Jakarta -
Keputusan mantan Jubir KPK Febri Diansyah menjadi tim pengacara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuai kecaman. Mantan penyidik senior KPK, Praswad Nugraha, menilai pilihan Febri itu seperti mengabaikan upaya dan teror yang dialami tim KPK saat akan menangkap Hasto dan Harun Masiku dalam operasi tangkap tangan (OTT) tahun 2020 yang berakhir gagal.
"Perlu diingat bahwa yang bersangkutan mengetahui peristiwa OTT terhadap Harun Masiku yang gagal di PTIK malam itu, bagaimana situasi teror yang dialami tim penyelidik dan penyidik KPK di lapangan, diintervensi dan bahkan dicoba untuk dikriminalisasi dan difitnah saat sedang melaksanakan salat di Masjid PTIK," kata Praswad kepada wartawan, Jumat (14/3/2025).
Praswad mengatakan Febri seharusnya selektif dalam memilih perkara karena riwayatnya sebagai mantan insan KPK akan melekat. Dia mempertanyakan integritas Febri saat menjadi pengacara Hasto yang tengah tersandung korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praswad juga menyindir rekam jejak Febri sebagai pengacara. Dia menyindir kasus Hasto menambah daftar tersangka korupsi yang pernah dibela Febri.
"Langkah Febri Diansyah yang memiliih menjadi kuasa hukum Hasto Kristiyanto menambah daftar jejak Febri Diansyah dalam keberpihakannya kepada para tersangka korupsi. Setelah sebelumnya dirinya juga pernah berhadapan dengan KPK di pengadilan saat menjadi kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo yang berakhir dengan terbukti bersalah," jelas Praswad.
Menurut Praswad, Febri juga tidak pernah menjadi penyelidik dan penyidik saat masih bertugas di KPK. Dia yakin kehadiran Febri tidak akan membawa keuntungan dalam upaya pembelaan Hasto dalam melawan alat bukti yang telah ditemukan KPK.
Lebih lanjut Praswad menyesalkan langkah Febri dalam membela tersangka korupsi. Praswad menilai Febri seharusnya memiliki tanggung jawab moral dalam mendukung pemberantasan korupsi sebagai mantan pegawai KPK.
"Meskipun saudara Febri Diansyah tidak pernah menjabat sebagai penyidik KPK dan tidak pernah menyusun konstruksi pembuktian perkara selama bekerja di KPK, namun yang bersangkutan tetap memiliki kewajiban moral untuk tidak menggunakan predikat mantan pegawai sebagai tiket untuk membela koruptor demi kepentingan pribadi," tutur Praswad.
Sidang dakwaan Hasto Kristiyanto hari ini digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Jaksa KPK mendakwa Sekjen PDIP itu merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020.
"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buronan.
"Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 (lima puluh tujuh ribu tiga ratus lima puluh dollar Singapura) atau setara Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022," kata jaksa.
(ygs/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu