Merenungkan Kembali Efisiensi dalam Spirit Ramadan

6 hours ago 2

Jakarta -

Di tengah semarak Ramadan, ketika masyarakat disuguhkan dengan berbagai refleksi spiritual tentang keikhlasan, kesederhanaan, dan solidaritas sosial, pemerintah justru menggulirkan kebijakan efisiensi anggaran yang memantik diskusi luas. Ramadan, bulan yang mengajarkan keseimbangan antara konsumsi dan kedermawanan, seolah menjadi cerminan atas dilema kebijakan ini: apakah efisiensi yang dilakukan benar-benar bertujuan untuk mengoptimalkan pengeluaran negara, atau justru menjadi bentuk lain dari penghematan yang berpotensi mengorbankan sektor-sektor esensial?

Efisiensi anggaran merupakan langkah rasional dalam pengelolaan keuangan negara, terutama di tengah tekanan ekonomi global dan kebutuhan untuk menjaga stabilitas fiskal. Dalam teori ekonomi publik, efisiensi belanja negara bertujuan untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Teori ini sejalan dengan prinsip good governance yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran publik. Namun, dalam praktiknya, efisiensi anggaran sering diterjemahkan sebagai pemangkasan yang tidak selalu mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi secara menyeluruh.

Menawarkan perspektifMomentum Ramadan sejatinya menawarkan perspektif yang lebih filosofis dalam memandang efisiensi anggaran. Islam mengajarkan konsep wasathiyah atau keseimbangan, yang menekankan pentingnya moderasi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam ekonomi dan keuangan. Konsep ini menuntut pemerintah untuk tidak hanya berhemat dalam pengeluaran, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan efisiensi tetap memperhatikan aspek keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.

Jika efisiensi hanya berorientasi pada pemangkasan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap layanan publik, maka ia berisiko menjadi kebijakan yang lebih bersifat pragmatis ketimbang strategis. Dalam konteks ini, pertanyaan mendasar yang muncul: sektor mana yang menjadi sasaran efisiensi?

Jika efisiensi anggaran lebih banyak menyasar sektor pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial, maka kebijakan ini bertentangan dengan prinsip keadilan distributif yang menjadi pijakan dalam teori kesejahteraan sosial. Sebaliknya, jika efisiensi lebih diarahkan pada belanja birokrasi yang tidak produktif, seperti perjalanan dinas yang berlebihan atau proyek-proyek infrastruktur yang tidak memiliki urgensi tinggi, kebijakan ini bisa menjadi langkah positif dalam menata ulang prioritas anggaran negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, refleksi Ramadan juga mengingatkan kita pada pentingnya keberpihakan terhadap kaum yang lemah. Konsep maqashid syariah dalam hukum Islam menegaskan bahwa tujuan utama kebijakan publik adalah menjaga kemaslahatan masyarakat, termasuk dalam aspek ekonomi. Efisiensi anggaran seharusnya tidak mengorbankan hak-hak dasar rakyat atas pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang memadai, dan perlindungan sosial yang berkeadilan. Jika kebijakan ini justru memperlebar ketimpangan sosial dan mengurangi akses masyarakat terhadap layanan dasar, ia berlawanan dengan esensi keadilan yang diajarkan dalam Islam dan teori sosial modern.

Efek domino

Efisiensi yang seharusnya bertujuan memangkas pos anggaran yang tidak perlu dan mengalihkannya kepada program-program prioritas malah berpotensi menjadi pemangkasan yang membabi buta ke semua sektor. Akibatnya, banyak program baik yang dulu berjalan terancam terdampak, bahkan diberhentikan, seperti KIP-Kuliah, berbagai beasiswa, serta anggaran pendidikan dan kesehatan yang ikut terkena dampaknya.

Anggapan publik akan sepakat bahwa kebijakan efisiensi ini sejatinya dilakukan untuk memenuhi janji politik pemerintah dalam melaksanakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan semata-mata untuk penghematan atau kesejahteraan masyarakat.

Efisiensi anggaran ini juga mempunyai pengaruh yang cukup luas kepada publik, termasuk penurunan kualitas layanan publik, pemangkasan program prioritas di beberapa kementerian dan lembaga, serta pembatalan program baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah daerah. Efek domino dari kebijakan ini sangat besar, memicu kekhawatiran terhadap keberlangsungan berbagai program pembangunan yang telah berjalan. Jika efisiensi tidak dilakukan dengan strategi yang tepat, masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari berbagai layanan publik justru menjadi korban dari kebijakan ini.

Selain itu, kebijakan efisiensi anggaran juga perlu dikaji dalam perspektif ekonomi jangka panjang. Salah satu tantangan utama yang dihadapi pemerintah saat ini adalah bagaimana memastikan bahwa efisiensi tidak berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Pemangkasan anggaran secara besar-besaran tanpa strategi mitigasi yang jelas dapat mengurangi likuiditas di sektor riil, yang pada akhirnya berdampak pada perlambatan ekonomi.

Dalam konteks Ramadan, di mana konsumsi rumah tangga cenderung meningkat, kebijakan efisiensi yang terlalu ketat bisa memicu stagnasi ekonomi yang kontraproduktif. Di sisi lain, prinsip ijtihad ekonomi dalam Islam menuntut kebijakan yang fleksibel dan kontekstual. Efisiensi anggaran harus dikombinasikan dengan upaya peningkatan pendapatan negara melalui kebijakan pajak yang lebih progresif, optimalisasi penerimaan dari sektor non-pajak, serta pemanfaatan sumber daya yang lebih inovatif.

Efisiensi tidak boleh menjadi satu-satunya instrumen dalam menjaga stabilitas fiskal; ia harus diimbangi dengan strategi ekspansi ekonomi yang dapat menciptakan pertumbuhan yang inklusif.

Keseimbangan

Ramadan bukan sekadar momen spiritual, tetapi juga pengingat tentang pentingnya keadilan sosial dan keseimbangan dalam pengelolaan sumber daya. Pemerintah memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memastikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak hanya berorientasi pada stabilitas fiskal semata, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Jika kebijakan ini dilakukan dengan pendekatan yang lebih strategis dan berbasis pada prinsip keadilan serta keberlanjutan, maka efisiensi anggaran dapat menjadi instrumen yang tidak hanya memperkuat ekonomi negara, tetapi juga memperkokoh kohesi sosial di tengah masyarakat. Ramadan mengajarkan bahwa keseimbangan adalah kunci dalam menjalani kehidupan; maka demikian pula seharusnya dalam mengelola anggaran negara.

Muhammad Ali Murtadlo dosen Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial