Jakarta -
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan janji kampanye dan program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Program ini pada dasarnya menyasar para siswa di sekolah dasar-menengah, dengan harapan dapat memberikan gizi terbaik bagi generasi penerus bangsa. Selain itu, program ini juga dimaksudkan untuk mempercepat perputaran ekonomi di lapisan akar rumput, sehingga mampu berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di angka 8 persen.
Pelaksanaan program MBG melibatkan berbagai pihak, termasuk koordinasi antar pemerintah pusat-daerah serta kerja sama dengan sektor privat melalui BUMN-BUMD dan pihak lainnya. Namun sayangnya dalam mendukung program ini, kebutuhan beras sebagai sumber pangan utama disiapkan melalui skema impor. Hal ini dikarenakan Indonesia belum mencapai swasembada beras sejak era Reformasi. Data yang dirilis BPS menyebutkan pada 2024, impor beras meningkat sekitar 47,38 persen atau mencapai 4,52 juta ton, menjadikannya angka tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.
Kebijakan impor beras menjadi langkah strategis di tengah penurunan produksi beras pada 2024. Data BPS memperkirakan produksi beras Indonesia pada 2024 untuk konsumsi pangan penduduk hanya sekitar 30.34 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 757.13 ribu ton atau 2.43 persen apabila dibandingkan produksi beras pada 2023 sebesar 31.10 juta ton.
Menurunnya produksi beras dalam negeri tentu tidak akan mampu mendukung program MBG secara berkelanjutan. Apabila pemerintah tidak memfokuskan pengembangan melalui kebijakan afirmatif di sektor hulu, maka program MBG yang memiliki tujuan mulia untuk menyongsong generasi emas akan terus terikat dengan impor beras.
Selain menurunnya produksi beras nasional, hasil publikasi BPS pada 2024 menyatakan bahwa kondisi sektor hulu pertanian Indonesia juga sedang tidak baik-baik saja. Luasan panen padi pada 2024 diperkirakan sekitar 10,05 juta hektare, mengalami penurunan sebanyak 167,25 ribu hektare atau 1,64 persen dibandingkan luas panen padi di 2023 yang sebesar 10,21 juta hektare, bahkan turun lebih jauh dibandingkan luas panen pada 2022, yaitu 10.45 juta hektare.
Luasan lahan panen yang terus mengalami penurunan dikarenakan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan infrastruktur lainnya. Diperlukan regulasi khusus untuk melindungi lahan-lahan pertanian dari ancaman alih fungsi lahan semakin masif. Regulasi ini harus mampu memastikan bahwa setiap jengkal lahan pertanian dipertahankan untuk mendukung swasembada pangan, menjaga ekosistem agraria, dan melindungi masa depan generasi penerus bangsa dari krisis pangan global.
Popularitas Beras
Saat ini popularitas beras sebagai bahan pokok utama sangatlah masif, bahkan ada frasa "belum makan kalau belum makan nasi" --ungkapan tersebut sangat akrab di kalangan masyarakat Indonesia. Frasa ini mencerminkan budaya yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok utama dan tak tergantikan dalam banyak keluarga. Ungkapan ini juga menunjukkan kuatnya ketergantungan terhadap nasi, yang pada akhirnya menantang upaya diversifikasi pangan di Indonesia.
Tingginya popularitas beras sebagai sumber pangan utama masyarakat Indonesia tercermin dalam data Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS pada 2022, yang mencatat bahwa 98,35% rumah tangga di Indonesia mengonsumsi beras. Menurut Irawan (2023), dominasi beras dalam pola konsumsi karbohidrat masyarakat tidak lepas dari kebijakan afirmatif yang diterapkan oleh pemerintah.
Program MBG tidak hanya bertujuan untuk memastikan anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi terbaik, tetapi juga membuka peluang untuk mengenalkan keberagaman sumber pangan lokal. Dalam upaya menciptakan ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan, program ini memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan pada beras sebagai sumber karbohidrat utama.
Urgensi Diversifikasi
Diversifikasi pangan merupakan salah satu langkah strategis untuk menciptakan pola konsumsi yang lebih sehat sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional. Alternatif sumber pangan seperti kentang, ubi, sagu, dan jagung memiliki potensi besar untuk menggantikan ketergantungan pada beras. Bahan-bahan ini tidak hanya kaya akan nutrisi dan mudah dibudidayakan di berbagai wilayah Indonesia, tetapi juga mengandung karbohidrat yang setara dengan nasi dengan kadar gula yang lebih rendah, sehingga lebih baik bagi kesehatan.
Urgensi diversifikasi pangan semakin nyata mengingat tingginya prevalensi diabetes di Indonesia. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak, yaitu 19,5 juta orang pada 2021, yang diprediksi akan meningkat menjadi 28,6 juta pada 2045. Kondisi ini menjadikan diabetes sebagai ancaman serius yang mendapat perhatian khusus dari Kementerian Kesehatan, mengingat dampaknya yang luas sebagai "ibu dari segala penyakit."
Diversifikasi pangan menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko diabetes sekaligus menciptakan pola konsumsi pangan yang lebih sehat dan beragam bagi masyarakat. Diversifikasi ini tidak hanya mendukung kesehatan para generasi muda, tetapi juga memberdayakan petani lokal, mengurangi beban impor beras, dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan mengintegrasikan sumber daya lokal ke dalam program, MBG dapat menjadi solusi yang tidak hanya bermanfaat bagi generasi muda, tetapi juga bagi perekonomian petani dan keberlanjutan lingkungan.
Melalui MBG dengan memanfaatkan keberagaman sumber karbohidrat utama juga dapat mempromosikan diversifikasi pangan sejak dini kepada generasi muda. Diversifikasi pangan dapat mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber karbohidrat saja, seperti beras, sehingga secara tidak langsung dapat memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan memanfaatkan berbagai sumber pangan lokal, risiko kelangkaan pangan akibat gagal panen atau gangguan pasokan dapat diminimalkan.
Perencanaan yang Matang
Selain menyediakan makanan bergizi, MBG dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran generasi muda dan masyarakat umum tentang pentingnya diversifikasi pangan. Kampanye yang melibatkan siswa dan masyarakat luas tentang manfaat kesehatan dan keberlanjutan bahan pangan lokal dapat menciptakan perubahan budaya konsumsi yang lebih sehat dan beragam di masa depan.
Diversifikasi pangan tidak hanya memberikan alternatif karbohidrat bagi masyarakat, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam menciptakan pola makan sehat di kalangan anak-anak. Dengan mengintegrasikan bahan pangan lokal seperti ubi, sagu, dan jagung ke dalam menu program MBG, siswa dapat diperkenalkan pada sumber makanan yang lebih sehat dan kaya nutrisi sejak dini.
Selain itu, melalui diversifikasi pangan lokal dalam setiap menu MBG, juga memberikan dampak ekonomi bagi petani lokal di daerah. Pemerintah dapat menjadikan program ini sebagai sarana memperkuat ketahanan pangan dengan memberdayakan sektor pertanian lokal, menciptakan pasar baru bagi hasil panen mereka, dan mendorong perputaran ekonomi di tingkat akar rumput.
Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, diversifikasi sumber karbohidrat dalam program MBG memiliki potensi besar untuk mendukung pembangunan ketahanan pangan nasional sekaligus meningkatkan kesehatan generasi muda. Namun, keberhasilan program ini memerlukan perencanaan yang matang, dukungan kebijakan yang berpihak pada sektor pangan lokal, serta partisipasi aktif dari berbagai pihak.
Ricky Noor Permadi Analis Kebijakan Ahli Pertama Puslatbang KDOD LAN RI
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu