Adakah Kejutan Vonis Banding Harvey Moeis di Hari Kamis?

4 weeks ago 17
Jakarta -

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta segera membacakan putusan banding terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis. Akankah ada kejutan dalam vonis banding tersebut?

"Putusan banding Harvey Moies dkk Kamis 13 Februari 2025," kata Humas PT DKI Efran Basuning kepada wartawan, Selasa (11/2/2025).

Pembacaan putusan banding suami aktris Sandra Dewi itu akan digelar terbuka untuk umum. Selain Harvey, hakim PT DKI akan membacakan putusan banding terhadap terdakwa lain dalam kasus ini, yaitu pengusaha money changer Helena Lim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada beberapa (putusan yang akan dibacakan), kemungkinan Helena," katanya.

Jaksa sendiri telah mengajukan banding terhadap sejumlah putusan yang dianggap ringan dalam kasus ini. Banding itu diajukan untuk terdakwa Suwito Gunawan, Robert Indiarto, Reza Andriansyah, dan Suparta.

"Satu, putusannya terlalu ringan ya khusus untuk pidana badannya. Dari situ nampak kelihatan hakim ini hanya mempertimbangkan peran mereka, para pelaku. Tetapi hakim nampaknya belum mempertimbangkan atau tidak mempertimbangkan dampak yang diakibatkan oleh mereka terhadap masyarakat Bangka Belitung," ujar Sutikno kepada wartawan, Jumat (27/12/2024).

Vonis Ringan Harvey Moeis

Harvey Moeis saat menghadiri sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (12/9/2024). Sidang Harvey Moeis dkk (Foto: Rifkianto Nugroho)

Harvey Moeis telah divonis 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara Rp 300 triliun. Vonis itu cuma separuh dari tuntutan jaksa.

Dalam dakwaan jaksa, Harvey Moeis disebut sebagai pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) dalam urusan kerja sama dengan PT Timah yang merupakan BUMN. Harvey disebut melakukan kongkalikong dengan terdakwa lain terkait proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah tambang PT Timah.

Jaksa mengatakan kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah PT Timah dengan lima smelter swasta itu hanya akal-akalan. Jaksa mengatakan harga sewanya melebihi nilai harga pokok penjualan (HPP) smelter PT Timah.

Jaksa mengatakan Harvey meminta pihak smelter menyisihkan sebagian keuntungan seolah-olah dana corporate social responsibility (CSR). Jaksa meyakini Harvey Moeis dan Helena Lim diperkaya Rp 420 miliar dalam kasus korupsi timah. Harvey Moeis juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Setelah melewati sejumlah persidangan, jaksa membacakan tuntuan terhadap Harvey. Jaksa menuntut agar Harvey dihukum 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 210 miliar.

Pada 23 Desember 2024, hakim membacakan vonis terhadap Harvey. Majelis hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara ke Harvey atau hanya separuh dari tuntutan.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," ujar hakim.

Harvey juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim juga membebankan Harvey membayar uang pengganti Rp 210 miliar.

Hakim juga memerintahkan agar seluruh aset Harvey yang disita jaksa dirampas untuk negara dan dihitung sebagai bagian uang pengganti. Jika Harvey tak melunasi uang pengganti dan hartanya tak cukup, maka diganti hukuman 2 tahun penjara.

Harvey dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.

Hal meringankan Harvey ialah sopan di sidang. Hakim juga menyatakan suaminya Sandra Dewi itu masih punya tanggungan keluarga.

"Hal meringankan terdakwa sopan di persidangan. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa belum pernah dihukum," kata hakim.

Selain itu, hakim juga menganggap tuntutan 12 tahun penjara terhadap Harvey Moeis terlalu berat. Hakim mengatakan penambangan timah di wilayah Bangka Belitung tengah mengupayakan peningkatan produksi timah dan ekspor timah. Hakim menyebut ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung yang sedang berusaha meningkatkan produksinya, di mana salah satu smelter swasta itu adalah PT Refined Bangka Tin (RBT) yang diwakili Harvey.

Hakim menyatakan Harvey Moeis hanya mewakili PT RBT saat melakukan pertemuan dengan pihak PT Timah. Menurut dia, Harvey tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT, baik itu komisaris, direksi, maupun pemegang saham.

Vonis Ringan Juga Didapat Rekan Harvey

Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis, Suparta dan Reza Andriansyah bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/9/2024). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Ayu Lestari, Kurniawan Efendi, Riu Aseng dan Surya. Harvey dan rekannya saat sidang kasus korupsi timah (Foto: Ari Saputra/detikcom)

Selain Harvey, hakim juga membacakan vonis terhadap Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) sejak tahun 2018, Suparta, dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT tahun 2017, Reza Andriansyah, pada hari yang sama. Keduanya divonis bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.

Hukuman itu lebih rendah dari tuntutan jaksa. Suparta divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dihukum membayar uang pengganti Rp 4.571.438.592.561,56 (Rp 4,5 triliun) jika tak dibayar, maka hartanya akan dirampas dan dilelang atau jika tak cukup maka diganti hukuman 6 tahun.

Hukuman itu lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Suparta dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti Rp 4,5 triliun subsider 8 tahun kurungan.

Sementara, Reza divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 3 bulan kurungan. Reza dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.

Vonis itu juga lebih ringan. Reza awalnya dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Vonis Helena Lim

Helena Lim menjalani sidang lanjutan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Sidang menghadirkan dua saksi. Helena Lim (Foto: Ari Saputra/detikcom)

Helena Lim telah divoni 5 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan komoditas timah. Pembacaan vonis berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).

Vonis ini lebih rendah jika dibandingkan tuntutan jaksa. Selain itu, hakim menghukum Helena membayar denda Rp 750 juta dan uang pengganti Rp 900 juta.

Meski demikian, hakim memerintahkan jaksa mengembalikan aset milik Helena yang telah disita. Hakim menilai aset Helena yang disita tak memenuhi syarat penyitaan.

Hakim menyatakan seluruh aset Helena yang disita tak terkait dengan kasus korupsi pengelolaan timah. Hakim menyatakan aset itu diperoleh di luar tempus atau waktu kasus korupsi terjadi.

"Majelis Hakim berpendapat bahwa terkait dengan penyitaan terhadap aset milik Terdakwa Helena diperoleh sebelum atau sesudah atau di luar tempus dugaan tindak pidana di mana atas perolehan dana pengamanan seolah-olah dana CSR dari pihak smelter swasta tersebut ke rekening PT QSE adalah sejak awal 2019, dan aset yang tidak terkait dugaan tindak pidana haruslah dikembalikan kepada Terdakwa Helena," ujar hakim.

Hakim menyatakan Helena juga mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty tahun 2016 dan program pengungkapan sukarela tahun 2022. Hakim menyatakan aset yang tercantum dalam program tax amnesty memiliki kekuatan hukum dan tak bisa dilakukan penyitaan.

"Dan putusan MK Nomor 37 Tahun 2016 beserta penjelasannya, seluruh harta yang telah diungkapkan dalam program tax amnesty dan PPS tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau final and binding. Mengingat telah diverifikasi dan divalidasi oleh negara dengan diterbitkannya surat keterangan pengampunan pajak dan surat keterangan pengampunan hak bersih. Di samping itu, dengan dilakukan penyetoran sendiri PPh serta diterbitkannya surat keterangan pengampunan pajak dan surat keterangan pengungkapan harta bersih," ucap hakim.

Prabowo Mau Koruptor Dihukum 50 Tahun Penjara

Prabowo Subianto Prabowo (Foto: Cahyo - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Vonis ringan koruptor yang bikin rugi negara ratusan triliun ini juga sempat disorot oleh Presiden Prabowo Subianto. Prabowo lalu mempertanyakan vonis terdakwa yang dinilai ringan.

Hal itu diungkap Prabowo dalam pengarahannya di acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024). Prabowo tiba-tiba menyinggung hakim yang memvonis ringan terdakwa yang merugikan negara ratusan triliun rupiah.

"Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi," kata Prabowo.

Prabowo mengatakan rakyat memahami vonis tersebut yang tidak sebanding. Dia juga mengkhawatirkan kondisi penjara yang nantinya ada AC hingga TV.

Prabowo lalu memanggil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Adrianto dan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang juga hadir dalam acara. Prabowo mendorong agak Jaksa Agung mengajukan banding. Kalau bisa, menurutnya, koruptor diberi vonis 50 tahun.

"Tolong Menteri Pemasyarakatan ya, Jaksa Agung, naik banding nggak? Naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira," ujar Prabowo.

(haf/haf)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu


Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial