Perbaikan Sistem Pasca Penindakan Korupsi

7 hours ago 6

Jakarta -

Jaksa Agung dalam pelbagai pemberitaan media pernah menyampaikan urgensi perbaikan sistem pasca penindakan korupsi. Konsepnya penindakan hanya sekali, selanjutnya agar korupsi tidak terulang maka diperlukan perbaikan sistem. Ide demikian patut didukung mendasarkan pada empat hal. Pertama, mengandung visi penindakan sekaligus perbaikan sistem tata kelola guna mencegah terulangnya perbuatan korupsi di tempat yang sama dengan pola cenderung identik.

Kedua, antisipasi mencegah kebocoran anggaran yang berdampak pada capaian program hajat hidup orang banyak. Ketiga, timbul kesadaran arti penting memahami konsep hukum pidana seperti perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam tata kelola birokrasi dan korporasi. Para birokrat pemerintahan dan CEO korporasi BUMN/BUMD tidak hanya dituntut paham tata kelola bisnis proses, tetapi juga paham risiko pidana atas perbuatan melanggar hukum dan menyalahgunakan wewenang yang berimplikasi pada memperkaya atau menguntungkan secara tidak sah serta timbulnya kerugian keuangan negara. Keempat, menimbulkan kompetisi sehat dalam kepemimpinan berbasis kompetensi dan berakhlak.

Menjadi isu, putusan pengadilan dalam perkara korupsi ternyata tidak menjangkau secara imperatif perbaikan sistem tata kelola seperti apa dan bagaimana. Konsekuensinya, tidak ada amar putusan pengadilan yang memerintahkan instansi atau korporasi BUMN/BUMD untuk melakukan perbaikan sistem tata kelola. Hal demikian dapat dipahami; pertama, putusan pengadilan hanya fokus terbuktinya tindak pidana. Mengulas tentang pembuktian tindak pidana yang didakwakan. Pembuktian perkara korupsi merupakan cara bagaimana menghadirkan alat bukti sah menurut hukum acara pidana guna membentuk keyakinan hakim atas perbuatan yang didakwakan.

Kedua, di luar konteks dan kelaziman beracara di persidangan apabila perbaikan sistem tata kelola dibahas di forum pembuktian. Faktanya, dalam perkara korupsi tidak ditemukan naskah dokumen tuntutan pidana, dokumen pembelaan dan dokumen putusan yang mengulas perbaikan sistem tata kelola seperti apa yang ditawarkan sebagai upaya preventif terulang kasus korupsi serupa di tempat yang sama.

Menjadi Inspirasi

Meskipun amar putusan pengadilan tidak memerintahkan dilakukan perbaikan sistem tata kelola, namun apabila dicermati pertimbangan putusan pengadilan dalam kasus konkret mengandung petunjuk arah perbaikan sistem tata kelola. Putusan pengadilan menjadi inspirasi perbaikan sistem tata kelola. Dengan demikian perbaikan sistem pasca penindakan korupsi mengandung makna melakukan reformasi sistem tata kelola yang basisnya adalah fakta hukum dan pertimbangan hukum dalam perkara korupsi.

Menyerahkan perbaikan sistem tata kelola pasca putusan korupsi kepada instansi dan BUMN/BUMD di satu sisi dimungkinkan. Mengganti pejabat atau CEO yang korup serta "memaksa" pejabat atau CEO yang baru untuk memperbaiki sistem tata kelola bisa jadi membawa harapan baru guna mencegah terulang perkara korupsi di tempat yang sama. Namun, apa jaminan kontrol terhadap substansi perbaikan sistem tata kelola apabila pejabat atau CEO pengganti tidak kunjung mengumumkan model perbaikan sistem tata kelola? Di sini titik lemah ketiadaan kontrol yang menjamin konsep dan metode perbaikan sistem secara transparan dan akuntabel. Sisi lain, tidak cukup menyerahkan perbaikan sistem tata kelola pasca penindakan korupsi kepada pejabat atau CEO.

Perlu kolaborasi lintas institusi lain untuk merumuskan perbaikan sistem tata kelola pasca penindakan perkara korupsi. Di antara ketiga lembaga penyidik tindak pidana korupsi hanya Kejaksaan yang memiliki peran di bidang Perdata dan Tata Usahan Negara (Datun). Kejaksaan dengan wewenang di bidang perdata dapat menjadi solusi membantu merumuskan perbaikan sistem tata kelola. Syaratnya pejabat dan CEO harus jujur dan mau mengungkapkan problem yang terjadi dan berdampak terjadi tindak pidana korupsi.

Kejaksaan dapat memberikan pendapat hukum, konsultasi, dan pendampingan dalam merumuskan konsep, strategi, dan pemantauan serta evaluasi perbaikan sistem tata kelola. Dengan adanya kolaborasi diharapkan pola penindakan korupsi sekali saja, selanjutnya perbaikan sistem tata kelola direalisasikan. Tanpa perbaikan sistem tata kelola serta kesadaran hukum dan etika maka korupsi akan berulang di tempat yang sama. Penindakan korupsi dan perbaikan sistem merupakan satu rangkaian penanggulangan korupsi untuk Indonesia yang lebih sejahtera dan bermartabat.

Setia Budi Hartono dosen Fakultas Hukum Unsika Karawang

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial