Jakarta -
Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (STIK Lemdiklat Polri) memulai pendidikan mahasiswa S1 angkatan ke-83. Sebanyak 256 perwira Polri akan menjalani pendidikan sarjana di lembaga pendidikan Polri itu.
Seremoni pembukaan pendidikan dilakukan langsung oleh Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Lemdiklat Polri Irjen Dadang Hartanto. Dalam arahannya, Dadang menekankan tentang karakter dan integritas.
"Saya ingin menyatakan bahwa pendidikan di STIK ini adalah yang pertama adalah pendidikan karakter. Kalau dia pintar, karakternya bejat buat apa? Dia akan menganiaya masyarakat, memberikan pelayanan yang buruk kepada masyarakat," kata Dadang di hadapan para mahasiswa di Lapangan Stadion STIK, Jakarta Selatan, Rabu (5/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menerangkan bahwa Lemdiklat Polri menganut pendidikan berbasis karakter, literasi, serta mengembangkan, mentransformasi dan mengkaji ilmu kepolisian. Tujuannya untuk menghasilkan polisi yang profesional, cerdas, bermoral dan modern.
"Sebagaimana visi besar STIK Lemdiklat Polri, berkomitmen untuk mencetak lulusan yang berkarakter, bermoral, pembelajar, pejuang dan pengabdi," ucapnya.
Sebanyak 256 perwira Polri akan menjalani pendidikan sarjana di STIK Lemdiklat Polri. Foto: Dok. Istimewa.
Eks Wakapolda Sumatera Utara itu menekankan bahwa pendidikan di STIK Lemdiklat Polri bukan sekedar proses akademik. Tetapi juga menciptakan karakter kepemimpinan berintegritas serta memiliki mentalitas juang yang tinggi.
"STIK Lemdiklat Polri telah menyusun kurikulum yang berbasis akademis dan praktek kepolisian, guna menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai peneliti dan pemikir strategis Atau akademisi. Serta pemimpin yang lapangan, yang cakap dan tangguh," ungkapnya.
Karena itu, dia berharap calon pemimpin lulusan STIK nantinya dapat menjadi akademisi sekaligus praktisi. Tak hanya vokal berbicara teori, namun juga cakap bertindak di lapangan.
"Kemarin saya ditanya sama TV Polri bagaimana menyeimbangkan antara akademisi dan praktisi. Saya bilang, itu siklus yang saling terkait. Fenomena-fenomena dari praktek-praktek kepolisian dilihat sebagai suatu permasalahan dan tantangan, dilakukan penelitian dikaji menjadi literatur menjadi literasi," jelasnya.
"Kemudian menghasilkan teori-teori dan konsep dalam tatanan akademis, dipelajari. Setelah dipelajari dilatihkan dan diuji coba di dalam pelatihan. Ditemukan permasalahan kembali lagi, dikaji lagi, dipraktikkan di lapangan ada permasalahan. Jadi suatu siklus yang berlanjut. Seorang akademisi sekaligus praktisi itu memiliki kemampuan seperti itu," sambung dia.
Para mahasiswa, lanjutnya, akan menjalani pendidikan selama 14 bulan. Di situ, mereka akan mendapatkan pendidikan akademik berbasis literasi dan ilmu kepolisian modern yang diperkuat dengan pengalaman empiris dalam berbagai simulasi dan praktek lapangan.
"STIK Lemdiklat Polri tidak hanya menekankan penguasaan teori akademik, tetapi juga memastikan bahwa setiap mahasiswa memiliki pengalaman langsung di lapangan," ucapnya.
Menutup arahannya, Dadang mengingatkan kepada para mahasiswa agar menjalankan pendidikan dengan moral. Dia mengimbau mereka agar tak melakukan transaksional dalam mendapatkan nilai-nilai di bidang akademik.
"Jangan pernah membangun atau menurunkan budaya-budaya yang menyebarkan transaksional, karena itu akan memecah belah, karena itu akan menimbulkan gesekan, karena itu akan merapuhkan solidaritas dan soliditas rekan-rekan ya, akan hidup berkelompok-kelompok di dalamnya," ucapnya.
"Saya juga mengingatkan nantinya, perangkat senat fokusnya pada hal-hal tersebut. Karena itu adalah isu paling penting di dalam dunia pendidikan. Bangun iklim akademik yang bersaing secara sehat," imbuhnya.
(ond/taa)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu