Duka Lara Calon Abdi Negara

5 hours ago 3

Ilustrasi : Edi Wahyono

Selasa, 18 Maret 2025

Prima—bukan nama sebenarnya—masih ingat betul euforia saat namanya muncul dalam daftar calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang lolos seleksi. Dia bekerja sebagai tenaga kontrak di sebuah kementerian di Jakarta Selatan selama lima tahun sebelum memutuskan mengikuti seleksi CPNS 2024. Dengan gaji pokok yang hanya setara upah minimum regional Jakarta, ia harus bekerja sampingan sebagai ojek online dan freelance desain grafis agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.

"Kalau dibilang cukup, jauh dari kata cukup," kata pria berusia 30 tahun ini kepada detikX pekan lalu.

Sebagai honorer, jam kerja resmi Prima seharusnya pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Namun ia mengaku sering telat pulang dan lanjut pekerjaan sampingan.

"Ya setelah pulang, kan terus misal jam 6 atau setengah 7 baru pulang, saya istirahat sebentar, setengah jam atau 1 jam di kos, terus saya berangkat ngojek atau kerja sampingan jam 8 sampai jam 12 malam. Hampir tiap hari," ujarnya.

Pekerjaan sampingan itu juga membawa risiko bagi kesehatannya. "Saya sempat (mengalami) saraf kejepit, di bagian leher. Itu penyebabnya terlalu sering naik motor. Jadi kan di satu posisi yang sama," ungkapnya.

Ketika dinyatakan lolos CPNS, Prima merasa lega. Ia mulai menyusun rencana jangka panjang, termasuk menikah dan mengambil kredit pemilikan rumah (KPR).

"Jangka panjang sih sudah ada, rencana ya beli rumah, KPR gitu, terus ya perbaiki ekonomi orang tua," katanya.

Harapan itu pupus saat pemerintah mengumumkan penundaan pengangkatan CPNS. Keputusan ini membuatnya harus menunda pernikahan, yang sebelumnya direncanakan tahun ini.

"Ya akhirnya di-pending dulu semua rencananya, karena ya takut nanti pas nikah malah membebani salah satu pihak," katanya.

Bukan hanya rencana pernikahan yang terdampak, tetapi juga kondisi finansialnya. Kini satu-satunya sumber pendapatan Prima hanyalah dari pekerjaan paruh waktu dan ojek daring, yang penghasilannya tidak menentu.

Potret Prima saat menjalani pekerjaan sampingan sebagai sopir ojek daring.
Foto : Istimewa

"Kalau buat menutupi sehari-hari sih bisa, tapi kalau buat nabung, susah banget. Sekarang ngojek itu pendapatan nggak mesti, daya beli masyarakat turun, potongan dari afiliator sekarang udah lumayan besar, bonus syaratnya susah," jelasnya.

Penundaan pengangkatan juga memengaruhi rencana Lebaran Idul Fitri. Sebagai anak pertama, Prima biasanya pulang ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga. Namun tahun ini ia harus melewatkan momen tersebut karena kondisi keuangan yang terbatas.

"Lebaran terpaksa nggak pulang karena masalah tiket sudah nggak affordable ya. Jadi rencana Lebaran pas hari-H nanti saya full bakal ngojek dari siang sampai malam buat cari tambahan THR, THR dalam artian bener duit dari customer ya buat kerja gitu, bukan THR dari kantor," ujarnya.

Bagi Prima dan ribuan CPNS lain yang terdampak, ketidakpastian kebijakan ini sangat merugikan. Ia berharap pemerintah lebih konsisten dalam menjalankan aturan yang telah dibuat.

"Penginnya konsisten dengan apa yang dibuat ya, karena kan udah dituntun dari awal bahwa timeline-nya sudah ada. Kami yang CPNS-nya diharuskan bener-bener disiplin on time dan mengikuti peraturan, tapi kok pemerintah sendiri dengan enaknya mengubah aturan tanpa alasan yang masuk akal," tegasnya.

Nasib serupa juga dialami Nina—bukan nama sebenarnya—perempuan 23 tahun asal Semarang. Setelah berhasil lolos seleksi CPNS, Nina dengan yakin mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai tenaga outsourcing di salah satu perusahaan provider di Indonesia.

Namun keputusan yang tampaknya tepat itu kini berujung kebingungan. Pemerintah mengumumkan penundaan pengangkatan CPNS, membuat banyak calon ASN seperti Nina berada dalam ketidakpastian finansial dan mental.

Sebelum dinyatakan lolos CPNS, Nina bekerja sebagai tenaga outsourcing selama satu tahun lima bulan. Pekerjaan itu berbasis kontrak tahunan, tanpa jaminan perpanjangan.

"Sebenarnya daftar CPNS itu tuh karena termasuk itu ya Kak, slow living. Terus termasuk salah satu pekerjaan yang kita tuh nggak memikirkan takut di-cut off, apa takut di-lay off tiba-tiba, sama kalau perusahaan swasta kan kayak gitu ya, Kak," ujarnya.

Gaji sebagai tenaga outsourcing berkisar Rp 3,2 juta per bulan, sudah termasuk tunjangan dan uang support. Dari jumlah itu, sebagian kecil disisihkan untuk membantu ibunya.

Sejumlah honorer melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Kota Banjar, Senin (10/3/2025). Mereka menolak penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK hasil seleksi 2024..
Foto : Dadang Hermansyah/detikJabar

"Semi-sandwich, jadi harus bantu orang, kasih uang," kata Nina.

Ketika dinyatakan lolos CPNS, ia pun mengajukan resign sesuai aturan, yaitu memberitahukan satu bulan sebelumnya. Nina terakhir bekerja pada 3 April 2025, dengan harapan segera mengikuti tahapan pengangkatan sebagai ASN. Namun rencana itu berantakan setelah pemerintah mengumumkan penundaan pengangkatan CPNS.

Penundaan ini menimbulkan beban berat bagi Nina. Ia telah memperkirakan tabungannya cukup untuk bertahan hingga menerima gaji pertamanya sebagai ASN.

"Jelas banyak rencana yang batal. Soalnya, saya juga baru kerja kan 1 tahun 5 bulan nih, tabungan kan juga nggak sebanyak itu, ditambah lagi saya dulu masih punya cicilan motor," katanya.

Menurut Nina, banyak CPNS yang sudah merencanakan biaya hidup selama pelatihan. Beberapa dari mereka mendengar pelatihan bisa diadakan di Jakarta. Tentunya memerlukan biaya tambahan untuk makan dan tempat tinggal.

"Nah, kalau di Jakarta kan butuh biaya dong, karena katanya makan sama indekos tuh nggak ditanggung," ungkapnya.

Selain itu, gaji pertama ASN biasanya baru cair setelah beberapa bulan bekerja, sering kali dirapel dua hingga enam bulan setelah pelantikan. Tanpa kepastian jadwal pengangkatan, tabungan yang ia siapkan bisa terkuras habis lebih cepat dari perkiraan.

"Pengunduran jadwal ini tuh benar-benar bikin berubah semua. Soalnya, mama saya sudah tidak kerja," kata Nina.

Situasi semakin sulit karena permintaannya menunda resign tidak bisa dikabulkan. Bahkan perusahaan tempatnya bekerja telah mendapatkan pegawai pengganti.

Begitu juga Haris—bukan nama sebenarnya—seorang calon aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah, tak menyangka keputusannya mundur dari pekerjaan sebelumnya justru membawanya ke situasi tak menentu.

Demonstrasi CASN dan PPPK menolak penundaan pengangkatan di kantor DPRD Kota Bima, NTB, Senin (10/3/2025).
Foto : Rafiin/detikBali

Setelah melalui proses seleksi panjang sejak pertengahan tahun lalu, pria 34 tahun ini akhirnya dinyatakan lulus dan bersiap menjalani tahap akhir pengangkatan sebagai ASN. Namun harapan itu tertunda.

Haris memutuskan mendaftar sebagai CPNS di KPU Jawa Tengah untuk posisi penyusun materi hukum. Ia mengikuti serangkaian tes mulai September hingga November 2023. Akhirnya pada Januari 2024 namanya muncul dalam daftar peserta yang lolos seleksi.

Keputusan besar pun ia ambil. Sebagai penerjemah profesional di sebuah perusahaan swasta, ia merasa perlu segera mengundurkan diri agar tidak terjadi konflik waktu dengan proses pengangkatan ASN, yang diperkirakan berlangsung pada Maret 2024.

“Iya, karena berdasarkan timeline yang ada di situsnya KPU, itu kan nomor induk pegawai kita itu akan disetujui itu paling lambat 23 Maret,” jelasnya.

Atas pertimbangan itu, ia berkonsultasi dengan HRD kantornya. Ia pun menyepakati tanggal efektif pengunduran dirinya per 28 Februari agar hak gajinya tetap penuh hingga akhir bulan.

Namun keputusan itu bukannya tanpa konsekuensi. Sapto kehilangan kesempatan mendapatkan tunjangan hari raya (THR). “Iya, sialnya itu. Karena kan informasinya dadakan juga ya,” katanya dengan nada pasrah.

Kini ia menghadapi tantangan baru. Tanpa penghasilan tetap, ia mulai beralih menjadi penerjemah lepas sambil mengandalkan penghasilan istrinya, yang berprofesi sebagai dosen di Yogyakarta.

“Iya, dari istri, sama ya sisa-sisa pesangon itu. Cuma, kan, masa mengandalkan penghasilan istri,” ujarnya.

Bukan hanya Haris, Prima, dan Nina terdampak. Ribuan CASN di berbagai instansi kini harus mencari cara untuk bertahan dalam ketidakpastian. Mereka yang telah mengundurkan diri dari pekerjaan lama kini berada dalam situasi sulit tanpa sumber penghasilan tetap.

Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial