Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menjadi sorotan. Beda-beda pandangan kini mencuat terkait apakah direksi BUMN yang melakukan tindak pidana, termasuk korupsi, kebal hukum atau tidak.
Pasal dalam UU BUMN yang mengarah pada potensi kebal hukum yakni tercantum dalam pasal 9G Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Berikut bunyi pasalnya:
Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diksi bukan penyelenggara negara ini yang akhirnya memunculkan pandangan bahwa direksi-direksi BUMN yang korupsi atau merugikan negara tidak bisa dijerat hukum. Namun demikian, sejumlah pihak punya pandangan yang berbeda terkait diksi pada pasal tersebut.
Ada yang menganggap direksi BUMN tetap bisa dipidana atau dihukum. Namun, ada sebagian yang pesimistis dengan diksi tersebut.
Pukat UGM Khawatir UU BUMN Bikin KPK Tak Bisa Jerat Korupsi
Foto: Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman (dok. pribadi)
"Kalau ini bukan penyelenggara negara artinya tidak bisa ditangani oleh KPK," peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman kepada wartawan, Rabu (6/5).
"Yang saya khawatirkan KPK tidak bisa tangani untuk Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi bagi insan BUMN maupun pasal lainnya," imbuhnya.
Zaenur menilai berubahnya status direksi-komisaris BUMN yang kini bukan lagi penyelenggara negara bisa menimbulkan ketidakpastian. Aturan dalam UU BUMN itu, kata Zaenur, bertabrakan dengan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
"Berubahnya status penyelenggara negara pada BUMN, ini punya konsekuensi beberapa hal yang pertama bisa menimbulkan ketidakpastian yaitu ini kan bertabrakan di dalam norma dalam UU Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari KKN, di dalam UU Nomor 28 99 salah satu penyelenggara negara adalah komisaris ada direksi dari BUMN," ujarnya.
Zaenur melihat dalam UU BUMN baru itu, pengurus BUMN bisa terbebas dari kewajiban untuk melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Padahal, kata Zaenur, melaporkan harta kekayaan sangat penting untuk mencegah korupsi.
"Kalau dalam UU Nomor 1 2025 disebut bukan penyelenggara negara, maka para pengurus BUMN bisa terbebas dari kewajiban untuk lapor LHKPN," ujarnya.
"Kita tahu ya bahwa laporan LHKPN itu sangat penting sebagai instrumen pencegahan korupsi," tambahnya.
Ketua KPK: Sejumlah Pasal UU BUMN Batasi Kewenangan Usut Korupsi
Foto: Setyo Budiyanto (Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
"KPK memaknai ada beberapa ketentuan yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam keterangan tertulis, Rabu (7/5).
Setyo mengatakan, aturan terkait direksi BUMN itu bertentangan dengan ruang lingkup Penyelenggara Negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta Penjelasannya dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). KPK, kata Setyo, berpedoman pada aturan terkait penyelenggara tersebut.
"Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999," ucap dia.
Setyo juga menyinggung Pasal 4B UU BUMN yang berkenaan dengan kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara serta Pasal 4 ayat 5 mengenai modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN. Dia mengatakan ada putusan MK yang mengakhiri polemik kekayaan negara yang dipisahkan.
"Putusan MK Nomor 48/PUU-XI/2013 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan Putusan MK Nomor 59/PUU-XVI/2018 dan Nomor 26/PUU-XIX/ 2021 menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan," kata dia.
"Telah diputuskan oleh Majelis Hakim MK bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negara," tambahnya.
Dengan itu, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN juga merupakan kerugian keuangan negara yang padanya dapat dipidanakan. Pidana dapat dikenakan selama adanya unsur perbuatan melawan hukum.
"Misalnya diakibatkan adanya fraud, siap, tidak dilakukan dengan iktikad baik, terdapat konflik kepentingan, dan lalai mencegah timbulnya keuangan negara, yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN," ucapnya.
"Artinya, KPK bisa menangani kasus korupsi di BUMN jika ada penyelenggara negara, ada kerugian keuangan negara, atau keduanya," lanjut Setyo.
DPR/MPR Tegaskan Direksi BUMN Tak Kebal Hukum
Foto: Ilustrasi Gedung DPR (Andhika/detikcom)
Wakil Ketua Komisi VI DPR Andre Rosiade membantah anggapan salah satu pasal di Undang-Undang BUMN kontradiktif dengan aturan di peraturan yang lain. Andre menyebut direksi BUMN tak kebal hukum.
"Jadi gini. Intinya apa? Memang direksi BUMN ya, jadi direksi BUMN tidak kebal hukum. Kalau ada pelanggaran pidana dan juga korupsi tentu aparat hukum bisa memprosesnya. Jadi itu yang perlu dipahami. Itu satu," kata Andre di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (8/5).
Kemudian, Wakil Ketua MPR RI Fraksi PAN, Eddy Soeparno, senada dengan Andre Rosiade. Ia mengatakan UU BUMN yang telah disahkan oleh DPR tak semata-mata membuat direksi kebal hukum.
"Menteri Hukum kan sudah mengatakan, kalau memang ada unsur yang jelas-jelas mengarah kepada korupsi, tidak di BUMN sekalipun, di manapun bisa (ditindak). Jadi saya kira secara institusi, kelembagaan, kan UU BUMN kan sudah mengatur sedemikian rupa agar ke depannya BUMN yang saat ini di bawah Danantara itu bisa memiliki fleksibilitas," kata Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (8/5).
Selain itu, Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP Mufti Anam juga punya pandangan yang sama. Ia menilai penindakan hukum tetap dapat dilakukan jika ada dugaan tindak pidana korupsi di BUMN.
"Penindakan hukum tetap bisa dilakukan jika memang terjadi fraud dan tindak pidana korupsi," kata Mufti kepada wartawan, Jumat (9/5).
Begitu pula, Anggota Komisi VI DPR RI, Sartono Hutomo. Ia memandang dalam UU BUMN tak ada impunitas bagi jajaran direksi.
"BUMN tunduk pada hukum yang berlaku, direksi bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan dan bisa dimintai pertanggungjawaban jika melakukan pelanggaran hukum. Dalam UU BUMN tidak ada impunitas. Siapa yang salah harus diusut terhadap hukum dan aturan yang berlaku," kata Sartono kepada wartawan.
(maa/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini