Kardinal Suharyo Cerita Kesederhanaan Paus Fransiskus Tak Tinggal di Istana

7 hours ago 6

Jakarta -

Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo menceritakan kehidupan sederhana mendiang pemimpin tertinggi Gereja Katolik dan Kepala Negara Vatikan Paus Fransiskus. Kesederhanaan itu, kata Kardinal, tercermin tempat tinggal hingga lokasi pemakaman Paus nantinya.

"Jadi bukan hanya ketika beliau masih ada di dunia, tapi bahkan ketika beliau sudah berpulang, tidak ingin upacara pemakamannya itu menampilkan kemegahan," kata Kardinal Suharyo dalam jumpa pers di Graha Pemuda, Gereja Katedral Jakarta, Senin (21/4/2025).

"Mungkin baik kalau masih dikatakan bukan kemegahan tapi keagungan, beda. Keagungan itu justru itulah yang tampak dalam pribadi Paus Fransiskus," lanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, Paus Fransiskus dirasa mulia bukan karena kekuasaan yang dimilikinya, tetapi karena kesederhanaan. Kesederhanaan tersebut laku pilihan Paus Fransiskus.

"Kita semua tahu beliau tidak tinggal di Istana Kepausan, tapi tinggal di Casa Santa Marta. Itu hotel di dalam kota Vatikan, tinggal bersama pelayan-pelayan Vatikan yang tinggal di situ," ungkap Kardinal Suharyo.

Pilihan itu, kata Suharyo, bukan hanya tentang tempat tinggal, melainkan sesuatu yang sangat simbolik. Paus ingin mengubah wajah gereja yang monarki menjadi gereja yang melayani.

"Itu lah yang sungguh-sungguh menarik. Karena di zaman sekarang ketika orang berlomba-lomba, bersaing, untuk mencari kekuasaan, beliau justru sebaliknya. Ingin menunjukkan bahwa jabatan bukan untuk diduduki tapi dipangku. Beda ya, mendukung dan memangku jabatan," jelas dia.

"Beliau ingin dikenal sebagai pelayanan," tambah dia.

Selain itu, Paus Fransiskus, lanjut Kardinal Suharyo, selalu berpihak pada orang-orang yang terpinggirkan. Kardinal menceritakan pelayanan Paus Fransikus pertama kali di luar Vatikan yaitu di pesisir Italia Selatan, tepatnya di Pulau Lampedusa.

"Pulau Lampedusa itu seperti Pulau Galang tahun 70-an di sini, tempat para pengungsi berlabuh. Dari Afrika masuk ke Eropa untuk mencari hidup yang lebih baik," cerita Kardinal Suharyo.

"Tidak semua pengungsi bisa berdarat di Pulau Lampedusa itu, banyak yang tergelam di laut. Maka pada waktu pergi ke sana itu sudah pilihan, keberpihakan. Berpihak kepada saudari-saudara kita pengungsi, mencari hidup yang lebih baik," papar dia.

Di pulau yang berada pada ujung selatan Italia itu, Paus menggelar misa bersama imigran yang menyeberangi laut. Dengan altar sederhana yang hanya menggunakan perahu rusak.

"Ia merayakan ekaristi, ibadah, altarnya itu perahu yang rusak, yang dipakai oleh para pengungsi," tururnya.

"Sama dalam hal yang paling sederhana juga, kalau dia merayakan ulang tahun yang diundang bukan pejabat-pejabat Vatikan. Yang diundang adalah pengemis-pengemis yang kalau malam hari tidur di lapangan Santo Petrus itu," lanjut Kardinal Suharyo.

Tak hanya itu, pakaian dan perlengkapan yang dipakai Paus Fransiskus pun sangat sederhana bagi seorang Kepala Negara Vatikan. Sepatu yang digunakan Paus hanya sepatu hitam biasa.

"Paus itu sepatunya seharusnya merah, tetapi beliau tidak pernah menggunakan sepatu merah. Sepatunya yang biasa-biasa beliau pakai itu," terang Kardinal Suharyo.

"Jadi dari pilihan yang sangat menentukan kehidupan gereja, sampai pilihan pribadi yang sangat pribadi, seperti sepatu, jam tangan dan sebagainya itu, selalu menunjukkan keberpihakan kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung," imbuhnya.

Paus Fransiskus wafat pada Senin (21/4) dalam usia 88 tahun setelah sebelumnya menyapa umat pada hari Paskah. Paus Fransiskus sempat dirawat selama sebulan di rumah sakit karena menderita pneumonia.

(ond/rfs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial