Jakarta -
Pemimpin sementara Suriah menyerukan persatuan di tengah aksi kekerasan dan pembunuhan balas dendam yang terus berlangsung di wilayah-wilayah loyalis Bashar al-Assad, pada Minggu (09/03).
Ratusan orang dilaporkan telah meninggalkan rumah mereka di Provinsi Latakia dan Tartus yang merupakan basis pendukung kuat mantan pemimpin yang digulingkan itu.
Warga setempat menggambarkan penjarahan dan pembunuhan massal, termasuk korban anak-anak, di kampung halaman mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Hai Al Kusour, sebuah permukiman yang didominasi sekte Alawi di kota pesisir Banias, warga mengatakan jalanan dipenuhi dengan mayat-mayat yang berserakan, ditumpuk dan berlumuran darah.
Para saksi mata menyebut laki-laki dari berbagai usia ditembak mati di sana.
Sekte Alawi adalah cabang dari Islam Syiah dan mencakup sekitar 10% dari populasi Suriah, yang mayoritas Muslim Sunni.
Bashar al-Assad berasal dari sekte tersebut.
Situasinya begitu mencekam sampai-sampai warga mengaku takut untuk melihat keluar jendela pada Jumat (07/03).
Koneksi internet tidak stabil dan, sekalinya terhubung, mereka mengetahui kabar kematian tetangga mereka dari unggahan Facebook.
Seorang pria bernama Ayman Fares mengatakan kepada BBC bahwa dia masih hidup karena penahanannya baru-baru ini.
Fares mengunggah video di akun Facebook-nya pada Agustus 2023 yang mengkritik Bashar al-Assad atas pemerintahannya yang korup. Dia ditangkap tidak lama kemudian.
Fares baru bebas dari penjara setelah pasukan yang dipimpin kelompok militan membebaskan tahanan setelah kejatuhan Bashar al-Assad pada Desember silam.
BBC
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
BBC
Orang-orang yang menyerbu jalan-jalan Hai Al Kusour mengenali Fares sehingga dia terhindar dari kematian.
Akan tetapi, rumah Fares tidak luput dari penjarahan. Fares mengaku mobilnya diambil dan mereka melanjutkan aksi penjarahan ke rumah-rumah lain.
"Mereka orang asing, saya tidak mengenali identitas atau bahasa mereka, tetapi sepertinya orang Uzbek atau Chechnya," ujar Fares melalui sambungan telepon.
"Ada juga beberapa warga Suriah bersama mereka, tetapi bukan dari aparat keamanan resmi. Beberapa warga sipil juga termasuk di antara mereka yang melakukan pembunuhan," tambahnya.
Fares mengaku menyaksikan keluarga-keluarga dibunuh di rumah mereka sendiri. Dia melihat perempuan serta anak-anak berlumuran darah. Beberapa keluarga lari ke atap rumah untuk bersembunyi, tetapi tetap tidak terhindar dari pertumpahan darah.
"Sungguh mengerikan," katanya.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris mendokumentasikan lebih dari 740 warga sipil tewas di kota-kota pesisir Latakia, Jableh, dan Banias.
Selain itu, 300 anggota pasukan keamanan dan sisa-sisa rezim Assad dilaporkan tewas dalam bentrokan.
BBC belum dapat memverifikasi jumlah korban tewas secara independen.
Baca juga:
- Apa itu sekte Alawi, agama mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad?
- Suriah sudah lelah perang, kata pemimpin HTS Ahmed al-Sharaa kepada BBC
- Sempat dicap teroris, Ahmed al-Sharaa jadi presiden Suriah Siapa saja bekas pemimpin milisi yang menjadi kepala negara yang sah?
Fares mengatakan keadaan mulai stabil setelah tentara Suriah dan pasukan keamanan tiba di kota Banias. Pasukan mendorong faksi-faksi lain keluar dari kota itu dan memfasilitasi keluarga-keluarga yang selamat untuk pergi ke tempat aman.
Ali, seorang warga Banias lainnya yang meminta agar nama lengkapnya tidak disebutkan, membenarkan kesaksian Fares.
Ali, yang tinggal di Kusour bersama istri dan putrinya yang berusia 14 tahun, melarikan diri dari rumahnya dengan dibantu pasukan keamanan.
"Mereka datang ke gedung tempat kami tinggal. Kami terlalu takut, hanya bisa mendengar suara tembakan dan jeritan orang-orang di lingkungan itu. Kami mengetahui kematian dari unggahan Facebook ketika internet terhubung. Ketika penyerang tiba di gedung kami, kami pikir tamat sudah riwayat," katanya.
"Mereka mencari uang. Pintu tetangga kami digedor kemudian mobil, uang, emas, dan barang berharga lainnya dijarah. Tetapi tetangga kami tidak dibunuh."
Pertempuran terjadi antara pasukan keamanan Suriah dan loyalis Bashar al-Assad di wilayah pesisir negara itu awal pekan ini (Getty Images)
Ali dan keluarganya dijemput tetangga mereka yang menganut Sunni. Keluarga Ali untuk sementara tinggal bersama mereka.
"Kami hidup berdampingan selama bertahun-tahun, Alawi, Sunni, dan Kristen. Kami tidak pernah mengalami hal seperti ini," katanya.
"Warga Sunni bergegas melindungi warga Alawi dari pembunuhan yang terjadi dan sekarang pasukan resmi berada di kota untuk memulihkan ketertiban."
Menurut Ali, keluarga-keluarga lainnya diangkut ke sebuah sekolah di permukiman yang mayoritas Sunni. Mereka akan berlindung di sana sampai anggota faksi-faksi yang melakukan pembunuhan diusir dari Banias.
Aksi kekerasan dimulai pada Kamis (06/03) setelah loyalis Assadyang menolak menyerahkan senjatamenyergap pasukan keamanan di sekitar kota-kota pesisir Latakia dan Jableh, menewaskan puluhan dari mereka.
Ghiath Dallah, seorang mantan brigadir jenderal di tentara Assad, telah mengumumkan pemberontakan baru terhadap pemerintah saat ini, mengatakan bahwa dia mendirikan "Dewan Militer untuk Pembebasan Suriah".
Baca juga:
- 'Saya merayakan kejatuhan Assad' Kesaksian warga Suriah di Indonesia
- Assad lengser, siapa saja 'pemain' yang akan mengukir masa depan Suriah?
- Siapa yang mengendalikan Suriah setelah 13 tahun dilanda perang dan apakah ISIS masih ada di sana?
Sejumlah laporan mengindikasikan bahwa mantan petugas keamanan rezim Assad yang menolak menyerahkan senjata sedang membentuk kelompok perlawanan di daerah pegunungan.
Menurut Fares, sebagian besar komunitas Alawi menolak kelompok tersebut. Mereka menyalahkan Dallah dan loyalis garis keras Assad lainnya atas kekerasan yang terjadi.
"Mereka mendapat keuntungan dari pertumpahan darah yang terjadi. Yang kami butuhkan sekarang adalah kemenangan aparat keamanan, serta menuntut para pelaku pembunuhan massal dari faksi-faksi yang bertanggung jawab supaya keamanan negara kembali pulih," ujarnya.
Baca juga:
Di sisi lain, warga lainnya juga menyalahkan presiden sementara, Ahmad al-Sharaa.
Mereka mengatakan al-Sharaaa membubarkan lembaga keamanan, tentara, dan polisi Suriah tanpa strategi yang jelas untuk menangani ribuan petugas dan personel yang menjadi pengangguran.
Sebagian dari individu-individu ini, khususnya di kalangan kepolisian, tidak terkait dengan aksi pembunuhan yang terjadiselama rezim Assad.
Pihak berwenang yang baru juga telah memecat ribuan pegawai negeri dari pekerjaan mereka.
Meningat 90% populasi Suriah hidup di bawah garis kemiskinan dan ribuan orang kehilangan pendapatan, pemberontakan sangat rentan terjadi.
Terdapat perbedaan pandangan di Suriah mengenai apa yang terjadi.
Masyarakat luas mengutuk pembunuhan warga sipilterlepas dari agama merekaberbagai demonstrasi telah diselenggarakan di Damaskus untuk mengekspresikan rasa duka sekaligus mengutuk aksi kekerasan.
Namun, selama dua hari terakhir, ada pula seruan "Jihad" di berbagai wilayah Suriah.
Warga di Banias mengatakan bahwa beberapa warga sipil yang bersenjata bergabung dengan faksi-faksi tersebut dan turut ambil andil dalam pembunuhan.
Tentara Suriah mengirim bala bantuan untuk menstabilkan wilayah tersebut (Getty Images)
Mayoritas Sunni di Suriah mengalami kekejaman di tangan pasukan rezim Assad selama 13 tahun terakhir. Hal ini memicu kebencian sektarian terutama terhadap minoritas Alawi yang anggotanya dikaitkan dengan kejahatan perang.
Menurut kelompok hak asasi manusia, terdapat bukti bahwa petugas keamanan Alawi di bawah rezim Assad terlibat dalam pembunuhan dan penyiksaan ribuan warga Suriah, yang mayoritas adalah Muslim Sunni.
Anggota tentara dan pasukan keamanan yang terbunuh sebagian besar berasal dari komunitas Sunni. Sekarang, beberapa kalangan di komunitas Sunni menyerukan pembalasan.
Namun, pemimpin Suriah sekarang menghimbau agar semua pihak tetap tenang.
Ahmad al-Sharaa, yang pasukannya menggulingkan Assad tiga bulan lalu, kini harus menyeimbangkan antara memastikan keamanan bagi semua warga Suriah dan menegakkan keadilan atas kejahatan rezim Assad dan kaki tangannya.
Meskipun dia memiliki otoritas atas beberapa pasukan yang membantunya berkuasa, beberapa faksi jelas berada di luar kendalinya.
Faksi-faksi tersebut juga mencakup petempur asing yang punya agenda radikal.
Untuk memimpin Suriah menuju masa depan yang aman dan demokratis, banyak yang berpendapat bahwa Ahmad al-Sharaa perlu mengakhiri kehadiran pejuang asing dan menyampaikan konstitusi yang melindungi hak-hak semua warga Suriah, terlepas dari latar belakang atau agama mereka.
Meskipun dia terlihat sedang berupaya membangun kerangka hukum untuk mewujudkan konstitusi seperti itu, dia menghadapi tantangan besar untuk mengendalikan faksi-faksi garis keras kekerasan dan mengusir petempur asing.
Berita terkait:
- Apa kepentingan AS, Rusia, Turki, Israel, Iran, dan kekuatan internasional lain di Suriah setelah Assad tumbang?
- Teka-teki tahanan misterius yang dibebaskan dari Penjara Saydnaya di Suriah
- Pemberontak HTS kuasai Damaskus, rumah Assad dijarah warga Apa yang terjadi di Suriah?
Lihat juga Video: Mencekam Orang-orang Bersenjata Menyerang Restoran di Suriah
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu