Gugat 5 Pasal UU Hak Cipta, Ariel Cs Bicara Diskriminasi Pembayaran Royalti

4 hours ago 5

Jakarta -

Ariel Noah dan 28 musisi Indonesia menggugat lima pasal di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Ariel cs menilai lima pasal yang digugat itu memuat aturan yang bersifat diskriminatif kepada sebagian musisi Indonesia.

Kelima pasal yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu masing-masing pada Pasal 9 ayat 3, Pasal 23 ayat 5, Pasal 81, Pasal 87 ayat 1, dan Pasal 113 ayat 2. Kubu Ariel cs lewat tim pengacaranya menyinggung penafsiran di Pasal 9 ayat 3 UU Hak Cipta kerap kali dilakukan secara keliru.

Aturan pasal itu memuat ketentuan larangan bagi setiap orang melakukan penggunaan komersial sebuah karya tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta. Ariel cs mengatakan aturan itu bertentangan dengan Pasal 23 ayat 5 dan Pasal 87 ayat 4 UU Hak Cipta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bahwa bunyi Pasal 9 ayat 3 UU Hak Cipta yang mengatur larangan penggunaan ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta pada praktiknya sering menimbulkan penafsiran keliru. Kekeliruan penafsiran tersebut telah menimbulkan perilaku diskriminatif berupa pelarangan bagi pelaku pertunjukan tertentu oleh pencipta lagu untuk membawakan lagu-lagu ciptaannya," kata tim pengacara pemohon di sidang MK, Kamis (24/4/2025).

"Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk dapat mengabulkan permohonan a quo dan menyatakan Pasal 9 ayat 3 UU Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penggunaan komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari pencipta dan pemegang hak cipta dengan kewajiban untuk tetap membayar royalti atas penggunaan secara komersial ciptaan tersebut," sambungnya.

Kubu Ariel cs juga menjelaskan alasan menggugat Pasal 81 UU Hak Cipta. Aturan itu diketahui memuat ketentuan direct license atau izin langsung dalam penggunaan sebuah karya.

Pemohon menilai direct licence justru akan menyulitkan pelaku pertunjukan yang baru memulai kariernya untuk mendapatkan lisensi performing rights atau hak pertunjukan. Aturan itu justru hanya akan menguntungkan bagi musisi yang memiliki popularitas tinggi.

"Bahwa terhadap kelompok masyarakat yang melakukan penafsiran dan penerapan Pasal 81 UU Hak Cipta secara berketidakadilan untuk mengakomodasi direct license untuk lisensi performing rights atau hak pertunjukan, penerapan direct license akan menyulitkan bagi pelaku pertunjukan yang baru berkembang untuk dapat mengakses lisensi performing rights," terang pemohon.

"Kesulitan akses tersebut diakibatkan penentuan tarif royalti direct licensing yang dilakukan berdasarkan hasil negosiasi perjanjian yang acuannya adalah kehendak subjektif pencipta. Hal tersebut membuat royalti pada lagu-lagu populer ciptaan komposer terkenal memiliki tarif yang mahal dan menjadi diskriminatif karena hanya menguntungkan pelaku pertunjukan yang bermodal besar," sambungnya.

Ariel cs juga menanggap muatan Pasal 81 UU Hak Cipta ini bertentangan dengan Pasal 23 UU Hak Cipta.

"Penafsiran pasal 81 UU Hak Cipta dianggap dapat mengakomodasi direct licensing juga menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian akrena pasal 23 ayat 5 UU Hak Cipta memperbolehkan pelaku pertunjukan membawakan suatu karya tanpa izin terlebih dahulu asalkan membayar royalti terhadap pencipta atau pemegang cipta melalui LMKN atau LMK," terang pemohon.

Total ada tujuh petitum yang disampaikan Ariel cs dalam gugatannya ke MK, berikut rinciannya:

1. Menerima dan mengabulkan pengujian Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang diajukan pemohon untuk seluruhnya

2. Menyatakan pasal 9 ayat 3 UU RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, dengan kewajiban untuk tetap membayar royalti atas penggunaan secara komersial ciptaan tersebut.

3 Menyatakan Pasal 23 Ayat 5 UU Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai frasa "setiap orang" bisa dimaknai sebagai orang atau badan hukum sebagai penyelenggara acara pertunjukan, kecuali ada perjanjian berbeda dari pihak terkait mengenai ketentuan pembayaran royalti dan sepanjang dimaknai pembayaran royalti yang dapat dilakukan sebelum dan sesudah penggunaan komersial suatu ciptaan di pertunjukan.

4. Menyatakan Pasal 81 UU RI Nomor 81 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai bahwa karya yang memiliki hak cipta yang digunakan secara komersial dalam pertunjukan tidak perlu lisensi dari pencipta, dengan kewajiban membayar royalti untuk pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

5. Menyatakan Pasal 87 Ayat 1 UU Hak Cipta inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait melakukan mekanisme lain untuk memungut royalti secara non-kolektif dan/atau memungut secara diskriminatif.

6. Menyatakan ketentuan huruf f Pasal 113 Ayat 2 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum.

7. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia

(ygs/dhn)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial