Jakarta -
Bulan Ramadan bagi umat Islam merupakan waktu yang penuh berkah, refleksi diri, serta peningkatan ibadah. Namun, tahun ini Ramadan datang beriringan dengan tantangan alam yang tidak bisa diabaikan: cuaca ekstrem yang berpotensi memicu bencana hidrometeorologi di berbagai daerah di Indonesia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini terkait intensitas curah hujan tinggi, angin kencang, hingga potensi banjir dan tanah longsor di sejumlah wilayah. Fenomena ini perlu mendapat perhatian serius, terutama dalam kaitannya dengan aktivitas masyarakat yang meningkat selama bulan suci, termasuk saat sahur, berbuka puasa, hingga kegiatan ibadah malam seperti tarawih.
Cuaca ekstrem yang terjadi bukanlah sekadar kejadian alamiah, tetapi juga berkaitan erat dengan perubahan iklim yang semakin nyata. Perubahan pola cuaca ini memberikan dampak signifikan terhadap keseharian masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana. Sebagai contoh, di beberapa wilayah pesisir seperti Jakarta, Semarang, dan Medan, ancaman banjir rob semakin meningkat. Curah hujan tinggi yang terjadi bersamaan dengan pasang laut membuat air meluap dan menggenangi pemukiman, menyulitkan warga dalam menjalankan ibadah dengan tenang.
Kasus lain terjadi di Kabupaten Lebak, Banten, di mana banjir bandang pada awal Maret 2025 telah menghancurkan ratusan rumah dan memaksa warga mengungsi. Kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena wilayah-wilayah tersebut masih dalam potensi tinggi terkena dampak cuaca ekstrem hingga akhir bulan ini. Mitigasi bencana dalam menghadapi cuaca ekstrem pada bulan Ramadan menjadi semakin penting.
Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar. Salah satu langkah mitigasi yang bisa dilakukan adalah memperkuat sistem peringatan dini dan kesiapsiagaan bencana, khususnya di daerah yang berisiko tinggi. BMKG telah menyediakan informasi cuaca secara real-time melalui berbagai platform, seperti aplikasi InfoBMKG dan media sosial, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi terkini terkait kondisi cuaca.
Selain itu, pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan kapasitas infrastruktur drainase dan kanal air untuk mengurangi risiko banjir. Seperti yang telah dilakukan di beberapa daerah di DKI Jakarta, proyek revitalisasi sungai dan waduk mampu mengurangi genangan air dalam waktu yang lebih cepat. Namun, daerah-daerah lain yang memiliki risiko serupa juga perlu menerapkan kebijakan yang sama agar dampak dari curah hujan tinggi dapat diminimalkan.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mitigasi. Langkah sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan dapat mencegah tersumbatnya saluran air yang sering kali menjadi penyebab utama banjir di perkotaan. Kesadaran untuk menjaga lingkungan, terutama dalam bulan Ramadan yang sering kali diiringi dengan peningkatan konsumsi dan produksi limbah rumah tangga, harus lebih diperhatikan. Jika tidak dikelola dengan baik, tumpukan sampah dapat memperburuk dampak dari cuaca ekstrem yang sedang berlangsung.
Dari perspektif Islam, mitigasi bencana juga sejalan dengan ajaran yang menekankan keseimbangan dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Al-Quran mengajarkan bahwa manusia memiliki amanah untuk menjaga bumi (QS. Al-A'raf: 56), dan eksploitasi alam yang berlebihan tanpa mempertimbangkan dampaknya dapat berujung pada bencana. Islam juga mengajarkan konsep tawakal, yakni berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal dalam menghadapi berbagai tantangan.
Dalam konteks mitigasi bencana, tawakal berarti tidak hanya pasrah terhadap keadaan, tetapi juga berusaha sebaik mungkin dalam mengantisipasi dan mengurangi dampaknya. Salah satu contoh praktik mitigasi yang sesuai dengan ajaran Islam adalah konsep gotong royong dalam membantu sesama yang terkena dampak bencana. Pada bulan Ramadan, di mana semangat berbagi semakin meningkat, masyarakat dapat berpartisipasi dalam berbagai bentuk bantuan, seperti menyediakan makanan sahur dan berbuka bagi korban bencana, membantu dalam evakuasi, hingga berkontribusi dalam donasi untuk pemulihan daerah terdampak.
Islam juga mengajarkan pentingnya persiapan dalam menghadapi berbagai situasi, termasuk bencana. Nabi Yusuf AS dalam kisahnya di Al-Quran (QS. Yusuf: 47-49) memberikan contoh bagaimana sebuah negara dapat mempersiapkan diri menghadapi masa sulit dengan menyimpan cadangan pangan. Prinsip ini dapat diterapkan dalam kehidupan modern dengan memastikan ketersediaan bahan pokok yang cukup, terutama di daerah yang sering terdampak bencana. Kesiapan logistik, terutama dalam menghadapi Ramadan di tengah cuaca ekstrem, sangat penting agar masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sementara itu, dari sisi kebijakan, pemerintah perlu mengintegrasikan mitigasi bencana ke dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan. Program penanggulangan bencana harus menjadi bagian dari perencanaan kota dan tata ruang, bukan sekadar respons darurat saat bencana terjadi. Contohnya, pembangunan rumah tahan gempa dan sistem peringatan dini yang lebih canggih dapat mengurangi risiko korban jiwa dan kerugian material.
Edukasi masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana harus lebih digalakkan. Kegiatan sosialisasi yang melibatkan tokoh agama dan pemuka masyarakat dapat menjadi cara efektif dalam menyebarkan informasi penting mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum, saat, dan setelah bencana terjadi. Masjid dan lembaga keagamaan bisa menjadi pusat informasi sekaligus tempat penampungan sementara bagi warga yang terdampak bencana.
Dengan adanya langkah-langkah mitigasi yang tepat dan kesadaran kolektif dari semua pihak, masyarakat dapat menghadapi tantangan cuaca ekstrem dengan lebih siap dan tangguh. Ramadan seharusnya menjadi momen refleksi, bukan justru terhambat oleh bencana yang sebenarnya bisa diminimalisir dampaknya. Oleh karena itu, mari bersama-sama meningkatkan kesiapsiagaan dan kepedulian terhadap lingkungan, agar ibadah di bulan suci ini tetap dapat dijalankan dengan khusyuk dan aman.
Randi Syafutra dosen Prodi Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu