Jakarta -
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersikeras meloloskan Harun Masiku untuk bisa lolos sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024. PDIP sempat berkirim surat ke KPU agar Harun diloloskan, namun ditolak.
Harun Masiku merupakan caleg dapil Sumsel 1 pada Pileg 2019. Dia menempati peringkat keenam peraih suara terbanyak dengan perolehan 5.878 suara.
Di atas kertas, pintu Harun Masiku untuk bisa lolos sebagai anggota DPR periode 2019-2024 sudah tertutup. Namun, Hasto Kristiyanto kemudian ikut campur tangan dan bergerilya meloloskan Harun. Langkah pertamanya, Hasto menunjuk Dony Tri Istiqomah selaku tim hukum PDIP untuk melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) dan mengirimkan surat gugatan itu ke KPU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah selaku tim hukum PDIP untuk menjadi kuasa hukum partai dalam mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung RI terhadap ketentuan Pasal 54 ayat 5 huruf k Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tengan Pemungutn dan Perhitungan Suara dalam Pemilihan Umum," kata jaksa KPK membacakan surat dakwaan Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
KPU lalu menerima surat dari MA pada 8 Juli 2019 yang berisi uji materil gugatan PDIP. MA diketahui telah mengabulkan gugatan PDIP yang memuat ketentuan perolehan suara caleg yang meninggal dengan perolehan suara terbanyak menjadi wewenang dan diskresi pimpinan partai politik dalam menentukan caleh pengganti.
Di dapil Sumsel 1 caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak diraih oleh Nazarudin Kiemas. Dia lalu meninggal dunia dan suaranya harus dialihkan ke caleg di bawahnya.
Secara aturan, Harun yang berada di peringkat enam perolehan suara terbanyak harusnya tidak bisa menerima hibah suara Nazarudin Kiemas. Namun, di sini peran Hasto dimulai dengan memutuskan Harun Masiku sebagai caleg pengganti Nazarudin lewat rapat pleno partai yang digelar Juli 2019.
Surat keputusan pleno PDIP itu lalu dikirim ke KPU pada 5 Agustus 2019. KPU merespons dan mengirimkan surat jawaban kepada PDIP pada 26 Agustus 2019.
"Pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," jelas jaksa KPK.
Upaya Hasto tidak berhenti usai adanya penolakan dari KPU. Donny Tri Istiqomah yang telah ditunjuk Hasto membantu pengurusan perkara Harun Masiku ini lalu menemui mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan di gedung KPU pada 31 Agustus 2019.
"Dalam pertemuan tersebut terdakwa menyampaikan informasi bahwa PDIP mengajukan dua usulan ke KPU RI, salah satunya permohonan pergantian caleg terpilih dapil Sumsel 1 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," ujar jaksa KPK.
"Kemudian terdakwa juga memohon agar KPU RI dapat mengakomodasi permintaan terkait Harun Masiku tersebut," sambungnya.
Masih di tanggal 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno penetapan kursi dan calon terpilih hasil Pileg 2019 yang dihadiri para saksi partai politik dan peserta pemilu. Salah satu keputusan rapat pleno itu memutuskan KPU menolak permintaan dari PDIP terkait Harun Masiku.
"Menetapkan caleg terpilih untuk dapil Sumsel 1 adalah Riezky Aprilia bukan Harun Masiku sebagaimana surat dari DPP PDIP dan permintaan terdakwa sebelumnya di ruang kerja Wahyu Setiawan," tutur jaksa.
PDIP lalu meminta fatwa kepada Mahkamah Agung pada 13 September 2019 usai terjadinya perbedaan tafsir antara KPU dan PDIP. Permohonan fatwa dari PDIP itu ditandatangani oleh Hasto Kristiyanto selaku Sekjen partai dan Yasonna Laoly sebagai Ketua DPP PDIP.
Dua politikus PDIP yang telah ditunjuk Hasto untuk membantu mengurus perkara Harun Masiku, Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, kemudian menghubungi mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina pada September 2019. Mereka meminta Agustiani menghubungi mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam membantu pengurusan sengketa status Harun Masiku agar bisa lolos menjadi anggota DPR terpilih.
Jaksa KPK mengungkap ada rentetan komunikasi yang melibatkan Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah dengan Agustiani Tio Fridelina hingga Wahyu Setiawan pada Desember 2019. Komunikasi itu membahas biaya untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih.
"Agustiani Tio menyampaikan kepada Saeful Bahri tentang permintaan dari Wahyu Setiawan sebesar Rp 1 miliar. Kemudian Saeful Bahri melaporkan permintaan Wahyu Setiawan tersebut kepada terdakwa dan terdakwa menyetujuinya," beber jaksa.
Jaksa mengungkap Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku terlibat aktif dalam melakukan penyuapan kepada Wahyu Setiawan. Atas perbuatannya tersebut, Hasto dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(ygs/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu