Grup jejaring sosial Facebook bernama 'Fantasi Sedarah' masih diusut Polda Metro Jaya. Desakan dari berbagai pihak pun bermunculan yang mendorong aparat kepolisian segera menangkap pelaku di balik grup tersebut.
Grup FB bernama 'Fantasi Sedarah' itu ramai dibicarakan di media sosial X hingga menjadi pembahasan di Instagram. Warganet membagikan tangkapan layar sejumlah isi percakapan grup tersebut yang mengarah ke inses atau seks sedarah.
Grup itu disebut memiliki ribuan anggota pengguna Facebook. Cerita-cerita dalam grup tersebut disebut menjijikkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah, kami sudah melakukan proses penyelidikan sejak minggu lalu," ujar Direktur Siber Polda Metro Jaya, Kombes Roberto Pasaribu saat dimintai konfirmasi oleh detikcom, Jumat (16/5).
Roberto memastikan akun tersebut saat ini telah ditutup. Polisi berkoordinasi dengan Meta serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk melacak admin grup tersebut.
"Ini kami intensif berkoordinasi dengan Meta dan Komdigi," ujarnya.
DPR Minta Pelaku Ditindak Tegas
Ahmad Sahroni. (Dok. Pribadi)
"Kapolri wajib ditindak tegas sesegera mungkin, ini sudah bahaya dan harus dihentikan. Kapolri harus perintahkan anggotanya tangkap semua yang terlibat," kata Sahroni saat dihubungi, Jumat (16/5).
Sahroni mendesak aktivitas grup itu dihentikan. Menurutnya, anggota grup dapat dipidana jika terdapat bukti-bukti kuat.
"Karena dilakukan dengan terbuka bisa dipidanakan dengan bukti-bukti yang kuat," ujarnya.
Sahroni meminta agar masyarakat berpikir jernih dalam bertindak di ruang publik. Dia menilai keberadaan grup itu telah membahayakan masa depan bangsa.
"Ini sangat menjijikkan. Karenanya saya minta Polisi dan Komdigi telusuri dan tindak para pengelola maupun anggota grup kotor tersebut," ujarnya.
"Kalau tidak kita hentikan dan sampai fantasinya jadi kenyataan, ini akan menyebabkan pidana kekerasan seksual yang luar biasa menghancurkan korban. Jadi mereka harus dicari, dan dibina secara psikologis, dan kita hentikan mereka sebelum kejadian," imbuh dia.
Kecaman Kementerian PPPA
Titi Eko Rahayu. (Dok. Istimewa)
Kemen PPPA mengaku telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri terkait kasus ini. Grup tersebut dinilai mengandung unsur eksploitasi seksual dan meresahkan masyarakat.
"Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut. Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari dampak buruk konten menyimpang," ujar Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu, dalam keterangannya, Sabtu (17/5).
Titi menilai diskusi di antara anggota grup tersebut telah memenuhi unsur tindak kriminal. Para anggota diduga menyebarkan konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau eksploitasi seksual.
Menurutnya, polisi dapat menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat," ujar Titi.
Titi juga mendorong Facebook untuk tanggap dan cepat merespons apabila terdapat konten eksploitasi seksual atau yang membahayakan perempuan dan anak.
"Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih," tegasnya.
Ia menambahkan, kasus ini menjadi pengingat pentingnya edukasi menyeluruh tentang literasi digital dan seksualitas yang sehat. Keluarga berperan sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak-peran yang tak bisa digantikan oleh teknologi digital.
"Kemen PPPA bersama lembaga swadaya masyarakat, dinas PPPA daerah, dan para relawan rutin melakukan kampanye literasi digital untuk anak dan orang tua agar lebih bijak serta waspada dalam penggunaan media sosial," katanya.
"Untuk itu, kami tidak henti-hentinya mendorong dan mengedukasi para orang tua agar mendiskusikan aturan penggunaan internet dan mengenalkan anak pada cara melaporkan konten yang tidak sesuai," ungkap Titi.
Kemen PPPA memiliki kanal pengaduan melalui layanan call center SAPA 129 dan WhatsApp 08111-129-129. Masyarakat dapat melapor jika menemukan kasus eksploitasi seksual, kekerasan terhadap anak perempuan dan anak, serta aktivitas mencurigakan di ruang digital
PBNU Desak Pelaku Ditangkap
Ahmad Fahrur Rozi. (Faiq Azmi/detikcom)
"Sudah seharusnya aparat kepolisian mengusut dan menindak tegas pelakunya dan siapa saja yang mendorong untuk melakukan hubungan tersebut melalui cerita atau media sosial lainnya," kata Gus Fahrur kepada wartawan, Sabtu (17/5).
Gus Fahrur menyebut agama Islam melarang keras hubungan inses atau hubungan sedarah. Menurutnya, dalam Alquran diatur bahwa siapa pun haram dinikahkan karena hubungan sedarah.
Begitu juga dalam hukum perkawinan di Indonesia yang melarang perkawinan inses, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan.
"Itu hubungan tidak sehat yang sangat berbahaya secara medis dan merusak moral bangsa, sangat tidak beradab," tegasnya.
(wnv/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini