RI Butuh Investasi 3 Kali Lipat demi Kejar Target Prabowo Ekonomi Tumbuh 8%

3 days ago 12

Jakarta -

Pemerintah perlu mendorong ekosistem investasi yang berkelanjutan dan berdampak pada pertumbuhan. Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Analisis Kebijakan Makro Mikro Ekonomi Kadin Indonesia Aviliani prinsip tersebut menjadi arah baru investasi masa depan.

viliani mengatakan adanya perubahan tren Foreign Direct Investment (FDI). Ia mengatakan, saat ini tingkat FDI mengalami penurunan secara global. Berdasar sajian data yang ia paparkan, penurunan FDI skala global terjadi sebesar 2% menjadi US$ 1,3 triliun pada 2023.

Ia mengatakan, penurunan FDI terjadi akibat perlambatan ekonomi dan meningkatnya ketegangan geopolitik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang FDI sudah mengalami penurunan sebesar 2% itu harus kita akui. Biasanya kalau krisis orang kecenderungan dana itu di portofolio dibandingkan kepada sektor riil," kata Aviliani alam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Selain itu, menurut Aviliani, investor saat ini yang lebih mengedepankan wawasan lingkungan dan keberlanjutan. Sebanyak 75% investor menganggap keberlanjutan sebagai faktor penting dalam melakukan investasi.

"Ke depan tetap investor itu akan mengarah pada energi terbarukan atau terkait dengan wawasan lingkungan itu kita harus tetap pada prinsip kita ke arah investasi berbasis lingkungan," jelasnya.

Aviliani menilai wawasan investasi ke arah lingkungan perlu karena produk ekspor Indonesia ditolak lantaran ekosistem dalam negeri yang tidak mendukung. Hal itu dialami oleh salah satu produsen semen asal Indonesia.

"Jadi mereka ketika ekspor, dia mengatakan sudah dapat sertifikat tentang lingkungan tetapi dia bilang PLN-nya itu belum punya sertifikasi terkait dengan energi terbarukan semua. Karena kita tidak memisahkan PLN yang punya energi terbarukan dengan yang tidak, jadi akhirnya ditolak," terangnya.

Selain wawasan lingkungan, Aviliani juga menyebut investor saat ini membidik investasi di sektor teknologi dan AI. Namun begitu, ia mengatakan terdapat pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah, pasalnya penerapan teknologi pada industri berdampak pada efisiensi tenaga kerja.

Pemerintah juga perlu memetakan kesempatan kerja yang ada sesuai dengan tingkat pendidikan melalui program-program vokasi. Sektor pertanian misalnya, kata Aviliani, perlu didorong dengan teknologi yang tinggi seiring dengan kemampuan sumber daya manusia.

"Teknologi itu harus kita tingkatkan, saat ini Indonesia termasuk negara yang low technology jadi belum, pada level menengah pun belum. Ini satu PR juga buat pemerintah dan dunia usaha juga," jelasnya.

"Di dunia usaha kita sudah mulai ke arah sana, tapi memang PR-nya akan banyak PHK, di mana teknologi akan semakin maju maka PHK juga akan terjadi," tambahnya.

Syarat investasi tiga kali lipat buat kejar ekonomi tumbuh 8% di halaman selanjutnya. Langsung klik

Selanjutnya, Aviliani menilai adanya fenomena aliran investasi ke pasar negara berkembang yang meningkat hingga 29% dalam lima tahun terakhir. Ia menilai, investor negara-negara maju dengan usia aging yang hendak menanamkan investasinya ke negara berkembang.

Akan tetapi, kata Aviliani, banyak sekali tantangan yang dihadapi Indonesia sehingga keuntungan didapatkan oleh negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand.

"Kita perlu membenahi karena negara berkembang itu sangat membutuhkan dana dari luar apalagi kalau kita mau tumbuh 8%, kita butuh investasi tiga kali lipat dari yang sekarang," jelasnya.

Selanjutnya, kata Avilian, arah investasi yang memiliki dampak sosial dan lingkungan. Ia mengatakan, tren ini berkembang berdasarkan data dari Global Impact Investing Network (GIIN) yang menunjukan bahwa investor dengan aset lebih dari US$ 500 juta memegang 92% dari total investasi berdampak.

Terakhir, Aviliani menyebut perubahan investasi imbas tantangan geopolitik. Ia menilai pemerintah perlu mempererat hubungan bilateral. Menurutnya, hubungan ini lebih penting ketimbang multilateral mengingat kepentingan setiap negara yang berbeda-beda.

"Kalau kita melihat ke depan, mencari market pun untuk ekspor itu harus bicara tentang bilateral dan aturan di setiap negara itu sangat berbeda-beda," ungkapnya.

Ia menambahkan, mempererat hubungan bilateral dapat dilakukan melalui kedutaan besar (kedubes) yang ada di Indonesia untuk memetakan pasar dari tiap-tiap produk Indonesia. Meski begitu, ia menekankan bahwa pasar mesti ditetapkan sebelum melakukan produksi.

"Kita melihat ke depan itu harusnya kita bicara marketnya dulu baru produksinya, jangan produksi tapi nggak tahu marketnya. Akibatnya produksinya tidak akan berlanjut karena kita tidak tahu pasar. Jadi mungkin kita bisa memanfaatkan dubes-dubes ini untuk me-mapping-kan market apa yang ada di sana dan kita punya competitiveness-nya," tutupnya.

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial