Berdasarkan hasil; Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), pada tahun 2024, persentase lansia miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan ada sebanyak 9,95 persen.
Adapun kemiskinan lanjut usia (lansia) dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Kurangnya perencanaan finansial, ketergantungan pada anak, hingga minimnya literasi keuangan menjadi tantangan besar dalam menciptakan hari tua yang aman dan tenang.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan mayoritas pekerja di Indonesia baik formal maupun informal belum punya persiapan finansial yang memadai untuk pensiun. OJK mencatat keikutsertaan dana pensiun sukarela, per April 2025 adalah sebesar 5,33 juta peserta. Adapun jumlah ini masih jauh dibanding total angkatan kerja di Indonesia.
Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 mencatat jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 153,05 juta orang. Artinya, masih ada banyak masyarakat yang belum memiliki dana pensiun. Artinya begitu masuk usia non-produktif, mereka rentan mengalami masalah keuangan.
Lebih jauh, riset dari Mercer CFA Institute Global Pension Index 2023 menunjukkan bahwa sistem pensiun Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara tetangga. Usia pensiun di Indonesia pun jauh lebih cepat dibandingkan di negara lain.
Melansir CNBC Indonesia, di negara-negara Eropa, rata-rata usia pensiun mulai dari 62 hingga 67 tahun. Adapun di Amerika Serikat (AS), usia pensiun penuh ditetapkan pada usia 66 atau 67 tahun.
Di beberapa negara berkembang seperti India, usia pensiun lebih fleksibel dan dapat bervariasi antara 55-60 tahun. Sementara di Indonesia, per 1 Januari 2025, pemerintah baru resmi menaikkan usia pensiun menjadi 59 tahun, dari sebelumnya 58 tahun.
Menyiapkan Dana Pensiun Sejak Dini
Pada tingkat individu, risiko kemiskinan lansia pada dasarnya dapat dimitigasi melalui kepesertaan pada program pensiun yang dapat dijadikan sebagai penghasilan di masa tua. Salah satunya dengan menyiapkan dana pensiun sedini mungkin. Sayangnya, kesadaran masyarakat, termasuk generasi muda soal persiapan dana pensiun masih minim.
Tak jarang dana pensiun justru kalah prioritas dibanding keinginan membeli gadget baru, healing trip, atau upgrade lifestyle. Padahal jika dana pensiun dipersiapkan mulai dari sekarang, masyarakat tak perlu kerja keras di usia 60 hanya untuk bertahan hidup. Apalagi saat ini sudah ada berbagai cara modern untuk mempersiapkan dana pensiun.
Hadirnya Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) menjadi salah satu solusi jangka panjang yang semakin relevan di era serba cepat ini.
OJK saat ini pun mendorong agar para pekerja, terutama pekerja informal bisa memiliki program dana pensiun. Terlebih pekerja informal jumlah mencapai 57%-58% dari total pekerja.
Namun, dari persentase pekerja informal itu belum memiliki program dana pensiun. Apalagi bagi pekerja informal yang pendapatannya rendah.
"Nah ini menjadi PR kita ke depan agar setiap orang itu memiliki program pensiun," kata Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono.
Berbeda dari tabungan biasa, DPLK mempunyai sistem yang mendorong nasabah untuk disiplin. Singkatnya, nasabah tidak bisa menarik uang sembarangan sehingga terhindar dari godaan impulsif. Besar iuran dan skema portofolionya pun bisa ditentukan sendiri.
Dari sisi pengelolaan, DPLK juga diawasi ketat dari OJK dan dijalankan oleh manajer investasi yang berlisensi. DPLK bank bjb misalnya, memiliki bjb siap (DPLK) dengan track record kuat dan layanan lengkap. Selain menawarkan diversifikasi investasi, bjb siap juga memberikan edukasi keuangan lewat workshop, webinar, dan materi digital.
Buat para nasabah yang memiliki anggaran besar untuk dana pensiun, DPLK bank bjb bisa dimulai dari nominal kecil, lalu dapat ditingkatkan sesuai kondisi. Selain itu, DPLK juga memiliki banyak proteksi sehingga lebih aman.
Ketua Pengawas DPLK bank bjb, Nur Hasan Kurniawan mengatakan risiko pasar DPLK ditangani lewat diversifikasi. Kemudian, risiko inflasi disiasati dengan penempatan sebagian dana ke saham jangka panjang. Selain itu, semua aktivitas DPLK diawasi OJK dan Komite Investasi internal.
“Pengelolaan dana juga nggak main-main, bjb siap mengutamakan prinsip kehati-hatian serta transparansi laporan keuangan dan audit rutin jadi standar, demi jaga kepercayaan peserta,” katanya.
Nur Hasan mengungkapkan DPLK juga dapat menjadi investasi di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti. Selain aman, DPLK juga merupakan investasi yang stabil dan terukur sehingga investasi bisa lebih nyaman.
“DPLK bukan produk aja, tapi sistem proteksi diri yang bisa dikontrol. Bukan investasi High Risk High Return, tapi stabil, realistis, dan terukur. Cocok banget buat yang pengen nyaman nanti tanpa mengorbankan kenyamanan hari ini,” pungkas Nur Hasan.