Ketua Komisi VIII DPR Jelaskan soal Urgensi Revisi UU Haji dan Umrah

2 days ago 10

Jakarta -

Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menjelaskan urgensi Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Marwan mengatakan UU itu sudah tidak relevan dengan kebutuhan saat ini.

"Pertanyaannya, kenapa perlu revisi. Karena memang tidak lagi relevan. UU ini tidak bisa menjawab kebutuhan kita. Apa saja yang tidak relevan? Satu mengenai kelembagaan. Yang kedua, penyelenggaraan. Yang ketiga, proses ibadah. Yang selanjutnya, mengenai keuangan hajinya sendiri," kata Marwan dalam acara diskusi publik Revisi UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah di DPP PKB, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2025).

Marwan mengatakan satu Dirjen tidak cukup menangani penyelenggaran haji. Dia menyebut harus ada satu lembaga yang khusus menangani ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak cukup lagi satu Dirjen, menangani ini (penyelenggaraan haji). Kalau masih menteri (Menag) yang menangani haji, belum lagi urusan bimas (bimbingan masyarakat), urusan pendis (pendidikan Islam), tiba-tiba haji lagi, haji lagi," kata Marwan.

"Jadi siklus haji itu, begitu selesai haji, satu bulan kemudian dilaporkan, satu minggu lagi efisiensi diputuskan, masuk lagi haji.Kalau menterinya masih bergabung dengan yang lain, memang akan ada yang tertinggal. Kalau tidak hajinya yang tertinggal, bisa pendisnya, bisa bimasnya yang tertinggal. Maka kesimpulannya, yang tidak relevan kelembagaan, harus ada satu lembaga yang menangani," tambahnya.

Dia mengatakan persoalan haji rumit. Dia menyebutkan penguraian persoalan haji itu akan dilakukan dengan salah satunya memakai kuota negara sahabat.

"Kita setelah menghitung persoalan yang dihadapi tentang haji, haji ini jauh lebih rumit, urusan Kementerian Agama yang urusan pendis, bimas Islam, dan lain-lain itu karena urusan haji, selain di dalam negeri, akan ada MoU di luar negeri. Itu tidak mudah, tahapan itu panjang sekali. Apalagi nanti, di depan, kita akan mencoba mengurai mengenai persoalan jamaah haji kita, mungkinkan kita memakai kuota negara sahabat. Kalau mungkin, akan ada MoU lagi dengan negara sahabat yang akan kita pakai kuota hajinya," ujarnya.

Dia mengatakan Badan Penyelenggara Haji juga tak cukup hanya menjadi badan. Menurutnya, badan itu harus setingkat menteri.

"Berarti, usulan kelembagaan sebetulnya tidak cukup hanya Badan Haji (BP Haji), harus Menteri, Pak Daniel. Ini sejalan, sepertinya Pak Daniel cocok ini kalau Kementerian Haji. Jadi tidak ada lagi setingkat, langsung Menteri Haji. Kalau begitu, badan ini akan menyelenggarakan apa, kelembagaan ini. Katakanlah ini badan, apakah badan ini menyelenggarakan proses perjalanan ibadah haji atau juga sekaligus umrah," ujarnya.

Dia menyoroti antrean tunggu yang panjang untuk haji. Dia mengatakan UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus bisa menjadi jawaban tentang cara mengurai masalah ini.

"Yang kedua, penyelenggaraan. Penyelenggaraan ini sekarang problem kita adalah daftar tunggu yang panjang sekali. Di Bantaeng, sudah 49 tahun daftar tunggunya. Saya kemarin dari sana, sudah mereka laporkan. Kalau mendaftar di umur 50 tahun, ditambah 49 tahun, itu 99 tahun. Enggak ada harapan. Begitu mendaftar, tidak ada harapan lagi untuk menjalankan ibadah haji. Undang-Undang ini harus bisa menjawab bagaimana cara kita mengurai ini, mungkin dengan kuota yang tersedia nanti cara membaginya di Pak Hilman ada. Jadi, bukan lagi berdasarkan provinsi tapi keterwakilan daftar tunggu yang panjang nanti akan dipakai," ucapnya.

Dia mengatakan diperlukan satu pasal yang mengatur mengenai kuota visa haji. Dia mengatakan cara membaginya bukan lagi berdasarkan provinsi tapi keterwakilan daftar tunggu yang panjang.

"Kalau tetap seperti sekarang, maka yang menderita seperti Bantaeng, ya termasuk Jatim sendiri sudah 35 tahun, 36 tahun, sudah lama sekali. Maka karena itu, ada pemikiran dari kita, mencantumkan dalam satu pasal nanti mengenai kuota visa kita. Jadi satu visa haji reguler, satu visa haji khusus," ujarnya.

Dia mengatakan visa mujamalah atau visa furoda juga harus dimasukkan ke dalam UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Lalu, siasat yang akan diambil jika kebijakan Arab Saudi soal visa mandiri diterapkan juga harus ada dalam UU tersebut.

"Ketiga kita harus masukkan di dalam UU visa mujamalah atau visa furoda. Karena kita tidak tahu sampai sekarang, sebetulnya siapa saja yang berangkat dengan visa furoda, harus kita ketahui. Kalau bisa, kita juga akan ambil di ujung. Uangnya ada yang masuk ke Indonesia, kembali ke Indonesia," ujar Marwan.

"Yang keempat, kemungkinan akan muncul kebijakan Saudi, nanti visa bagi jamaah mandiri. Jadi Saudi sendiri akan membuka portal, siapa saja yang bisa mendaftar. Sekarang gimana kita menyiasati ini? Ini kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi," tambahnya.

Marwan mengatakan kuota haji dari negara sahabat juga penting untuk dimasukkan dalam pasal di UU tersebut. Dia menuturkan harus dibedakan kategori jemaah haji lewat kuota negara sahabat tersebut.

"Yang terakhir itu, visa yang kita pakai adalah kuota jamaah dari negara-negara sahabat, Filipina, selalu tidak habis. Yang sudah saya pernah berbicara, Kirgistan, mereka sudah menawarkan sisa kuota yang tidak mereka pakai, sekitar enam ribuan sampai tujuh ribuan. Maka kawasan Asia Tengah itu, yang Kirgis, Uzbek, semuanya itu jatah kuota mereka semuanya tidak terpakai dari beberapa daerah," kata Marwan.

"Kalau ini bisa kita masukkan dalam pasal, nanti kepala badan akan berkomunikasi dengan negara-negara sahabat, kemungkinan untuk memakai itu. Kalau tidak kita cantumkan di dalam pasal, kalau pun mereka berkenan, akhirnya tidak bisa karena tidak ada di pasal. Cuma siapa yang akan berangkat? Mungkin harus dibedakan, yang bisa berangkat lewat negara sahabat itu, yang lebih cerdas, yang lebih mandiri. Sambil jalan-jalan, yang lebih muda. Kalau yang biasa, reguler biasa, tetap aja di kuota reguler. Ini yang harus kita lakukan," imbuhnya.

Sebagai informasi, acara diskusi ini dibuka langsung oleh Ketum PKB sekaligus Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Narasumber dalam acara ini yakni Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH), KH Moch Irfan Yusuf (Gus Irfan), Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, Prof Hilman Latief, Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), Muhammad Firman Taufik serta Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI, Ahmad Zaki Zakaria.

(mib/azh)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial