IOJI Harap Hukum Adat Jadi Inspirasi Aturan Nasional untuk Jaga Lingkungan

3 weeks ago 22

Jakarta -

Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengatakan hukum adat dapat menjadi inspirasi dalam penyusunan aturan nasional untuk menjaga lingkungan. IOJI menilai banyak masyarakat adat yang berhasil menjaga lingkungan dengan menggunakan hukum adat.

Hal itu disampaikan oleh Chief Executive Officer IOJI, Mas Achmad Santosa, dalam diskusi bertajuk 'Nilai dan Praktik Masyarakat Hukum Adat Dalam Penyelamatan Ekosistem Indonesia' di The Ocean Justice House, Jakarta Selatan, Selasa (18/2/2025).

Achmad awalnya mengatakan aturan melindungi lingkungan hidup merupakan persoalan rumit. Dia mengatakan banyak pihak yang menganggap aturan yang sudah ada malah gagal melindungi lingkungan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hukum lingkungan ini sudah banyak komunitas mengatakan gagal di dalam mengatasi sifat keurgenan dan kedaruratan dari alam," ujar Achmad.

Dia mengatakan banyak masyarakat adat yang melakukan praktik merawat lingkungan dengan dasar hukum adat. Dia mengatakan praktik yang hidup di masyarakat adat itu seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi peraturan tingkat nasional dan global.

"Bagaimana ini bisa menginspirasi hukum nasional dan bagaimana bisa menginspirasi hukum regional dan bagaimana bisa menginspirasi hukum internasional ke tingkat global," ujar mantan Plt Pimpinan KPK ini.

Dia mengatakan masyarakat adat juga menghadapi tantangan dalam menjaga lingkungan mereka. Dia mengatakan masyarakat adat saat ini berupaya mempertahankan nilai-nilai dan praktik kehidupan yang positif tetap terjaga.

Kisah Masyarakat Ada di Sulsel dan Maluku Lindungi Ekosistem

Diskusi ini juga menghadirkan masyarakat Kajang yang berada di Tanatoa, Bulukumba, Sulawesi Selatan, untuk berbagi kisah melindungi lingkungan mereka. Masyarakat adat Kajang memegang teguh ajaran leluhur yang disebut 'Pasang Ri Kajang' yang berarti pesan di Kajang.

"Pasang Kajang ini artinya pesan atau hukum yang masih berlaku sampai hari ini yang memang tidak bisa dilanggar oleh masyarakat adat. Karena Pasang ini menjadi pedoman hidup yang tertinggi di masyarakat adat Kajang yang sampai hari ini masih kita junjung tinggi," kata Perwakilan Perempuan Adat Tanatoa Kajang, Ramlah.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Ramlah menyebut masyarakat Kajang belum bisa menerima peradaban luar. Bagi mereka, hidup sederhana seperti leluhur lebih baik dibandingkan dengan hidup modern.

Ramlah mengatakan banyak pesan cara hidup sederhana, menjaga hutan, hingga bagaimana hubungan dengan Tuhan dan sesama. Jika aturan itu dilanggar, maka akan ada sanksi adat.

Dia mengatakan masyarakat Kajang menganggap hutan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Dia menyebut masyarakat Kajang terus berusaha melestarikan hutan dengan aturan-aturan adat seperti larangan menebang pohon, berburu satwa, merusak rumah lebah, bahkan mencabut rumput.

"Di sana itu warga masyarakat adat yang ada di Kajang itu memang masih patuh terhadap aturan-aturan adat yang ada di sana. Masyarakat adat itu sudah tahu di dalam pasang bahwa hutan itu adalah selimutnya dunia, itu yang perlu dijaga," paparnya.

Masyarakat adat Haruku di Maluku Tengah juga berbagi kisah mereka menjaga lingkungan lewat 'Sasi' atau larangan mengambil hasil bumi dalam jangka waktu tertentu. Sosok yang bertanggung jawab untuk mengelola pranata ini adalah Kewang.

"Kalau ini (alam) tidak dijaga, kita tidak rapat dengan baik dan tidak jaga dengan baik, maka satu waktu nanti, kita termasuk, ya, orang yang paling miskin di dunia. Karena penduduk kita kecil, cuma hanya 11 kampung," kata Kepala Kewang Adat Haruku, Eliza Marten Kissya.

"Kalau banyak-banyak kita tidak menjaga sumber daya alam ini dengan baik, maka kita tidak akan bertahan. Maka anak cucu kita akan kelaparan, nanti besok dan lusa," sambungnya.

Atas dedikasinya Eli meraih penghargaan Kalpataru 2022 kategori pembina lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Eli menegaskan dirinya dan masyarakat adat Haruku akan sekuat tenaga menjaga lingkungan demi masa depan anak cucu mereka.

"Kalau tambang jadi dikelola, awas masyarakat jangan diusir. Ini adalah kendaraan saya. Terus saya menyatakan kepada mereka bahwa kalau sudah dikasih Kalpataru untuk penyelamatan lingkungan, kenapa dikasih lagi tanah untuk merusak lingkungan. Ini sih dua hal yang berbeda dan dua hal yang sangat tidak masuk akal. Sudah dapat penyelamatan lingkungan, dikasih tanah untuk merusak lingkungan," tuturnya.

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial