Jakarta -
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menanggapi gugatan sejumlah mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat caleg harus warga yang sudah berdomisili di daerah pemilihan (dapil) tersebut. Rifqi mengaku tidak sepakat caleg harus berasal dari dapil setempat.
"Saya kurang sepakat dengan substansi bahwa caleg apalagi anggota DPR terpilih harus berasal dari dapil setempat, terlebih bukti yang digunakan hanya sekadar administratif," kata Rifqi kepada wartawan, Rabu (5/3/2025).
"Sebagaimana permohonan ke MK ini yang dibuktikan dengan KTP selama 5 tahun," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rifqi lalu menyoroti permohonan mahasiswa yang meminta syarat caleg harus warga tinggal di dapil minimal 5 tahun dengan dibuktikan melalui KTP. Dia menyebut hal itu tidak ada hubungannya karena rakyat yang akan menilai perjuangan legislator ke dapil tersebut.
"Seorang legislator keberpihakan kepada daerah dari beberapa hal salah satunya adalah sejauh mana keberpihakannya pada saat ia setelah dilantik menjadi anggota DPR, sejauh mana ikatan batin dan relasi perjuangannya untuk memperjuangkan daerah pemilihannya melalui berbagi fungsi yang dimilikinya sebagai anggota DPR," katanya.
Menurutnya, tidak ada hubungan seorang caleg harus mempunyai KTP dari dapil tempatnya maju.
"Dan itu tidak relate sama sekali dengan KTP bersangkutan apakah harus ber-KTP di dapilnya apa tidak," imbuhnya.
Rifqi menilai gugatan ini berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara untuk bisa menjadi anggota DPR. Dia mengatakan sejatinya dalam pemilu, rakyat lah yang memilih dan menentukan pilihan.
"Yang kedua yang ingin saya katakan adalah bahwa dalam konteks kesamaan di depan hukum dan pemerintahan permohonan ini berpotensi untuk melanggar hak konstitusional warga negara untuk kemudian bisa menjadi anggota DPR karena yang bersangkutan tidak berasal tidak memiliki KTP di daerah yang bersangkutan," tuturnya.
"Yang ingin saya katakan, dalam alat ukur dalam pemilu itu adalah sejauh mana ia diterima dan dipilih oleh rakyat. Rakyat lah yang memiliki kedaulatan tertinggi dan karena itu rakyat memiliki berbagai alat ukur apakah dia berasal dari kampung itu atau tidak," tambah Rifqi.
Gugatan Mahasiswa
Sejumlah mahasiswa diketahui mengajukan gugatan terhadap UU Pemilu ke MK. Mereka meminta MK mengubah syarat caleg harus warga yang sudah berdomisili di daerah pemilihan (dapil) tersebut.
Dilihat dari situs MK, Senin (3/3), gugatan tersebut telah teregistrasi dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025. Para pemohon terdiri dari delapan orang mahasiswa, yakni Ahmad Syarif Hidayaatuullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani HA, dan Isnan Surya Anggara.
"Bahwa keseluruhan pemohon merupakan Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang. Para pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap frasa dan kata dalam Pasal 240 ayat (1) huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945," demikian isi gugatan itu.
(whn/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu