Eks Penyidik KPK Anggap Kasus Suap Pejabat OKU Modus Lama Begal Anggaran

16 hours ago 7

Jakarta -

KPK mengungkap tiga anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) yang menjadi tersangka suap dan pemotongan anggaran proyek menagih fee ke Kadis PUPUR OKU menjelang Lebaran. Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo menilai korupsi yang dilakukan pejabat OKU menggunakan modus lama.

"Apresiasi KPK berhasil membongkar perkara suap antara pihak Pemda, DPRD dan Swasta di OKU. Menurutnya ini walau pemainnya baru, namun modus korupsinya gaya lama di daerah untuk memainkan anggaran rakyat," kata Yudi kepada wartawan, Senin (17/3/2025).

Menurutnya, modus lama itu dimulai dari DPRD yang menggunakan kewenangan mereka untuk mengesahkan APBD tahun berjalan dan bersepakat dengan pihak pemda karena saling menguntungkan. Kemudian, lanjutnya, dicarilah anggaran OPD terbesar, dalam kasus ini adalah Dinas PUPR karena diyakini mark up bisa besar-besaran untuk proyek fiktif renovasi, pembangunan gedung, hingga pengerjaan jalan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dicari pengusaha atau swasta yang mau jadi bohir atau pihak penyedia uang agar mau memberi sejumlah uang untuk DPRD dan tentu saja pihak Pemda juga tidak mau tidak untung," jelasnya.

"Selanjutnya Bohir bisa mengerjakan sendiri dengan perusahaannya, atau mencari bendera perusahaan lain atau pihak ketiga yang mau mengerjakan sehingga dia hanya menjadi calo anggaran sehingga hasil proyek yang dikerjakan sudah bisa ditebak entah itu mangkrak ataupun pembangunannya tidak sesuai kualitas," sambungnya.

Yudi memandang, KPK perlu mengembangkan perkara tersebut berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh. Menurutnya, seorang kepala dinas tak mungkin bergerak sendiri tanpa persetujuan atasannya, yakni Bupati OKU.

"Karena dari logika hukum dan pengalamannya, kepala dinas PUPR tidak akan bergerak sendiri tanpa perintah atau paling tidak persetujuan atasan yaitu Bupati," tegasnya.

Begitu pula dengan DPR, Yudi meyakini ikatan antara pimpinan dan anggota dewan kuat sekalipun berasal dari partai politik berbeda. Menurutnya, kasus korupsi serupa juga terjadi di sejumlah daerah.

"Kalau ada yang tidak kebagian atau istilahnya hujan tidak merata, pasti teriak. Kasus korupsi massal DPRD seperti di DPRD Sumut, Seluma, dan Malang," ujarnya.

Terakhir mantan ketua Wadah pegawai KPK ini menyatakan bahwa seharusnya kasus ini contoh bagi Pemerintah Daerah dan juga DPRD, termasuk pengusaha untuk tidak melakukan korupsi karena cepat atau lambat pasti terkuak.

Seperti diketahui, tiga anggota OKU yang menjadi tersangka suap dan pemotongan anggaran proyek menagih fee ke Kadis PUPR OKU menjelang hari raya Idul Fitri. Ternyata, permintaan fee itu terjadi sehari usai KPK memberi peringatan kepada para penyelenggara negara.

Sebagai informasi, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di OKU. Mereka ialah:

- Ferlan Juliansyah (FJ) selaku Anggota Komisi III DPRD OKU

- M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU

- Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU

- Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU

- M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta

- Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku Swasta

KPK menyebut tiga anggota DPRD OKU itu menagih fee proyek yang telah disepakati sejak Januari 2025 ke Nopriansyah karena sudah mendekati Lebaran. Nopriansyah pun menjanjikan fee yang diambil dari sembilan proyek di OKU tersebut cair sebelum Lebaran.

"Menjelang hari raya Idul Fitri pihak DPRD yang diwakili oleh saudara FJ (Ferlan Juliansyah) yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian saudara MFR (M Fahrudin), kemudian saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh saudara NOP akan diberikan sebelum hari raya Idul Fitri," ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan ke Anggota DPRD OKU.

Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK pun mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.

Menurut KPK, OTT itu terjadi sehari setelah KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya atau SE nomor 7 tahun 2025. KPK pun menganggap kelakuan para tersangka itu ironi.

"Hal ini menjadi ironis, di saat sehari sebelumnya KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya (SE Nomor 7 Tahun 2025)," ujar tim Jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (17/3/2025).

(taa/aud)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial