Impian Integrasi Transportasi Pasca Suramadu

2 weeks ago 11

Jakarta - Jembatan Suramadu, sejak diresmikan pada 2009, digadang-gadang sebagai katalisator transformasi besar-besaran untuk Madura. Setelah lebih dari satu dekade, kehadirannya telah membuka akses yang lebih luas bagi penduduk Madura ke Surabaya dan sebaliknya, mendorong pertumbuhan ekonomi serta mempercepat mobilitas lintas wilayah. Namun, terdapat impian yang masih belum terealisasikan: sistem transportasi terintegrasi di Madura.

Transportasi yang terintegrasi bukan hanya soal kemudahan perjalanan dari satu titik ke titik lain, melainkan simbol kemajuan peradaban. Beberapa daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Yogyakarta, atau Palembang, telah menjadikan transportasi publik sebagai fondasi konektivitas dan penggerak ekonomi.

Harapan dan Realitas

Idealnya, integrasi transportasi publik yang efektif harus terhubung dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. Sistem transportasi yang demikian memungkinkan wisatawan dapat menjelajahi berbagai destinasi wisata tanpa hambatan. Bahkan, siswa-siswi pun dapat berangkat dan pulang dengan nyaman, tanpa harus menempuh perjalanan yang melelahkan.

Transportasi informal seperti angkot dan ojek sebenarnya mencerminkan kebutuhan riil masyarakat akan fleksibilitas transportasi di daerah. Kedua moda transportasi ini dapat diintegrasikan ke dalam transportasi yang lebih modern, misalnya dengan menetapkan trayek yang jelas, menyediakan pelatihan bagi pengemudi, dan menerapkan sistem pembayaran digital.

Jika tidak demikian, masalah praktis yang mempengaruhi pengalaman penumpang bisa muncul. Contohnya, penumpang angkot yang dipindahkan dari satu kendaraan ke kendaraan lain di tengah perjalanan. Meskipun terlihat sepele, waktu yang terbuang dalam situasi ini bisa sangat berharga bagi penumpang.

Hambatan Kebijakan dan Sosial

Kurangnya prioritas kebijakan menunjukkan minimnya perhatian pemerintah terhadap rencana strategis ini. Padahal, transportasi pubik dapat meningkatkan produktivitas, terutama di wilayah dengan infrastruktur terbatas seperti Madura. Namun demikian, selain tantangan kebijakan dan infrastruktur, aspek sosial juga bisa muncul dari resistensi sopir angkot yang merasa dirugikan oleh sistem transportasi terintegrasi.

Misalnya, dalam kasus TransJatim di Jawa Timur, sopir angkot mengeluh karena layanan tersebut menawarkan tarif lebih murah, yang berdampak pada penurunan jumlah penumpang. Situasi ini dapat dimaklumi mengingat pekerjaan itu masih jadi mata pencarian utama bagi sebagian. Oleh karena itu, perlu ada integrasi yang menguntungkan bagi semua pihak terkait, termasuk sopir angkot.

Meskipun demikian, permasalahan transportasi ini bukan tanpa solusi. Kesadaran masyarakat yang rendah, keterbatasan anggaran, dan minimnya infrastruktur perlu diatasi. Meski prosesnya bertahap, pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret.

Mengapa Transportasi Terintegritas Penting?

The European Local Transport Information Servive (ELTIS) mendefinisikan integrasi transportasi sebagai proses yang bertujuan untuk menjadikan perjalanan menggunakan berbagai moda transportasi menjadi lebih nyaman dan efisien. Namun demikian, ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga keadilan. Empat kabupaten di Madura harus memiliki kemajuannya setara. Konektivitas moda transportasi publik yang baik akan mengurangi adanya kesenjangan antarwilayah.

Sejalan dengan itu, Badrun Susantyo, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyatakan bahwa sistem transportasi terintegrasi menjamin kelancaran suatu moda transportasi ke moda lainnya. Selain itu, sistem ini juga untuk mengurangi isolasi wilayah. Selama ini, terdapat bias perkotaan dalam pembangunan infrastruktur, yang menyebabkan dampak lebih besar di wilayah perkotaan dengan pedesaan. Bagi Madura, ini berarti bahwa tanpa investasi infrastruktur yang baik, wilayah tersebut akan terus tertinggal dari wilayah yang lebih maju seperti Surabaya.

Langkah Strategis Pemerintah

Madura mungkin belum memiliki seluruh potensi untuk mewujudkan sistem transportasi yang lebih baik. Namun, setidaknya ada beberapa langkah strategis yang bisa diambil oleh pemerintah. Pertama, mengintegrasikan transportasi lokal dan antarkabupaten. Kedua, melakukan digitalisasi sistem transportasi untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan transportasi dengan harga yang transparan. Ketiga, mengedukasi masyarakat bahwa angkutan umum bukan sekadar alat transportasi, tetapi juga bagian dari solusi terhadap masalah sosial dan ekonomi.

Jauh sebelum wacana pembangunan rel listrik (KRL), telah ada rencana reaktivasi jalur kereta api, kepastian tersebut tersemat dalam amanat Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019. Reaktivasi ini akan menjadi langkah strategis untuk menghidupkan kembali moda transportasi massal yang efisien. Rencana tersebut perlu disambut baik karena akan memberikan lebih banyak opsi moda transportasi bagi masyarakat Madura.

Ikhtiar pembentukan Madura sebagai provinsi baru harusnya dimulai dengan pembangunan infrastruktur yang merata, termasuk infrastruktur transportasi. Jika tidak demikian, ketimpangan Madura dan daerah sekitarnya akan menghambat pada pembangunan berkelanjutan di wilayah tersebut.

Akhirnya, jika pemerintah serius menjadikan Madura sebagai pusat pertumbuhan baru, kini saatnya mewujudkan konektivitas yang dapat menghubungkan antarwilayah. Untuk itu, dibutuhkan komitmen dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat Madura sendiri. Transportasi terintegrasi adalah keniscayaan, bukan kemewahan.

Moh Efendi peneliti Lembaga Pusat Riset ACCESS, mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Fisipol UGM

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial