Jakarta -
Penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti menceritakan peristiwa tangkap tangan (OTT) kasus Harun Masiku. Rossa juga menceritakan hambatan yang dialami hingga gagal menangkap Hasto dan Harun dalam OTT tersebut.
Hal itu disampaikan Rossa saat dihadirkan sebagai saksi dugaan perintangan penyidikan, dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/5/2025). Mulanya, Rossa mengatakan ia tergabung dalam tim OTT tertutup perkara tersebut.
"Kemudian kaitannya dengan perkara naik di penyidikan hingga saat ini, awal mulanya bagaimana? Apakah ada surat perintah, tolong disampaikan secara jelas singkat dan to the point?" tanya jaksa KPK Takdir Suhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baik, saya jelaskan awal dari perkara ini waktu itu saya sebagai anggota satgas dapat perintah atau informasi dari Kasatgas saya, sebelah saya tadi Rizka Anungnata. Bahwa satgas kita tergabung dalam OTT tertutup terkait dengan Sprindik maupun surat tugas yang tersebut di BAP," jawab Rossa.
Rossa mengatakan OTT dilakukan pada 8 Januari 2020 dengan dibagi menjadi dua tim. Pihak yang diamankan yakni kader PDIP Donny Tri Istiqomah dan eks narapidana kasus Harun, Saeful Bahri, Agustiani Tio Fridelina serta Wahyu Setiawan.
"Setelah tadi bagi dua tim, untuk Donny dan Saeful, selanjutnya apa lagi?" tanya jaksa.
"Tidak hanya itu, ada pihak juga yang diamankan yaitu Tio. Itu ada penyelidik lain," jawab Rossa.
"Agustiani Tio?" tanya jaksa.
"Agustiani Tio, Bu Tio. Kemudian juga ada saudaranya Pak Wahyu, yang namanya Pak Wahyu juga yang posisinya di Purwokerto. Pada saat itu kami berhasil, beserta tim saya, berhasil mengamankan Donny dan Saeful, kemudian kami sampaikan terkait maksud dan kedatangan kami, kami jelaskan identitas, kami tunjukkan surat perintah tugas, kemudian kami membawa yang bersangkutan ke kantor untuk dimintai keterangan," jawab Rossa.
Rossa mengatakan penyidik memiliki keyakinan keterlibatan Hasto dalam kasus ini. Dia mengatakan Saeful menerangkan uang suap kasus Harun berasal dari Hasto dan ditemukan barang bukti elektronik (BBE) berkait Hasto.
Atas dasar itu, Rossa mengatakan pihaknya lalu bergerak untuk menangkap Harun Masiku dan Hasto. Rossa mengatakan saat melakukan rangkaian OTT, penyidik harus follow the money.
"Kemudian ini memang kembali lagi di BAP saksi pun pada tadi, untuk mengamankan pihak-pihak apakah ada salah satu lokasi memang tim mengalami hambatan?" tanya jaksa.
"Betul, jadi kronologisnya setelah kita amankan, jadi kalau kita OTT itu kita harus follow the money, cari sumber uang dulu untuk kita amankan supaya fix perkara konstruksinya. Setelah kita dapatkan alat buktinya berupa barang bukti elektronik atau HP yang di dalam HP itu juga terdapat percakapan, dan kemudian juga ada keterangan pihak yg diamankan itu, maka secara simultan tim bergerak mencari dan mengamankan Harun Masiku dan saudara terdakwa," jawab Rossa.
"Pada saat itu?" tanya jaksa.
"Pada saat itu dengan alat bukti bahwa ada keterangan dan juga ada percakapan WhatsApp dan petunjuk BBE bahwa uang itu berasal dari terdakwa," jawab Rossa.
Jaksa mendalami kendala yang dialami Rossa saat mengejar keberadaan Harun dan Hasto. Rossa mengatakan Harun dan Hasto diketahui berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) berdasarkan data cek pos.
"Setelah tadi menemukan bahan-bahan itu, ada hambatan, hambatan itu ada di mana pada saat itu saksi?" tanya jaksa.
"Pada saat kita melakukan pencarian kami memanfaatkan teknologi informasi berupa cek pos, itu adalah handphone yang melekat pada masing-masing orang yang kita duga, dan itu juga valid selama ini juga seperti itu. Kemudian kita tarik data-data elektronik tersebut," kata Rossa.
Rossa mengaku saat itu melakukan pengejaran kepada Hasto. Titik awal pengejaran itu di seputar DPP PDIP kemudian bergerak menuju ke arah Blok M.
Rossa mengaku sempat tertahan saat hendak menangkap Hasto dan Harun di kawasan Kebayoran Baru, Jaksel. Dari sini, Rossa mengaku mulai mengalami beberapa kendala.
"Setelah sampai di sana ada kendala apa lagi yang ditemui oleh tim sehingga bisa dibilang untuk aksi lanjutan bagaimana untuk dinaikkan ke Dik itu sedikit tertahan bisa tolong disampaikan saksi?" tanya jaksa.
"Kami lanjutkan, sesampainya kami mengetahui sesuai dengan apos (cek pos), dan pada saat kami lakukan pengejaran di lapangan, kami tertahan di depan kompleks PTIK. Jadi dalam posisi saya pernah sekolah di situ selama dua tahun, jadi tidak mungkin juga saya mencari masalah di situ. Yang menjadi menarik adalah, ketika kami sampai di situ ternyata kami ketemu sama tim yang melakukan pengejaran terhadap Harun Masiku. Posisinya ada di depan gerbang juga, jadi kami saling melihat, lho kok ini ada timnya Harun," tutur Rossa.
"Nah proses pelaksanaan tugas itu kita dikendalikan oleh posko, di posko kita masing-masing dimasukkan dalam grup telegram ataupun aplikasi WhatsApp untuk mempermudah terkait pelaksanaan tugas," imbuh Rossa.
Dia mengatakan tim menunggu Harun dan Hasto keluar dari PTIK. Rossa mengatakan pihaknya mengejar Hasto juga untuk mendalami dugaan perintah menenggelamkan ponsel yang berasal dari bukti sadapan.
"Kemudian pada saat itu kami melakukan pengejaran itu karena ada petunjuk atau komunikasi sadapan bahwa ada perintah dari 'Bapak' untuk menenggelamkan handphone ke dalam air yang dilakukan oleh saudara Nurhasan kepada Harun Masiku. Pada saat itu kami juga diinformasikan melalui posko. Kemudian kami melakukan pengejaran itu dari tim Harun Masiku kita ketemu di depan PTIK, kami menunggu sebenarnya posisinya. Untuk menunggu terdakwa dan Harun Maisku keluar dari PTIK," ujar Rossa.
Rossa mengatakan saat timnya hendak melakukan salat isya, namun didatangi sejumlah orang. Dia mengatakan sejumlah orang itu menginterogasinya sehingga timnya gagal menangkap Harun dan Hasto.
"Kemudian kami berinisiatif untuk melaksanakan ibadah salat isya, karena pada saat itu sudah masuk salat isya, di masjid, kebetulan ada kompleks masjid di PTIK itu dan kami masuk pun ijin, atas seizin penjaga yg di depan gerbang," kata Rossa.
"Nah pada saat melaksanakan salat isya itu kami didatangi oleh beberapa orang, diinterogasi, dan kami diamankan dalam posisi kami dibawa ke dalam suatu ruangan. rombongan kami ada 5 orang, sehingga itu menyebabkan kami kehilangan jejak Harun Masiku dan terdakwa pada saat itu," imbuhnya.
KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.
"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku," kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.
"Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022," kata jaksa, Jumat (14/3).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini