Jakarta -
Selama 12 tahun terakhir, Aiptu Imam Ghozali mengabdikan dirinya sebagai guru ngaji bagi anak-anak di Keerom, Papua. Dengan penuh ketulusan, dia membagi waktu antara tugasnya sebagai polisi dan perannya dalam membimbing anak-anak mengenal Al-Qur'an.
Muhammad Nasir, salah seorang anggota Bamuskam (Badan Musyawarah Kampung), menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan Aiptu Imam. Menurut Nasir, Aiptu Imam merupakan sosok yang baik.
Dia juga memuji metode pengajaran Aiptu Imam yang dinilai menarik bagi anak-anak. Kemampuan Aiptu Imam itu membuat semakin banyak anak-anak ikut bergabung belajar membaca Al-Quran di Musholla Fathun Nadja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cara pengajarannya di musola itu bagus, anak-anak juga banyak yang ngaji di sana," kata Nasir saat dihubungi.
Nasir pernah ikut mengajar di tempat Aiptu Imam itu selama hampir dua tahun. Para pengajar di sana mendapatkan insentif yang berasal dari sumbangan anak-anak sebanyak Rp 15 ribu per bulan.
"Kalau waktu saya di sana dulu itu ada per siswa Rp 15 ribu tiap bulan untuk orang yang membantu, insentif untuk orang yang ngajar di situ," kata Nasir.
Aiptu Imam sebelumnya telah diberitakan dalam program Hoegeng Corner 2024. Kini Aiptu Imam diusulkan kembali sebagai kandidat dalam program Hoegeng Awards 2025.
Cerita Aiptu Imam
Aiptu Imam menuturkan dirinya bersama istri meluangkan waktu setelah jam dinas untuk mengajar anak-anak membaca Al-Quran di Musholla Fathun Nadja. Hal itu telah dilakukan Aiptu Imam sejak 12 tahun lalu.
"Jadi mulai dari tahun 2012 sampai sekarang saya mengajar mengaji, saya dan istri saya. Dan setiap tugas, tugas seperti biasa, cuman sebelum Magrib pulang, mengajar mengaji sampai jam 8 malam," kata Aiptu Imam saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu.
Aiptu Imam Ghozali di Keerom Papua Foto: Dok Ist
Pengabdian Aiptu Imam Ghozali berawal dari keprihatinannya terhadap kondisi anak-anak di Kampung Wiantri yang saat itu banyak belum belajar mengaji. Bersama sang istri, ia memulai langkah kecil untuk membimbing mereka membaca Al-Quran. Kini, usaha tersebut membuahkan hasil dengan jumlah santri yang telah mencapai 70 orang.
"Jadi antusias warga sangat mendukung sekali, sangat senang karena merasa anak-anaknya dibantu mengaji, mereka memberi sambutan baik sekali dari warga," kata Aiptu Imam yang saat ini bertugas sebagai Ps Kanit Binmas Polsek Skanto, Polres Keerom.
Selain belajar tajwid, anak-anak juga belajar tentang ilmu fikih, adab dan sopan santun. Sementara itu, anak-anak yang sudah selesai belajar mengaji di Fathun Nadja, biasanya mereka melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren di Pulau Jawa.
"Jadi mengajarnya di samping tajwid, ada ilmu fikih, terus mengajarkan juga tentang adab, supaya anak-anak kalau kembali ke rumah mereka lebih baik," imbuh Aiptu Imam.
Aiptu Imam belajar tentang ilmu agama saat tinggal di Jember, Jawa Timur. Ketika dirinya kemudian ditugaskan berdinas di Papua, ilmu agama yang telah dipelajarinya itu dia ajarkan kepada anak-anak di sana.
"Di samping itu saya juga sebagai ketua DMI di kampung. Juga kalau ada waktu ikuti petunjuk jadi khatib naik," ujar Aiptu Imam.
Dia bersyukur ilmu agama yang diajarkan kepada masyarakat di Keerom, Papua, membawa dampak positif. Dia berharap kehadirannya di tengah-tengah warga dapat memberikan citra yang lebih baik bagi kepolisian.
"Jadi kepengin citra polisi lebih baik lagi dan warga juga mengetahui agama supaya terjalin kerukunan kebersamaan di antara umat beragama," kata Aiptu Imam.
(knv/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini