Cerita Kombes Deonijiu, Polisi yang Sempat Jadi Tukang Tambal Ban-Sopir Angkot

6 hours ago 4

Jakarta -

Kepala Biro Operasi Polda Nusa Tenggara Timur (Karo Ops Polda NTT), Kombes Deonijiu de Fatima, disebut sosok sederhana dan berintegritas. Perwira menengah Polri yang kini mengisi posisi pejabat Utama Polda NTT pernah bekerja sampingan menjadi tukang tambal ban dan sopir angkot, di luar jam dinas.

Dia diusulkan sebagai kandidat Hoegeng Awards 2025. Pengusul, Andi, mengatakan Deonijiu juga membantu anak-anak dari NTT.

"Beliau menjadi tukang ban saat jam kerjanya selesai. Juga membawa anak-anak orang NTT, ditampung dan dibiayain menggunakan uang yang memang dari hasil kerja kerasnya, tidak mau dari uang-uang selain dari hasil keringat sendiri. Walaupun dia perwira, ia melakukan pekerjaan-pekerjaan itu," kata Andi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu Sangpahot David Siregar (45) mengaku kenal Deonijiu sejak 2002. Pedagang asal Tapanuli Utara ini mengatakan satu kampung dengan istri Deonijiu.

David pertama kali merantau ke Jakarta, menumpang tinggal dengan Deonijiu. David bercerita awalnya dia pikir Deonijiu adalah polisi yang kaya harta, lantaran di kampungnya dikenal suka menolong warga yang susah. David sempat kaget saat melihat kehidupan Deonijiu di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat (Jabar).

"Jadi keluarga saya dan saya pribadi juga minta tolong ke mertuanya (Deonijiu) untuk kerja. Saat itu kami diperkenankan untuk datang (ke rumah Deonijiu). Keadaan hidupnya sederhana, pertama kita merasa sungkan sebenarnya. Waktu itu beliau masih di Kelapa Dua, bayangan kita seorang polisi itu wow, Ternyata begitu melihat beliau ala kadarnya," cerita David.

David mengatakan kala tinggal bersama Deonijiu, makanan sehari-hari keluarga itu adalah singkong dan tempe. Deonijiu saat itu berpangkat ajun komisaris polisi.

"Waktu saya tinggal sama beliau pangkat waktu itu (pangkat) kapten, AKP-lah ya, tahu nggak makanannya setiap hari? Singkong rebus, kalau nggak digoreng, sama tempe goreng makanan paling favoritnya itu, nggak bisa lepas itu," kata David.

David menaruh kagum pada Deonijiu karena meski kehidupannya sangat sederhana di kota, namun bisa membantu orang-orang di kampung. "Saya kalau mau cerita beliau itu, gimana ya, kadang mau nangis, saking hidupnya sederhana. Bukan cuma kita doang yang dibantu, orang lain yang susah, beliau tahu, sangat-sangat inilah," sambung David.

David yang sempat tinggal dua tahun dengan Deonijiu pun dicarikan pekerjaan, diberikan pinjaman uang. Kebaikan di tengah kondisi ekonominya yang pas-pasan dari seorang Deonijiu membuat David semakin paham sosok polisi alumnus Akademi Kepolisian Tahun 1996 ini.

"Tinggal bareng sama beliau itu ada kurang lebih dua tahun, terus beliau juga yang cariin kerja buat saya. Macam-macamlah, karena memang nasib saya yang kayak gini. Pertama diusahakan masuk, karena latar belakang saya juga, dibantu beliau masuk perusahaan. Saya dibantu sampai ngutang beliau, minjam bank. 'Gimana caranya jangan cuma saya doang yang makan', kayak gitu kalau saya menilai beliau," tutur David.

David menuturkan pernah bertanya pada Deonijiu mengenai kehidupannya yang sederhana, atau berbeda dari polisi perwira pada umumnya. "Manusia hidup bukan karena makanan saja, tapi karena firman Tuhan'," kata David menirukan jawaban Deonijiu. Setelah mendengar perkataan itu, David tak bertanya lebih lanjut lagi.

David menuturkan dengan jabatan-jabatan yang pernah diemban, bisa saja Deonijiu berada di kondisi kaya raya. Namun David meyakini Deonijiu tak pernah mau bertindak di luar aturan.

"Beliau itu tidak mau, kalau bahasanya embel-embelnya nggak mau yang suka miring-miring gitu. Beliau selalu di garis yang tepat, sesuai protokol, kalau sepengetahuan kami ya, mengikuti undang-undang yang beliau jalankan. Karena kami melihat kalau memang benar-benar beliau itu serakah, udah kaya raya kali kan, ini kan beliau sederhana," ungkap David.

David pun sempat merasa iba dengan Deonijiu yang hingga 2019 masih tinggal di rumah kontrakan. Namun lanjut David, Deonijiu mengatakan padanya soal mengucap syukur.

"Benar-benar ngontrak, makanya kadang kasihan banget Om ini, sudah pangkat begitu tapi masih aja ngontrak. Kita ngelihat saja sedih. Apa dia bilang? 'Ya kita syukurin saja, suatu saat pasti dikasih Tuhan'," cerita David.

Deonijiu, kepada detikcom pada Selasa (8/4/2025), mengatakan pola pikirnya adalah hidup di kota besar harus penuh perjuangan. Perjuangan yang dimaksud adalah bekerja dengan menahan rasa lelah, rasa sakit. Dia menegaskan tak pernah gengsi.

"Kalau kita minta-minta kan tidak mungkin, minta ke siapa? Kita hanya mengharapkan gaji. Kita yang harus berjuang dan bekerja keras dong kalau hidup di kota besar. Hidup di kota besar itu kalau kita kerja keras, susah, sakit, dan capek, tidak boleh gengsi. Di situ kita hidup, saya berprinsip bahwa jangan gengsi," kata dia.

Rezeki Halal Menjadikan Hidup Berkualitas

Deonijiu lalu menekankan soal rezeki halal. Dia juga mengungkit ikrar kepolisian bahwa jabatan tak untuk kepentingan diri sendiri.

"Menghindari pelanggaran, kalau kita cari uang yang tidak halal kan tentunya akan sangat bertentangan dengan jiwa kita. Saat menjadi polisi kan kita disumpah, ikrar. Bahwa kita mementingkan kepentingan negara daripada pribadi atau golongan," tuturnya.

"Hindari perbuatan-perbuatan tercela yang merugikan diri sendiri maupun negara. Sehingga dengan dedikasi, intregritas, dan loyalitas pada negara, melalui pengabdian kita, melalui institusi Polri," sambung dia.

Kapolres Metro Tangerang Kota, Kombes Deonijiu De Fatima mengamankan lokasi bentrok ormas di CiledugFoto: Kombes Deonijiu De Fatima saat menjabat Kapolres Metro Tangerang Kota. (Khairul Ma'arif/detikcom)

Menurut Deonijiu, orang yang mengutamakan gengsi berpotensi berpikir negatif. Hal itulah yang ditegaskan selama ini oleh dia kepada istri dan anak-anaknya.

"Orang yang gengsi akan dengan sendirinya berpikir negatif. Sehingga kita harus berpikir positif, tidak merugikan orang atau dinas, kita mengorbankan tenaga dan pikiran kita untuk mencari tambahan yang halal. Dari semua yang halal itu, kita jugas harus mengajarkan kepada keluarga untuk jangan gengsi," ungkap dia.

Dia menyampaikan dengan melepas gengsi maka hidup akan apa adanya. Deonijiu percaya rezeki halal akan menghasilkan hidup seseorang yang berkualitas.

"Kita harus menerima keadaan kita sehingga kita dapat berjuang untuk hidup dan memenuhi kebutuhan. Apalagi untuk menghidupi dan menyekolahkan anak harus menggunakan uang-uang yang halal, sehingga mereka bisa menjadi orang-orang yang berkualitas," ujar dia.

Karo Ops Polda NTT Kombes Pol Deonijiu De Fatima memberi keterangan kesiapan pengamanan AMMTC ke-17 di Labuan Bajo, Jumat (18/8/2023). (Ambrosius Ardin)Foto: Karo Ops Polda NTT Kombes Pol Deonijiu De Fatima memberi keterangan kesiapan pengamanan AMMTC ke-17 di Labuan Bajo, Jumat (18/8/2023). (Ambrosius Ardin)

Putus Sekolah, Jadi Tenaga Bantuan TNI

Deonijiu mengaku dia berasal dari keluarga miskin di lereng gunung, Timor Leste (dulu Bernama Timor Timur-red). Dia putus sekolah saat gejolak Timor Timur di pertengahan tahun 90'an, dan akhirnya bekerja sebagai tenaga bantuan operasi TNI (saat itu ABRI-red) dan harus tinggal di hutan bersama para prajurit yang beroperasi.

"Saya dari orang yang tidak punya, orang bumi. Saya asal dari Timor Leste, orang lereng gunung, orang paling terbelakang. Orang tua kami dulu petani, kami 11 bersaudara. Jadi sejak gejolaknya Timor Leste, kita memang mengalami kehidupan yang sulit," jelas Deonijiu.

Selama empat tahun bersama tantara membuat Deonijiu ingin mengabdi pada negara. Dia pun ikut seleksi masuk Akabri.

"Setelah Timor Leste masuk Indonesia, mengalami krisis yang sulit. Kemudian setelah itu saya harus sekolah dengan keterbatasan, putus sekolah, pernah menjadi tenaga bantuan operasi tentara selama 4 tahun, hidup saya di hutan bersama tantara," cerita alumnus Akpol Tahun 1996 polisi yang hampir sepanjang kariernya bertugas di Korps Brimob Polri.

Lakoni Tambal Ban-Sopir Angkot

Deonijiu menuturkan kondisi ekonomi yang pas-pasan saat lulus Akpol, mendorong dirinya untuk mencari rezeki tambahan. Dia menjual motor untuk modal buka usaha tambal ban yang dia lakoni sendiri.

"Kesulitan dalam segi ekonomi. Kita hanya mengharapkan gaji, terkadang kita makan di koperasi karena kekurangan. Sehingga saya membuka tambal ban, karena dulu saya pernah bekerja di tukang bengkel tambal ban saat SMA. Jadi saya memiliki keterampilan, akhirnya saya bisa membuka tambal ban dengan modal saya, kredit motor saat sudah lunas saya jual," cerita Deonijiu.

Deonijiu mengingat saban malam mengoperasionalkan angkot milik temannya saat dia melanjutkan sekolah di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK). Dengan narik angkot, dia mengatakan kebutuhan buku sekolah tertutupi.

"Mobil itu punya teman. Pagi-siang hari dia pakai untuk angkut-angkut sayur di Pasar Induk, malamnya kami dipinjami. Kami kenal akrab. Dia bilang, 'Daripada menganggur, ya sudah silahkan kalian menarik menggunakan mobil ini, agar bisa membeli buku dan fotokopi'," kata Deonijiu menirukan kembali ucapan kawan lamanya.

Deonijiu juga menggandeng temannya untuk menjualbelikan kayu-kayu kas kemasan barang-barang impor. Dia menjelaskan kayu peti kemas memiliki kualitas bagus, sehingga dapat dijual kembali untuk rezeki tambahan.

"Kalau mengumpulkan material bangunan itu saat saya sudah pindah menjadi Wadanyon di Polda Metro, tempatnya di Cikarang. Jadi selama dua tahun saya setiap malam mengumpulkan limbah-limbah material, bersama teman-teman yang mempunyai izin ke pabrik-pabrik atau perusahaan. Kita kerja malam mengumpulkan material yang bisa kita jual sehingga mendapat uang dan dibagi. Bekas bongkaran mesin-mesin kiriman dari luar, itu kayunya bagus-bagus," terang Deonijiu.

Pekerjaan ini dilakoninya dari pangkat ipda hingga kompol. Dia pun mengolah penghasilannya hingga dapat membuka usaha toko obat.

"Waktu saya AKP pun, setelah saya selesai sekolah STIK, saya dan istri membuka toko obat karena istri merupakan seorang asisten famasi, dia memiliki ide untuk membuka toko obat. Jadi kami berjualan obat-obatan di Cileungsi, Bogor," ucap Deonijiu.

Usai lepas dinas saat itu, ia kulakan obat-obat di Pramuka dan Jatinegara. "Bersama istri saya, hujan-hujanan atau kepanasan, berbelanja di Jatinegara, baru setelah itu dibawa ke toko obat untuk dijual," tambah dia.

(aud/knv)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial