Jakarta -
Dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul, divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta terkait suap vonis bebas Ronald Tannur. Majelis hakim menolak permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Erintuah dan Mangapul.
"Menimbang bahwa majelis hakim menolak terkait pengajuan diri terdakwa menjadi saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator dalam mengungkap dan menuntaskan perkara a quo," kata ketua majelis hakim Teguh Santoso saat membacakan pertimbangan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
Hakim menyatakan jaksa tidak menyebutkan Erintuah memberikan bukti signifikan dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur. Hakim menyatakan jaksa juga tak menyatakan dapat mengungkap peran pihak lain dari kesaksian Erintuah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengingat jaksa penuntut umum dalam tuntutannya telah menuntut terdakwa Erintuah bersama sama dengan Heru Hanindyo dan Mangapul telah menerima pemberian atau janji berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan 308 ribu dolar Singapur," kata hakim.
"Dan jaksa penuntut umum dalam tuntutannya tidak menyatakan bahwa terdakwa Erintuah telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana korupsi secara efektif, mengungkap pelaku pelaku lainnya yang memiliki peran yang lebih besar dan atau mengembalikan aset-aset hasil tindak pidananya," tambah hakim.
Hakim menyatakan pemindahan penahanan Erintuah dan Mangapul bukan menjadi kewenangan majelis. Hakim mengatakan Erintuah dan Mangapul harus mengikuti aturan pemindahan pelaksanaan pidana sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Permasyarakatan yaitu melalui Direktur Jenderal Permasyarakatan.
Erintuah dan Mangapul diketahui mengajukan permohonan justice collaborator dalam kasus ini. Erintuah juga memohon agar dapat menjalani pidana di Lapas Kedungpane, Semarang, sementara Mangapul di Lapas Tanjung Gusta, Medan.
Erintuah dan Mangapul mengaku ingin menjalani pidana dekat dengan keluarganya yang tinggal di Semarang dan Medan. Keduanya juga mengatakan dalam kondisi sakit.
Dalam kasus ini, jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas I-A Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 5 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu," kata jaksa penuntut umum.
Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.
Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap.
Jaksa juga telah mengajukan permohonan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.
(mib/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini