Jakarta -
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara rutin mengadakan lelang barang hasil rampasan negara dari berbagai kasus pidana korupsi. Hal ini dilakukan sebagai upaya dari optimalisasi asset recovery alias 'ganti rugi' yang dialami negara imbas kasus korupsi terkait.
Kepala Satuan Tugas Pengelola Rupbasan KPK, Rahmaluddin Saragih, menjelaskan barang hasil rampasan merupakan barang milik negara yang berasal dari barang bukti yang sudah ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap alias inkracht.
Namun sebelum mendapatkan kekuatan hukum tetap dan dilelang, barang-barang ini sudah terlebih dahulu disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan (Rupbasan) KPK di Cawang, Jakarta Timur guna mengamankan dan perawatan barang bukti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi barang-barang yang dititip di sini yang perkaranya sudah inkracht, sudah diputus kekuatan hukum tetap, kita lakukan yang disebut dengan pengurusan dan pengelolaan. Jadi pengurusan kami adalah bagaimana barang yang dirampas untuk negara itu kita lelang-lelang secara terbuka untuk menutupi kerugian negara," kata Rahmaluddin di Rupbasan KPK Cawang, Senin (17/3) kemarin.
Dalam paparan data yang disampaikan oleh Rahmaluddin, KPK sudah melakukan proses lelang barang rampasan negara sejak 2014 lalu. Di mana setiap tahun lembaga pemberantasan korupsi tersebut berhasil mengembalikan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
Secara rinci pada 2014 KPK berhasil mengembalikan kerugian negara atau asset recovery total sebesar Rp 107,06 miliar, dan pada tahun berikutnya (2015) sebesar Rp 193,88 miliaran. Lebih lanjut realisasi asset recovery pada 2016 sebesar Rp 335,97 miliar, pada 2017 sebesar Rp 342,82 miliar, 2018 sebesar Rp 600,25 miliar, pada 2019 sebesar Rp 468,81 miliar, 2020 sebesar Rp 294, 77 miliar, dan 2021 sebesar Rp 416,94 miliar.
Kemudian untuk 2022 pengembalian aset yang berhasil dilakukan KPK sebesar Rp 575,74 miliar, pada 2023 sebesar Rp 525,41 miliar, dan 2024 sebesar Rp 739,61 miliar. Total dalam kurun waktu 10 tahun itu KPK berhasil mengembalikan kerugian negara hingga Rp 4.601.303.788.418 atau Rp
"Sebenarnya yang dituju oleh KPK salah satunya selain memenjarakan pelaku korupsi, juga bagaimana merampas asetnya untuk mengembalikan kerugian. Sekitar 10 tahun ini, kita total itu bisa menyelamatkan uang negara dari barang yang dirampas itu sudah sekitar Rp 4 triliun," terangnya.
Lebih lanjut Rahmaluddin menjelaskan hasil asset recovery didapat dari lelang, denda, uang pengganti, hingga penetapan status penggunaan (PSP) dan hibah. Di mana untuk denda dan uang pengganti biasanya adalah hukuman tambahan atas perkara.
"Jadi kalau kita bicara lelang, kita bicara rampasan. Tapi kalau kita bicara denda-uang pengganti, ini di luar dari barang yang dirampas. Tetapi uang pengganti ini pun biasanya adalah pidana tambahan kalau kita lihat bagaimana penanganan tidak pidana korupsi dan tidak pidana pencucian uang," terangnya.
Kemudian untuk PSP merupakan penetapan barang rampasan negara untuk kemudian diberikan dan digunakan oleh Kementerian atau Lembaga di pemerintah pusat. Sedangkan untuk hibah merupakan proses pemberian aset hasil rampasan ke Pemerintah Daerah.
"Jadi kalau kita bicara konsepnya ini kalau PSP dia ke Kementerian/Lembaga kalau hibah dia ke pemerintah daerah. Jadi kalau kita bilang sebenarnya konsep ini kayak dalam pengelolaan uang negara itu dari kantong kanan ke kantong kiri," paparnya.
"Kadang ada juga barang-barang yang memang sudah kita lelang berulang-ulang itu tidak ada peminatnya. Sehingga ketika lelang tidak laku, kita coba sampaikan ke pemerintahan apakah ada yang membutuhkan aset ini. Ternyata ada," jelas Rahmaluddin lagi.
Lihat juga Video: Penampakan Barang Mewah Koruptor yang Dilelang KPK
(fdl/fdl)