Jakarta -
Sejumlah elemen masyarakat di bawah Aliansi Perempuan Indonesia (API) menggelar aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Mereka menuntut banyak hal di antaranya soal pengesahan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
Massa aksi ini terdiri dari mayoritas perempuan dari berbagai kalangan dan usia. Ada dari elemen buruh, penyandang disabilitas, mahasiswa, jurnalis hingga pekerja migran.
Dalam berbagai orasi, massa aksi menyoroti berbagai isu yang terjadi seperti efisiensi, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Mereka juga menuntut pengesahan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) hingga RUU Masyarakat Adat yang berspektif gender.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebijakan pemerintah tidak melindungi perempuan, mulai dari pemangkasan anggaran sosial, kesehatan dan pendidikan, eksploitasi sumber daya alam, pelemahan penindakan korupsi pejabat hingga peningkatan represi terhadap kebebasan berekspresi," kata orator dari mobil komando.
"Pemerintahan berandil besar dalam memiskinkan perempuan, melanggengkan kekerasan terhadap perempuan, mengkriminalkan perlawanan perempuan bahkan membiarkan pembunuhan perempuan," lanjutnya.
Dia juga menyoroti jaminan lapangan pekerjaan yang dijanjikan oleh pemerintahan. Massa aksi mengatakan ada 80.000 buruh di PHK pada 2024.
"Pada industri tekstil yang sebagian besar buruhnya adalah perempuan, merupakan sektor industri yang melakukan PHK massal tersebut," ucap dia.
"Pemerintah tidak pernah serius melakukan perlindungan terhadap hak atas pekerjaan dan jaminan pendapatan," lanjut orator.
Lebih lanjut, dia menyebut RUU PPRT yang diharapkan dapat memberi akses jaminan kerja layak karena pengakuan PRT sebagai kerja justru mengalami langkah mundur. Dia meminta pemerintah untuk lebih melindungi perempuan.
"Minimnya penanganan sistemik oleh kepolisian maupun pemerintah termasuk DPR yang berwenang merevisi kebijakan supaya lebih melindungi perempuan, menunjukkan negara turut andil dalam pembunuhan perempuan," sebut dia.
"Mereka mengabaikan penegakan UU PKDRT dan UU TPKS," imbuh sang orator.
Ada 6 tuntutan yang disampaikan massa aksi yaitu:
1. Menuntut Pemerintah Prabowo-Gibran untuk segera menjamin hak atas pekerjaan yang layak bagi setiap orang dengan menerapkan kebijakan yang melindungi buruh termasuk buruh perempuan, PRT, perempuan buruh migran, perempuan petani, pengakuan perempuan nelayan, perempuan pengemudi ojek online dan transportasi publik lainnya, perempuan disabilitas, perempuan adat, pendidik dan akademisi perempuan, mahasiswa perempuan, perempuan LBTIQ+, anak perempuan, dan perempuan korban kekerasan termasuk kekerasan seksual dan pembunuhan atau femisida.
2. Menuntut Pemerintah Prabowo-Gibran untuk menghentikan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang melanggengkan praktik perampasan tanah, perusakan hutan dan lingkungan, serta menyingkirkan perempuan dan masyarakat adat dari ruang hidupnya.
3. Menuntut Pemerintah Prabowo-Gibran untuk menghentikan efisiensi anggaran pada lembaga-lembaga yang memberi layanan pada perempuan korban kekerasan, memperbaiki implementasi UU PKDRT dan UU TPKS, termasuk melakukan penjangkauan kepada panti-panti rehabilitasi mental untuk memberikan perlindungan kepada perempuan disabilitas korban kekerasan panti serta membubarkan panti rehabilitasi sebagai sumber perampasan kebebasan terhadap perempuan psikososial; dan mereformasi aparat keamanan dan pengadilan negeri seluruh Indonesia supaya menindaklanjuti kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dari kekerasan seksual hingga femisida dengan perspektif yang berkeadilan gender.
4. Menuntut Pemerintah Prabowo-Gibran menghentikan pemangkasan anggaran pendidikan, segera mewujudkan pendidikan gratis dan demokratis.
5. Menuntut DPR RI segera mengesahkan RUU PPRT, RUU Keadilan Iklim, RUU Masyarakat Adat yang berspektif gender dan Revisi UU PPMI dengan memastikan perlindungan bagi pekerja migran sebagai tanggung jawab negara dalam melindungi, mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat khususnya perempuan, dan mencabut semua kebijakan yang pro investasi dan anti demokrasi diantaranya UU Ciptaker yang menciptakan pemiskinan berwajah perempuan.
6. Mengajak seluruh elemen masyarakat sipil dan organisasi untuk terus ikut aktif menyuarakan gugatannya atas situasi nasional yang memprihatinkan saat ini dan melawan tindakan diskriminatif pemerintah dan kelompok-kelompok yang melakukan kekerasan terhadap perempuan dan minoritas termasuk teman-teman LGBTIQ+.
(ond/whn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu