun bukan pihak yang menerima pengaduan dari OCI tetap melihat bahwa suara dari mantan pemain OCI sangat memberi dukungan penuh pada penghapusan pekerja anak dalam konteks sirkus di Indonesia. Nah ini kan tidak ada pengaduan ke KPAI, tetapi menjadi triger bagi kami untuk menelisik, melakukan sejumlah penggalian informasi apakah sampai detik ini OCI masih mempekerjakan anak-anak nggak di dalamnya," ucapnya.
"Ataukah peristiwa seperti ini mungkin ya, berpotensi saya kira karena terjadi ya tidak dianggap sebuah pelanggaran karena misalnya sekarang udah modern udah diperbaharui ada izin orang tuanya. Atau Anak-anak itu sambil sekolah kok, tapi bentuk pelatihannya kalau sampai harus melakukan tidakan membahayakan, lalu eksploitasi fisik yang berlebihan sampai misalnya harus jungkir baliknya gitu ya kita nggak tahu seperti apa sirkus," sambungnya.
Ai mengatakan pihaknya akan melihat ada tidaknya dugaan eksploitasi anak berdasarkan Undang-udang (UU) terkait. Tak hanya di OCI, Ai menyampaikan pihaknya juga akan menelisik di tempat lain terkait dugaan eksploitasi.
"Nah ini kan jelas ada aturan-aturan selain perlindungan anak yang menentang itu terjadi. Baik UU Ketenagakerjaan, lalu UU Perlindungan Anak dan aturan lainnya. Ini yang akan kami lihat sebagai gejala eksploitasi anak yang disampaikan teman-teman OCI yang akan menjadi alat kita untuk bisa memonitor, mengawasi apakah ada peristiwa di komunitas lainnya," kata Ai.
Lebih lanjut dia mengapresiasi para korban yang sudah berani menyampaikan dugaan eksploitasi kepada pemerintah. Dia mendorong kepolisian mengusut dugaan pidanan terkait dugaan eksploitasi tersebut.
"KPAI mengapresiasi langkah mantan pemain OCI serta mendorong kepolisian mengungkap serta memberikan hak-hak yang sudah terlantar ini. Misalnya hak bertemu keluarga, ha untuk menerima pengobatan yang mungkin sampai detik ini ada tulang patah dan sebaginya termasuk rehabilitasi tadi," imbuhnya.
Seperti diketahui, ada empat rekomendasi yang disampaikan KemHAM terkait persoalan tersebut. Rekomendasi yang pertama, Komnas HAM menelusuri apakah ada pelanggaran HAM berat masa lalu di kasus ini.
Kedua, ada rekomendasi bagi Bareskrim Polri untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana dalam kasus ini. Polisi juga diminta menelusuri untuk memastikan kapan pastinya OCI berhenti beroperasi hingga melakukan ekspose perkara yang hasilnya diumumkan ke publik.
Selanjutnya, ada rekomendasi untuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk memberikan terapi psikologis kepada eks pemain sirkus OCI. Rekomendasi terakhir yaitu, perlu adanya pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dengan dasar permintaan resmi dari DPR.
Rekomendasi ini hanya bersifat mengikat kepada kementerian atau lembaga pemerintah. Namun tidak mengikat Komnas HAM karena lembaga tersebut bukan pemerintah.
(dek/ygs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini