Jakarta -
Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya mengajukan pertanyaan yang memicu perdebatan: apakah adil anak koruptor menderita karena aset orangtuanya disita oleh negara? Pertanyaan ini membuka diskusi yang lebih luas tentang keadilan dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia.
Korupsi adalah kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat. Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat malah masuk ke kantong pribadi para koruptor. Oleh karena itu, perampasan aset koruptor dianggap sebagai langkah penting untuk memberikan efek jera dan mengembalikan kerugian negara. Namun, apakah langkah ini adil bagi keluarga koruptor, terutama anak-anak yang mungkin tidak terlibat dalam kejahatan tersebut?
Keadilan dalam Penegakan HukumPernyataan Presiden Prabowo mengundang perhatian kita untuk menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum di Indonesia. Seringkali, pejabat tinggi yang terlibat dalam kasus korupsi mendapatkan perlakuan yang lebih ringan dibandingkan dengan pegawai kecil atau masyarakat biasa yang melakukan kejahatan kecil.
Seorang pegawai kecil yang terlibat dalam kasus korupsi mungkin akan mendapatkan hukuman yang lebih berat karena tidak memiliki sumber daya untuk membela diri. Sementara itu, pejabat tinggi dengan akses ke pengacara mahal dan jaringan yang kuat seringkali dapat menghindari hukuman berat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Contoh lain adalah kasus pencurian ayam yang seringkali mendapatkan hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan kasus korupsi yang melibatkan jumlah uang yang jauh lebih besar. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan dan tebang pilih dalam penegakan hukum di Indonesia.
Perampasan Aset sebagai Efek Jera
Perampasan aset koruptor dianggap sebagai salah satu cara untuk memberikan efek jera. Dengan menyita aset yang diperoleh dari hasil korupsi, diharapkan para pelaku akan berpikir dua kali sebelum melakukan kejahatan serupa. Namun, langkah ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keadilan bagi keluarga koruptor.
Anak-anak koruptor mungkin tidak terlibat dalam kejahatan yang dilakukan oleh orangtua mereka. Namun, mereka harus menanggung konsekuensi dari perbuatan orangtua mereka. Apakah ini adil? Di satu sisi, perampasan aset dapat dianggap sebagai langkah yang adil karena aset tersebut diperoleh dari hasil kejahatan. Di sisi lain, anak-anak yang tidak bersalah harus menanggung beban yang tidak seharusnya mereka pikul.
Pertanyaan yang diajukan oleh Presiden Prabowo juga menandakan bahwa negara masih ragu untuk menetapkan RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang. RUU ini diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang kuat untuk menyita aset koruptor dan mengembalikan kerugian negara. Namun, keraguan ini mungkin disebabkan oleh kekhawatiran tentang dampak sosial dan ekonomi dari perampasan aset, terutama bagi keluarga koruptor yang tidak terlibat dalam kejahatan tersebut.
Keadilan dalam Penyitaan Aset
Sebetulnya, negara sudah berusaha adil dalam penyitaan aset koruptor. Yang disita adalah aset yang diperoleh dari hasil korupsi, sedangkan aset lain yang diperoleh secara sah tidak disita. Langkah ini menunjukkan bahwa penyitaan aset bukanlah tindakan yang tidak adil. Aset yang disita dari hasil korupsi adalah upaya untuk mengembalikan kerugian yang dialami oleh negara dan masyarakat. Ini adalah bentuk keadilan restoratif yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
Dengan menyita aset hasil korupsi, diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi. Ini menunjukkan bahwa kejahatan tidak akan membawa keuntungan jangka panjang dan bahwa pelaku akan kehilangan hasil dari tindakan ilegal mereka. Penyitaan aset hasil korupsi juga merupakan bentuk keadilan sosial. Uang yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat tidak boleh dinikmati oleh individu atau keluarga yang terlibat dalam kejahatan tersebut.
Dengan hanya menyita aset yang diperoleh dari korupsi, hal ini menunjukkan bahwa negara tidak menghukum anak-anak atau anggota keluarga yang tidak terlibat dalam kejahatan tersebut. Ini membantu memisahkan tanggung jawab individu dari tindakan ilegal orangtua mereka.
Aspek Kebijakan Publik
Dalam konteks kebijakan publik, perampasan aset koruptor harus dilihat sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk menciptakan sistem hukum yang adil dan transparan. Kebijakan ini harus dirancang untuk memastikan bahwa anak-anak yang tidak terlibat dalam kejahatan orang tua mereka harus dilindungi dari dampak negatif penyitaan aset. Ini bisa dilakukan melalui program pendidikan, pelatihan kerja, dan dukungan psikologis.
Di sisi lain, masyarakat yang menjadi korban korupsi harus mendapatkan manfaat dari pengembalian aset yang disita. Dana yang diperoleh dari penyitaan aset bisa digunakan untuk program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, proses penyitaan aset harus dilakukan dengan transparan dan akuntabel untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa hanya aset yang benar-benar diperoleh dari korupsi yang disita.
Perampasan aset koruptor adalah langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, langkah ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Negara harus memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil dan tidak tebang pilih. Selain itu, perlu ada mekanisme yang jelas untuk melindungi hak-hak keluarga koruptor yang tidak terlibat dalam kejahatan tersebut. Bisakah Pemerintah berlaku demikian?
Gunarwanto chartered accountant dan analis kebijakan publik
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini