Siapa yang Akan Memenangkan Perang Dagang Uni Eropa-AS?

1 week ago 21

Jakarta -

Ketegangan perdagangan antara Uni Eropa (UE) dan AS meningkat minggu ini ketika Brussels mengumumkan tarif sebesar €26 miliar (UD28 miliar) pada barang-barang AS, sebagai balasan terhadap kenaikan tarif sebesar 25% pada baja dan aluminium oleh pemerintahan Trump.

Cecilia Malmstrom, yang menjabat sebagai komisioner perdagangan Uni Eropa selama pemerintahan Trump pertama, memandang balas-membalas tarif ini sebagai "konflik yang pasti meningkat" dan menegaskan bahwa tidak ada "salah satu pihak yang akan menang."

"Ini adalah permainan yang tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak," katanya kepada DW, seraya menambahkan, mereka yang akan paling banyak mengalami kerugian adalah konsumen dan masyarakat biasa karena harga-harga akan naik, yang akan memengaruhi inflasi, lapangan kerja, dan pertumbuhan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mungkin ada beberapa orang di sekitar Presiden Trump, tetapi saya berani mengatakan 95% ekonom di seluruh dunia berpandangan bahwa tarif pada dasarnya bukanlah hal yang baik," kata Malmstrom.

Uni Eropa telah memperjelas bahwa mereka pada dasarnya menentang tarif. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan tarif yang lebih tinggi mengganggu rantai pasokan. "Itu membawa ketidakpastian bagi perekonomian. Lapangan kerja terancam, harga-harga akan naik," katanya kepada wartawan di Brussels saat mengumumkan tanggapan Uni Eropa pada hari Kamis lalu .

Kebijakan tarif Trump telah menyebabkan kekhawatiran luas tentang risiko terhadap ekonomi AS. Beberapa bank dan analis Wall Street telah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi AS di tengah data ekonomi yang suram dan sentimen pesimis bahwa tarif dapat memengaruhi inflasi.

Hubungan komersial paling penting di dunia

Tidak diragukan lagi, banyak yang dipertaruhkan. Uni Eropa menggambarkan hubungan perdagangan trans-Atlantik sebagai "hubungan komersial terpenting di dunia."

Presiden Donald Trump secara konsisten mengeluh bahwa UE menjual jauh lebih banyak barang ke AS daripada yang dibelinya. Data UE menunjukkan, blok tersebut mengekspor barang senilai €503 miliar ke pasar AS pada tahun 2023, sementara mengimpor €347 miliar. UE telah mengakui memiliki defisit jasa sebesar €109 miliar dengan AS.

Terkait kerentanan Eropa, Malmstrom, yang kini menjadi peneliti senior di Peterson Institute for International Economics, secara khusus mengkhawatirkan industri mobil.

"Itulah yang menjadi sasaran Presiden Trump, bukan hanya industri mobil Jerman, tetapi industri mobil secara umum. Mereka sudah terkena dampaknya," katanya, sambil menunjuk contoh perusahaan otomotif raksasa Swedia Volvo di kota asalnya, Gothenburg.

"Mereka sudah terpengaruh oleh [harga] baja dan aluminium, karena keduanya merupakan komponen dalam industri mobil. Dan mereka takut akan terkena tarif juga. Industri mobil di Eropa saat ini cukup rentan."

Produsen mobil Eropa telah berulang kali memperingatkan bahaya tarif pada saat sektor tersebut sedang berjuang menghadapi persaingan dari China, peralihan ke kendaraan listrik (EV) dan tren deindustrialisasi di seluruh benua.

Ketidakpastian membuat negosiasi menjadi sulit

Selama menjabat sebagai komisaris perdagangan Uni Eropa, Malmstrom bernegosiasi langsung dengan Robert Lighthizer, perwakilan perdagangan AS di pemerintahan Trump pertama dari tahun 2017 hingga 2021. Negosiasi tersebut membuka jalan bagi kesepakatan pengurangan tarif bilateral yang dicapai pada Agustus 2020.

Namun, Malmstrom khawatir tentang prospek negosiasi saat ini, karena apa yang ia lihat sebagai ketidakpastian pendekatan Trump. "Kali ini jauh lebih sulit karena Anda tidak benar-benar tahu apa tujuannya," katanya. "Ini sama saja dengan menghukum kita atas aturan teknologi yang buruk, atas perilaku yang tidak adil, atas Greenland, dan sebagainya. Bagaimana kita bisa bernegosiasi dalam iklim seperti itu?"

Sambil menyerukan kepada Uni Eropa untuk "sesiap mungkin" menghadapi pertikaian yang berlarut-larut dan berpotensi menimbulkan kerugian, Malmstrom menganjurkan penggunaan Instrumen Anti-Paksaan Uni Eropa. Alat ini dikembangkan pada akhir tahun 2023 setelah Cina secara serius mengganggu perdagangan dengan anggota UE, Lithuania, ketika Taiwan membuka kantor perwakilan di Vilnius. Meskipun sebenarnya tidak digunakan pada saat itu, Uni Eropa mengembangkannya untuk kemungkinan penggunaan dalam perselisihan di masa mendatang.

Hingga saat ini instrumen tersebut belum pernah digunakan, tetapi Malmstrom berpendapat, instrumen tersebut mungkin pada akhirnya harus diterapkan untuk pertama kalinya, jika UE menentukan bahwa pendekatan Trump merupakan bentuk "paksaan ekonomi." Maka Uni Eropa akan memiliki kewenangan hukum untuk mengambil tindakan.

"Bisa berupa tarif, bisa juga berupa pembatasan atau pembatasan ekspor lainnya, bisa juga memengaruhi investasi, bisa juga pembatasan pengadaan publik. Ini adalah perangkat yang cukup besar," katanya. Untuk saat ini, Malmstrom berharap, "kesepakatan masih dapat dicapai," bahkan di tengah saling balas tarif saat ini.

"Namun tentu saja, tidak ada yang menginginkan hal ini berlangsung selama bertahun-tahun. Industri kita sudah menderita di Eropa, dan kerusakannya akan besar juga di AS,"pungkas Cecilia Malmstrom.

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris.

Simak juga Video: Kebijakan Tarif Impor Trump Bikin Kanada Meradang

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial