11 Mahasiswa Minta MK Hapus Pasal Larangan Sebar Kebencian di UU ITE

16 hours ago 3

Jakarta -

Sebelas mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) mengajukan gugatan terhadap Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta MK menghapus atau mengubah pasal itu.

Dikutip dari situs MK, Rabu (5/3/2025), sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 187/PUU-XXII/2024 itu digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/3). Para Pemohon perkara ini ialah Muhammad Zhafran Hibrizi, Basthotan Milka Gumilang, Adria Fathan Mahmuda, Suci Rizka Fadhilla, Nia Rahma Dini, Qurratul Hilma, Fadhilla Rahmadiani Fasya, Adam Fadillah Al Basith, Hafiz Haromain Simbolon, Khoilullah MR, dan Tiara.

Mereka mengaku tak menggunakan pengacara dalam proses berperkara di MK. Berikut isi pasal 28 ayat 2 UU ITE yang masuk dalam bab 'Perbuatan yang Dilarang' dalam UU ITE:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.

Dalam permohoannya, pemohon menganggap pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon merasa keberadaan pasal itu merugikan.

"Kami ke-sebelas Pemohon merupakan mahasiswa Fakultas Hukum yang aktif dalam pengkajian isu hukum yang terjadi di Indonesia, sehingga pasal ini sangat potensial merugikan kami," ujar salah satu pemohon, Basthotan.

Pemohon juga menilai frasa 'rasa benci atau permusuhan' dalam pasal tersebut tidak memiliki takaran atau ukuran yang jelas. Mereka juga menyoroti frasa 'masyarakat tertentu' yang memungkinkan terjadinya tafsir berbeda.

Menurut mereka, kesalahan penafsiran dapat merugikan setiap orang yang akan melakukan kritik terhadap suatu komunitas sosial. Mereka khawatir frasa tersebut disalahgunakan oleh berbagai macam kelompok sosial yang tidak berafiliasi dengan hal-hal tersebut dan ditafsirkan sebagai kelompok masyarakat tertentu saja.

Berikut petitum yang dibacakan pemohon dalam persidangan:

Pertama, mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.

Kedua, menyatakan penghapusan seluruh Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ketiga, menyatakan penghapusan frasa masyarakat tertentu dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Keempat, menyatakan untuk pemberian penjelasan lebih lanjut atas Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bilamana Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai keputusan lain, kami mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono).

MK pun memberi nasihat atas permohonan para mahasiswa itu. Ketua MK Suhartoyo meminta para pemohon menyempurnakan petitum soal pasal yang dianggap inkonstitusional.

"Dalam permohonan ini hambatan disebutkan akibat dari frasa 'rasa kebencian dan permusuhan' serta 'masyarakat tertentu', tetapi dalam petitum kumulatif frasa yang dimintakan justru tidak konsisten. Perlu juga memperkuat legal standing yang sejatinya potensial dengan keberadaan para Pemohon sebagai mahasiswa ini," ujar Suhartoyo.

Tonton juga Video: Kabulkan Gugatan Haris-Fatia, MK Hapus Pasal Sebar Hoax Bikin Onar

(haf/dhn)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial