Jaksa Heran Lihat Pleidoi Hakim Heru Pembebas Ronald Tannur: Kontradiktif

13 hours ago 6

Jakarta -

Jaksa heran dengan pembelaan atau pleidoi yang diajukan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, dalam kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Jaksa menyebut pernyataan Heru dalam pleidoinya saling bertentangan atau kontradiktif.

"Dalil yang disampaikan oleh terdakwa tersebut sudah jelas kontradikif karena bagaimana mungkin terdakwa tidak mengetahui apapun terkait dengan penerimaan dan pembagian uang dari saksi Lisa Rachmat, akan tetapi terdakwa justru mengetahui bahwa saksi Erintuah Damanik pada hari Sabtu tanggal 2 Juni 2024 dan hari Sabtu tanggal 29 Juni 2024 telah menemui saksi Lisa Rachmat," kata jaksa saat membacakan replik atas pleidoi Heru di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).

Jaksa mengatakan dalil Heru yang menyebut Erintuah tak berada di Semarang melainkan di Surabaya pada 1 Juni 2024 juga kontradiktif. Jaksa mempertanyakan bagaimana Heru menyebut Erintuah menjual namanya ke Lisa, padahal Heru juga mengatakan Erintuah tidak bertemu Lisa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagaimana mungkin dalam satu waktu terdakwa Heru Hanindyo bisa melihat saksi Erintuah Damanik berada di Surabaya untuk mengikuti upacara dan sekaligus terdakwa Heru Hanindyo mengetahui bahwa saksi Erintuah Damanik sedang berada di Semarang untuk menemui saksi Lisa Rachmat dalam rangka menjual nama terdakwa Heru Hanindyo dan Mangapul untuk kepentingan saksi Erintuah Damanik," ujarnya.

Jaksa mengatakan dalil pembelaan Heru yang mengaku tak tahu terkait pembagian uang suap di ruang kerja hakim Mangapul juga kontradiktif. Jaksa mengatakan Heru mengaku tak berada di Surabaya, tapi dalam waktu bersamaan mengetahui soal pembagian uang suap tersebut.

"Lagi-lagi bersifat kontradiktif karena dalam waktu yang pada saat Terdakwa tidak sedang berada di kota Surabaya tetapi dalam waktu yang sama terdakwa juga mengetahui ada pembagian uang sebesar 140 ribu dolar Singapur yang terjadi di Surabaya," ujar jaksa.

"Menjadi lebih kontradiktif lagi bahwa pada hari Senin tanggal 24 Juni 2024 waktu antara 17 Juni 2024 dan 26 Juni 2024 terdakwa mendalilkan dalam pleidoi Terdakwa sedang berada di kota Palangkaraya," tambahnya.

Jaksa mengatakan bukti-bukti yang diajukan tim penasihat hukum Heru sebagian besar tidak pernah dihadirkan di persidangan. Jaksa menyinggung dalil penasihat hukum Heru yang bersandar pada keterangan Lisa soal tak pernah memberikan uang suap. Jaksa mengatakan jika keterangan itu benar, maka Erintuah dan Mangapul seharusnya tak ragu membantah penerimaan suap tersebut.

"Tetapi faktanya saksi Erintuah Damanik dan saksi Manggapul mengakui telah menerima sejumlah uang dari saksi Lisa Rachmat dan telah beritikad baik menyerahkan uang tersebut kepada penyidik untuk disita sebagai barang bukti," ujarnya.

Jaksa mengatakan pembelaan penasihat hukum Heru soal penyerahan uang dari ibu Ronald, Meirizka Widjaja, ke Lisa sebagai pembayaran jasa hukum dan bukan suap merupakan dalil yang tidak berdasar. Jaksa mengatakan pihaknya telah membuktikan pemberian uang itu sebagai suap serta uang pada safe deposit box (SDB) Heru sebagai hasil tindak pidana tersebut.

"Dalil yang menyatakan bahwa uang dan harta benda yang disimpan oleh terdakwa di rumah dan safe deposit box tidak dapat dibuktikan sebagai hasil suap dan atau gratifikasi oleh jaksa penuntut umum justru telah dapat dibuktikan sebaliknya berdasarkan ketentuan Pasal 12B ayat 1 huruf A Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujarnya.

Jaksa meminta majelis hakim menolak pleidoi Heru dan tim penasihat hukumnya. Jaksa ingin Heru divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

"(Memohon majelis hakim) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Heru Hanindyo oleh karena itu dengan pidana penjara dan pidana denda sebagaimana tersebut pada surat tuntutan pidana penuntut umum," pinta jaksa.

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas I-A Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu," kata jaksa penuntut umum.

Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.

Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap. Jaksa juga telah mengajukan permohonan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.

(mib/haf)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial