Jakarta -
Empat hakim menjadi tersangka dalam skandal suap terkait vonis onstslag atau putusan lepas pada perkara korupsi bahan baku minyak goreng. Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai praktik rasuah itu sebagai perbuatan personal bukan institusional.
Hal itu disampaikan Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyikapi skeptisisme masyarakat terhadap peradilan di Indonesia usai penetapan tersangka empat hakim. Dalam perkara suap tersebut ada tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka, tiga di antaranya merupakan hakim dan satu lainnya panitera muda.
"Jadi yang pertama saya mau sampaikan bahwa setiap kasus atau katakanlah perkara yang terjadi, yang dilakukan oleh oknum, tentu ini tidak bisa dipandang sebagai satu perbuatan institusional," kata Harli kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Harli perbuatan itu lebih kepada personel. Sebab, dia meyakini bahwa sistem pengawasan itu sudah dilakukan secara sangat ketat di semua lembaga aparat penegak hukum.
"Tetapi ini lebih kepada perbuatan personal. Karena kami meyakini bahwa di semua lembaga aparat penegak hukum, bahwa sistem pengawasan itu sudah dilakukan secara sangat ketat," ucap Harli.
"Bahwa kemungkinan akan ada kebocoran-kebocoran, mungkin iya. Kenapa? karena ini sangat tergantung terhadap sisi personalitas dari setiap aparat penegak hukum itu sendiri," lanjutnya.
Karena itu, dia mengharapkan masyarakat tidak harus skeptis dan pesimis. Lebih dari itu, Harli menyatakan hal ini menjadi tugas bersama untuk melakukan mitigasi terhadap setiap persoalan yang muncul akibat tindakan-tindakan oknum.
"Ini yang harus kita selesaikan. Supaya apa? Supaya kepercayaan publik itu tetap terjaga," ungkap dia.
Harli menyatakan langkah-langkah yang dilakukan Kejagung sesungguhnya hanya sebagian kecil dari banyak persoalan yang dihadapi. Meski begitu, penetapan tersangka terhadap empat hakim sebagai bentuk adanya kedaulatan hukum di Indonesia.
Terlebih, lanjut Harli, banyak kepentingan masyarakat dari kasus ini. Sebab, minyak mentah atau bahan baku minyak goreng itu adalah kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak.
"Kami sangat melihat bagaimana kepentingan masyarakat juga. Apalagi terkait dengan kasus ini ada sejarahnya. Terkait dengan kebutuhan masyarakat yang sangat begitu mendesak, bahwa perlu ada pemenuhan-pemenuhan dari sisi ekonomi dan ini jaksa hadir di sini," ungkap Harli.
Dalami Peran 7 Tersangka
Harli menuturkan, saat ini penyidik tengah fokus menggali peran tujuh tersangka dalam perkara itu. Penggalian peran sekaligus untuk mematangkan berkas perkara.
"Saat ini penyelidik tentu sedang fokus dalam rangka untuk melihat peran-peran dari ketujuh ini. Jadi istilahnya bagi kami mematangkan sisi pemberkasan atau penelitian terhadap peran dari setiap tersangka," ujar Harli.
Penggalian peran ini dilakukan dengan mendengarkan langsung keterangan para tersangka. Adapun hingga kini sudah ada 14 saksi yang diperiksa penyidik terkait perkara suap ini.
"Pemeriksaan lanjutan dari adanya keterangan-keterangan dari pihak-pihak dari saksi itu sendiri," terang Harli.
"Nah bahwa dalam perkara ini sudah ada 14 saksi yang diperiksa, dan dari 14 itu sudah ditetapkan tujuh dan bahkan sudah dilakukan penahanan terhadap para tersangka," pungkasnya.
Sebelumnya pada Sabtu (12/4) malam, Kejagung resmi menahan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta di kasus dugaan suap vonis onstslag atau putusan lepas pada perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng (goreng). Kejagung mengungkap Arif diduga menerima Rp 60 miliar dalam kasus ini.
Selain itu, ada pula 3 hakim, serta panitera muda pada PN Jakarta Utara dan pengacara yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Majelis hakim saat itu memberikan putusan lepas pada terdakwa korporasi.
Tiga hakim itu adalah hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto. Uang Rp 60 miliar itu kemudian dibagi Arif Nuryanta kepada tiga majelis hakim.
Ketiganya diduga menerima uang suap senilai Rp 22,5 miliar atas vonis lepas tersebut.
Tiga hakim itu bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
(ond/dek)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini