Jakarta -
Kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) AKBP Seminar Sebayang diusulkan untuk Hoegeng Awards 2025 karena integritas dan kesederhanaanya. Seminar juga disebut sosok yang memberantas gratifikasi dan pungutan liar (pungli) saat masih bertugas sebagai Kasat Polisi Jalan Raya (PJR) Ditlantas Polda Sulteng.
Salah seorang warga, Afri Yanto Noor, menilai Seminar adalah polisi yang humanis dan tegas. Afri adalah pengajar di Pondok Pesantren Nurul Qolbi Al-Wadi, Sukabumi, Jawa Barat (Jabar). Dia bertemu Seminar saat mengisi ceramah di masjid Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Lemdiklat Polri, Sukabumi, tempat Seminar sebelumnya berdinas.
"Karakter Pak Sebayang, beliau humanis, beliau juga tegas, suka bercanda. Beliau juga tipe orang yang peduli, orangnya agamis, sehingga versi saya ya, jika ada posisi atau jabatan yang sifatnya beliau sebagai pengambil kebijakan insyaallah sepertinya memenuhi persyaratan," kata Afri kepada detikcom, Selasa (25/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Afri menuturkan Seminar sosok yang juga haus ilmu. "Saya kenal beliau bukan dua tahun, tiga tahun, sudah lama sekali," sambung Afri.
Sikap Seminar yang apa adanya ini membuat Afri nyaman bergaul dengan perwira menengah Polri yang sudah 13 tahun berdinas di Setukpa Sukabumi. Intinya, singkat Afri, Seminar sederhana dan apa adanya.
"Kalau penilaian saya, pangkat beliau AKBP, seharusnya AKBP ini nggak begini, lebih lux, lebih mewah, tapi beliau enggak, sederhana aja beliau, masyaallah, beliau itu apa adanya orangnya," tutur dia.
Vokal soal Antikorupsi dan Antipungli
Afri meyakini integritas Seminar. Dia tahu Seminar berani vokal soal aturan harus ditegakkan dan melawan pungutan liar (pungli).
"Jangan macam-macam untuk masalah peraturan, disiplin apalagi. Masalah keuangan, wah beliau yang paling lantang yang saya tahu. Insyaallah bersih, kalau versi saya ya," jelas Afri.
Cerita soal integritas Seminar juga disampaikan seorang polwan bernama Iptu Niluh Erni Wartini. Dia dulu bersama-sama dengan Seminar bertugas di Sat PJR Ditlantas Polda Sulteng.
"Sebagai role model anggotanya, sama kami ini memberikan contoh yang sangat baik, terutama dalam hal sikap disiplin, integritas. Beliau sangat bagus," kata Niluh kepada detikcom.
Dia menyebut Seminar menyediakan layanan pengawalan gratis untuk warga yang membutuhkan. Niluh menekankan kata 'gratis' tak hanya tersemat di spanduk atau iklan, tapi benar-benar diterapkan.
"Beliau itu membuat stiker atau memasang spanduk di pos PJR, pos batas, membuat spanduk untuk stop pemberian gratifikasi. Di situ bunyinya, 'Pemberi suap dan penerima suap itu sama-sama melanggar hukum'," cerita Niluh.
Niluh mengungkap alasan di balik spanduk dan stiker stop gratifikasi. Pos ini rawan suap dan pungli bagi kendaraan yang melakukan pelanggaran, seperti truk kelebihan muatan hingga travel gelap. Sementara itu diperkirakan data angkutan yang melintas setiap harinya 200 hingga 300 kendaraan.
"Paling katanya sih (punglinya) sekitar 20 ribuan, lumayan misalnya kalau (banyak) yang masuk. Kami pun anggota-anggota yang pos tidak mau menerima. (Ancaman) sanksinya waktu itu akan ditarik langsung, dan tidak ada lagi yang ngepos kalau misalnya ketahuan," kata dia.
Niluh juga pernah melihat Seminar menolak bingkisan dari berbagai pihak. Termasuk bingkisan Idul Fitri.
"kalau ada yang memberi sesuatu, beliau nggak mau menerima sama sekali. Misalnya dari sesama kasubdit untuk memberi 'itu', dia nggak menerima. Apalagi kalau mau Lebaran, memberikan bingkisan beliau nggak mau, nggak terima," ujar Niluh.
Kesaksian Niluh diamini Pamin 6 Subbagrenmin Ditreskrimsus Polda Sulteng Ipda Taufik Dwi Saputra, yang dulu juga berdinas Bersama Seminar diSatuan PJR Ditlantas Polda Sulteng. Taufik menyebut mantan pimpinannya itu seorang teladan.
"Teladan yang ditunjukkan sama beliau soal kepemimpinan. Program beliau pada pertama kali menjabat Kasat PJR itu ada program stop gratifikasi pungli," tutur dia.
Taufik menuturkan masalah pungli saat itu dikeluhkan oleh warga. Seminar, katanya menegaskan soal sanksi bagi penerima.
"Pastinya sih efeknya ada, apalagi ke anggota ada efeknya jadi anggota, teman-teman personel PJR itu jadinya takut menerima suap, ada efek yang dirasakan," tutur dia.
Sosok yang Sederhana
Taufik menyebut saat menjadi Kasat PJR Ditlantas Polda Sulteng, AKBP Sebayang tinggal di kamar kos 40 meter persegi bersama istri dan 3 anaknya.
"Ngekos di jalan Dewi Sartika yang kamarnya cuma satu. Padahal di situ ada ibu dan ketiga anaknya. Kalau kita pikir seorang pejabat setingkat beliau ya, sekelas beliau kalau ngekos kayak gimana. Setingkat AKBP tinggalnya di kamar kos," tutur dia.
Dia mengaku kaget melihat kondisi kehidupan sehari-hari Seminar. "Standar kos, paling kamar satu, dapur satu, karena saya ndak masuk sampai dalam kamar kos," kata Taufik.
Seminar: Di Manapun Saya Bertugas, Saya Nggak Bisa Kaya
Seminar mengatakan sederhana adalah konsekuensi dari prinsipnya. Dia mengaku akan terus sederhana karena tak berani mengambil hal yang bukan haknya.
"Di manapun saya tugas, saya nggak bisa kaya. Karena prinsipnya sama: yang bukan hak saya, saya nggak berani ambil," ucap pria kelahiran Karo, Sumut ini.
Dia kerap berupaya menyadarkan para siswa Sekolah Inspektur Polisi (SIP) untuk berubah menjadi baik. Seminar mengingatkan para siswa untuk tak zalim.
"Saya sering ngomong kalau ngajar (di Setukpa), 'Selama kalian jadi polisi, sudah berapa orang yang kalian zalimi? Mungkin kamu lupa sama orang yang kamu zalimi. Tapi orang itu tidak akan pernah lupa sama kamu',"jelas dia.
"Kalau ada 10 orang yang dizalimi, lalu di antaranya 1 orang yang benar-benar tersakiti, dia nggak tahu mau ngadu sama siapa, nggak punya teman, nggak punya siapa-siapa, lalu malam-malam dia bangun, gelar sajadah dan berdoa pada Tuhannya, hancur kamu,' pungkas Seminar.
(aud/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini