Jakarta -
Gerakan #kaburajadulu, yang mendorong masyarakat untuk bermigrasi ke luar negeri akibat ketidakstabilan ekonomi, sosial, dan politik di Indonesia, bukanlah fenomena baru. Dua dekade lalu, ketika krisis moneter melanda Asia, termasuk Indonesia, terjadi lonjakan migrasi, terutama di kalangan individu yang memiliki akses dan modal untuk berpindah. Saat ini, fenomena serupa kembali mencuat dengan resonansi yang lebih kuat, didukung oleh perkembangan teknologi dan media sosial.
Ketidakpastian kondisi dalam negeri menjadi faktor pendorong utama, sementara gambaran kehidupan di luar negeri yang tersebar luas melalui media sosial berperan sebagai faktor penarik. Kombinasi kedua faktor ini mempengaruhi keputusan calon migran.
Dibandingkan dengan dua dekade lalu, kemajuan teknologi telah mempermudah akses informasi mengenai negara tujuan. Media sosial tidak hanya menjadi sumber informasi tetapi juga wadah komunikasi, pertukaran pengalaman, dan penguatan jejaring sosial antara calon migran dan mereka yang telah menetap di luar negeri. Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan teknologi, minat untuk mencari peluang di luar negeri semakin meningkat, menjadikan migrasi lebih terjangkau dan terukur.
Memperkuat Faktor Pendorong
Media sosial berperan penting dalam memperkuat faktor pendorong dan penarik migrasi. Studi saya pada 2020 menunjukkan bahwa media sosial membuka jalur komunikasi baru yang mengubah jaringan migran berpendidikan tinggi di negara-negara Arab, mempererat hubungan dengan keluarga dan teman, serta mempermudah proses migrasi.
Penelitian kami di Pusat Riset Kependudukan BRIN (2018–2019) di Batam juga mengonfirmasi bahwa teknologi komunikasi memungkinkan migran mengumpulkan informasi mengenai negara tujuan serta tetap terhubung dengan komunitas asal mereka. Akses informasi secara real-time dan pengalaman pribadi yang dibagikan di media sosial sangat mempengaruhi persepsi serta keputusan calon migran.
Selain menyebarkan informasi, media sosial juga membentuk motivasi di balik keputusan migrasi. Gerakan #kaburajadulu mencerminkan perubahan budaya di kalangan muda Indonesia yang semakin terpengaruh oleh narasi dan gaya hidup di platform digital. Paparan terus-menerus terhadap kisah sukses dan peluang di luar negeri dapat mendorong keinginan kuat untuk bermigrasi, meskipun sering tanpa mempertimbangkan tantangan yang mungkin dihadapi.
Daya Tarik Semakin Kuat
Unggahan dengan tagar #kaburajadulu menunjukkan bahwa tinggal dan bekerja di luar negeri bukanlah hal yang mustahil. Migran yang telah menetap di luar negeri membagikan pengalaman mereka, baik sisi positif maupun tantangan yang dihadapi. Informasi ini menjadi bahan pertimbangan bagi calon migran, terutama ketika unggahan tersebut menampilkan kondisi di luar negeri yang lebih baik dibandingkan di Indonesia, baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun politik.
Akibatnya, daya tarik untuk bermigrasi semakin kuat, memperkuat tren perpindahan penduduk ke luar negeri. Teori dorong-tarik yang dikembangkan oleh Lee (1966) membagi faktor-faktor migrasi ke dalam dimensi ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan. Dalam konteks Indonesia, faktor pendorong mencakup ketidakstabilan ekonomi, tingkat pengangguran tinggi, serta upah rendah. Terbatasnya kesempatan pendidikan dan pengembangan profesional turut meningkatkan keinginan untuk bermigrasi, terutama di kalangan pemuda yang ingin meningkatkan keterampilan dan prospek karier mereka di luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, faktor penarik meliputi prospek ekonomi yang lebih baik, seperti upah yang lebih tinggi dan peluang karier yang lebih luas. Keberadaan komunitas migran yang sudah mapan di negara tujuan juga menjadi daya tarik, memberikan rasa aman dan dukungan bagi migran baru (Schumann dkk., 2019). Persepsi tentang standar hidup yang lebih baik di luar negeri semakin memperkuat keputusan untuk bermigrasi. Dengan berkembangnya media sosial, faktor-faktor ini semakin mudah diakses dan dipertimbangkan oleh calon migran, menjadikan migrasi sebagai pilihan yang lebih nyata.
Memberikan Dukungan Emosional
Media sosial memainkan peran krusial dalam memperkuat faktor pendorong dan penarik migrasi dengan menyediakan platform untuk berbagi pengalaman serta informasi tentang kehidupan di luar negeri. Narasi yang beredar di media sosial sering menciptakan citra ideal tentang kehidupan di negara lain, yang menarik bagi kaum muda Indonesia yang bercita-cita meningkatkan status sosial-ekonomi mereka.
Selain itu, aspek emosional dan psikologis dari migrasi tidak dapat diabaikan. Keinginan untuk berpetualang, mengembangkan diri, serta mencari kualitas hidup yang lebih baik menjadi motivator utama bagi banyak pemuda Indonesia. Media sosial memainkan peran mendalam dalam membentuk aspirasi ini dengan memungkinkan individu untuk memvisualisasikan dan terhubung dengan gaya hidup yang mereka impikan (Hidayati, 2018).
Paparan terus-menerus terhadap pengalaman dan pencapaian orang lain di luar negeri dapat memperkuat dorongan untuk bermigrasi, sering tanpa mempertimbangkan tantangan yang mungkin dihadapi. Selain mempengaruhi aspirasi, media sosial juga memperkuat jaringan sosial calon migran. Media sosial tidak hanya memfasilitasi pertukaran informasi tetapi juga menumbuhkan rasa memiliki di antara individu yang mempertimbangkan migrasi (Hidayati, 2020).
Komunitas online memberikan dukungan emosional serta nasihat praktis yang membantu para migran muda beradaptasi dengan lingkungan baru dan mengurangi rasa keterasingan. Dengan demikian, media sosial berfungsi sebagai jembatan antara calon migran dan kehidupan baru yang mereka tuju.
Upaya Perlindungan
Interaksi antara media sosial dan migrasi di Indonesia, terutama melalui gerakan seperti #kaburajadulu, mencerminkan kekuatan transformatif komunikasi digital dalam membentuk aspirasi individu dan perilaku kolektif.
Media sosial tidak hanya menyediakan informasi penting dan jaringan dukungan, tetapi juga mempengaruhi motivasi serta keputusan calon migran. Dengan melihat migrasi melalui lensa media sosial, dapat dipahami bahwa keputusan ini bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam konteks Indonesia kontemporer.
Sebagai upaya perlindungan dalam proses migrasi, pemerintah dan lembaga terkait sebaiknya meningkatkan edukasi tentang migrasi yang aman untuk menghindari ekspektasi yang tidak realistis. Selain itu, calon migran disarankan untuk melakukan riset mendalam mengenai negara tujuan serta mempertimbangkan aspek hukum dan sosial sebelum mengambil keputusan. Dukungan komunitas migran yang lebih terstruktur juga dapat membantu para migran dalam beradaptasi dengan lingkungan baru serta mengurangi risiko keterasingan dan kesulitan adaptasi.
Inayah Hidayati peneliti mobilitas sosial di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu