Jakarta -
Perwakilan advokat anti-premanisme, Appe Hutauruk, meminta DPR mendesak pemerintah membubarkan ormas-ormas yang meresahkan. Appe mengusulkan DPR meminta pemerintah menindak tegas perilaku premanisme.
Hal itu disampaikan Appe dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi III DPR RI di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025). Rapat tersebut dipimpin oleh Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Bimantoro Wiyono.
"Kita harus peduli dan kami berharap pertemuan ini bukan sekadar dagelan politik atau pentas aksi kebohongan, kegunaan ini harus dibicarakan secara eksplisit, serius dan mendalam," kata Appe.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Appe mengatakan saat ini banyak aksi premanisme yang mengamputasi hak-hak warga negara. Terlebih, kata dia, aksi premanisme itu juga kerap menghalangi warga menyampaikan pendapat dalam bentuk demo.
"Negara atau pengusaha atau kelompok tertentu sering juga menggunakan jasa premanisme untuk memberangus itu. Kita harus jujur, bahkan lebih dari itu pemerintah suka menjalankan jasa premanisme ketika ada kelompok-kelompok yang mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah," jelasnya.
Dia juga menyoroti aksi premanisme yang menghalangi pihak-pihak tertentu untuk beribadah. Padahal, kata dia, negara telah menjamin kebebasan beribadah untuk warganya.
"Perlu dibuat suatu regulasi yang jelas apalagi ini menyangkut masalah freedom of diligence, orang bagaimana kemudian menjalankan ibadah kalau diganggu," ujarnya.
Dia pun mengusulkan agar DPR dapat meminta pemerintah membubarkan ormas-ormas yang meresahkan. Selain itu, mengusulkan agar aparat negara yang berafiliasi dengan premanisme untuk dipecat.
"Kami mendesak supaya DPR sebagai representasi kedaulatan rakyat itu menyampaikan, mendesak pemerintah, menindak tegas seluruh aksi premanisme yang memiliki label atau latar belakang apapun tanpa terkecuali itu permintaan kami. Kemudian segera membubarkan ormas-ormas atau LSM yang melakukan aktivitas premanisme," ungkapnya.
"Memecat aparatur negara atau pejabat publik yang berafiliasi dan atau membekingi ormas-ormas dalam bentuk apa pun juga," imbuh dia.
Perwakilan advokat lainnya, Petrus Bala Pattyona, juga mengusulkan agar ormas-ormas yang merusak ketertiban dibekukan. Menurutnya, dalam Pasal 69 UU Ormas, pemerintah memiliki kewenangan membekukan ormas yang meresahkan.
"Saya kira keberadaan ormas itu sudah sangat meresahkan, contoh kasusnya pembakaran mobil polisi di Depok atau yang sangat memalukan wajah republik ini penyegelan pabrik mobil di Bekasi oleh investor asing, sehingga investor asing akan angkat kaki dari Indonesia, betapa malunya republik ini investasi tidak aman di Indonesia sehingga harus angkat," jelasnya.
Menurutnya, DPR perlu memanggil wali kota Bogor hingga Gubernur Jawa Barat terkait aksi premanisme tersebut. Selain itu, kata dia, pemerintah seharusnya memberi sanksi kepada ormas-ormas bermasalah.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR Endang Agustina mengaku sepakat premanisme telah meresahkan masyarakat. Dia mengatakan pihaknya sangat menaruh perhatian terhadap kasus-kasus premanisme.
"Kami setuju bahwa preman itu sudah sangat meresahkan dan ini harus ada upaya nyata dari kita, dari pemerintah untuk meniadakan premanisme yang tadi disampaikan rekan-rekan," ujarnya.
"Kami sangat menaruh perhatian dengan ini pak dan kami juga tidak ingin pertemuan kita hari ini hanya sebuah seremonial, pertemuan biasa saja yang tidak ada aksi. Ini bertekad dan insya Allah apa yang kami terima hari ini penyampaian bapak semua, kita terima, kita catat akan kita sampaikan ke pimpinan untuk segera ditindaklanjuti," imbuh dia.
Dia mengatakan pihaknya juga mendorong aparat penegak hukum berani menindak aksi premanisme. Menurutnya, aparat penegak hukum memiliki kewenangan menertibkan premanisme.
"Dan kita juga akan mendorong aparat penegak hukum untuk tegas dan jangan takut dengan preman," tuturnya.
Lihat juga Video 'Polisi Ungkap Penyebab Ormas Ribut di Kemang hingga Tenteng Senapan':
(amw/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini