Siprus Krisis Air Usai Dilanda Kekeringan Beruntun

4 hours ago 2

Nikosia -

Afxentis Kalogirou mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk bertani di kawasan Siprus barat daya. Ia menanam apel dan tanaman musiman seperti selada, tomat, dan melon. Meskipun pulau ini gersang, musim penghujan biasanya akan membuat tanah cukup basah untuk digunakan untuk bercocok tanam selama musim panas. Tapi musim dingin ini berbeda. Tanahnya begitu kering dan keras, dan Kalogirou sedang berjuang untuk mengairi lahannya.

Dia dan ratusan petani lainnya baru-baru ini menerima kabar dari Departemen Pengairan Siprus yang menginformasikan bahwa volume air yang dialokasikan untuk irigasi tahun ini akan menurun, menjadi setengah dari volume tahun 2024. Mereka juga disarankan untuk tidak memilih tanaman musiman karena pasokan air akan semakin berkurang di musim panas, yang berarti tanaman tersebut akan mati.

Kini, di usianya yang sudah menginjak enam puluh tahun, Kalogirou menghadapi kemungkinan kehilangan penghasilan dari bertani. Sebelumnya penghasilannya csudah ukup terpukul akibat gagal panen apel akibat curah hujan yang rendah tahun 2024 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena tidak menanam tanaman musiman akan sangat besar dampaknya secara financial bagi saya dan petani lain di wilayah ini. Tanaman musiman menyumbang 60% dari pendapatan kami," ujarnya, seraya menambahkan bahwa ia pun sedang mengantisipasi kehilangan pendapatan lainnya dari pohon buah yang ditanamnya.

"Air yang kami alokasikan untuk pohon-pohon kami hanya cukup untuk membuat mereka tetap hidup," kata Kalogirou.

Musim penghujan kedua yang kering di Siprus

"Tahun lalu sudah buruk, tetapi ini adalah tahun kedua yang sangat kering," kata Adriana Bruggeman, asisten profesor di Pusat Penelitian Energi, Lingkungan dan Air di lembaga nirlaba Siprus Institute.

Menurut badan meteorologi Siprus, curah hujan bulanan di Januari 2025 adalah yang terendah selama hampir tiga dekade. Meskipun negara Mediterania ini tidak asing dengan musim kemarau, wakil direktur Departemen Pengembangan Air, Giorgos Kazantzis, mengatakan siklus kekeringan 20 tahunan, kini telah berubah.

"Tidak seperti yang terjadi sebelumnya, sejak tahun 2007, siklus kekeringan biasanya terjadi dua tahun sekali," ujarnya, seraya menambahkan bahwa fenomena tersebut terkait dengan perubahan iklim.

Suhu global yang meningkat, turut meningkatkan penguapan, mengurangi air permukaan dan mengeringkan tanah dan tumbuhan - hal ini membuat musim dengan curah hujan rendah menjadi lebih kering dibandingkan dengan sebelumnya.

Eksploitasi sumber daya air yang tersedia secara berlebihan juga dapat memperparah kekeringan.

Bendungan-bendungan yang sudah "melampaui batas"

Situasi kekeringan yang memburuk menjadi masalah besar bagi negara yang kebijakan pasokan air dan irigasinya sangat bergantung pada kondisi cuaca.

Sejak tahun 1980-an, Siprus telah mengembangkan jaringan 108 bendungan dan penampungan, air baik untuk air minum maupun irigasi. Namun dua tahun berturut-turut curah hujan yang tidak mencukupi telah mengakibatkan penurunan drastis.

Menurut data saat ini, bendungan tersebut hanya terisi 26%, yang berarti hanya menampung sekitar 75 juta meter kubik air.

"Bulan-bulan musim penghujan sangatlah penting untuk mengisi kembali persediaan air di bendungan dan juga air tanah. Tanpa hujan yang cukup, akan ada masalah di musim panas," ujar Micha Werner, profesor dan ahli banjir dan kekeringan di IHE Delft Institute di Belanda.

Pada tahun 2023, penduduk setempat, operator hotel dan penginapan, serta sekitar 6 juta wisatawan yang mengunjungi pulau ini diminta untuk menghemat air. Hal ini kemungkinan akan terjadi lagi tahun ini.

"Negara seperti Siprus, seperti kebanyakan negara di Mediterania, tidak hanya menghadapi tantangan iklim yang fluktuatif, tapi juga angka kebutuhan air yang berubah-ubah, seperti halnya industri pariwisata yang mencapai puncaknya di musim panas, dimana pengunjung ingin menikmati mandi dan berenang di kolam renang yang bagus. Jadi ini menambah masalah."

Selain pasokan air yang langka, baru-baru ini ditemukannya kebocoran besar di bendungan Mavrokolympos yang terletak di bagian barat Siprus, ini dilaporkan telah menyebabkan cadangan air kian menipis.

Sebagian besar negara Mediterania merasakan dampak kekeringan

Siprus mewakili seluruh pesisir Laut Tengah atau Lembah Mediteran, yang mencakup negara-negara lain seperti Spanyol, Italia, Aljazair, Maroko, Tunisia, Turki, dan Israel, jelas Werner.

Menurut data dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa (C3S), dikarenakan musim dingin yang begitu kering, wilayah lainnya di sekitar Valencia,Spanyol selatan, Yunani, Italia selatan, Maroko dan Tunisia juga mengalami kekeringan yang mengkhawatirkan.

Sejak awal tahun 2000-an, Siprus telah berusaha untuk mengatasi kekurangan air, setidaknya untuk keperluan air minum, Siprus membangun lima pabrik desalinasi. Namun, pada tahun 2023, air dari pabrik-pabrik desalinasi hanya memenuhi 60% dari kebutuhan air minum di negara tersebut.

Memperluas kapasitas desalinasi sekarang jadi prioritas utama. Dalam wawancara dengan DW, Menteri Pertanian Siprus, Maria Panayiotou, mengatakan "tujuan pemerintah adalah untuk memenuhi total kebutuhan air minum di negara itu melalui desalinasi, sehingga air waduk dapat digunakan secara eksklusif untuk irigasi."

Untuk mencapai hal ini, menteri Panayiotou menyatakan, "Pemerintah berencana untuk membangun dua pabrik desalinasi permanen tambahan, meningkatkan kapasitas dari fasilitas yang sudah ada, serta memperkenalkan unit desalinasi 'bergerak'."

Secara khusus, empat unit desalinasi "bergerak" akan dibangun dalam tahun 2025, sementara dua pabrik permanen dijadwalkan selesai dalam lima tahun ke depan. Menghilangkan garam dari air laut menjadi lebih umum di banyak wilayah yang kekurangan air di dunia, tetapi ini dapat juga mencemari air bawah tanah, tanah, dan hewan laut. Namun, para ahli mengatakan bahwa beberapa teknologi pengolahan air laut ini dapat membantu mengatasi masalah kekeringan ini.

Panayiotou mengakui bahwa Siprus menghadapi musim panas yang sangat sulit, dan menyatakan kesiapan pemerintah untuk memberikan dukungan finansial kepada para petani baik secara langsung maupun dengan mensubsidi infrastruktur pertanian permanen, seperti sistem irigasi pintar yang memanfaatkan air yang tersedia dengan efisien.

Peringatan pemerintah tersebut membuat Afxentis Kalogirou dan banyak petani lainnya menahan diri untuk tidak membeli benih tanaman, yang biasanya akan ditanam pada musim semi.

"Lebih banyak unit desalinasi adalah satu-satunya harapan untuk masa depan," kata Kalogirou, seraya menambahkan bahwa jika tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengatasi kelangkaan air di Siprus, pertanian akan mati bersama generasinya.

Diadaptasi dari artikel DW Bahasa Inggris

(nvc/nvc)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial