Menperin Ungkap Baju Impor Mulai Banjiri RI Gegara Perang Tarif AS-China

4 hours ago 3

Jakarta -

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita berdialog dengan pelaku industri tekstil dan garmen saat kunjungan kerja ke pameran Inatex - Indo Intertex 2025 di Jakarta. Ia menerima berbagai keluhan, terutama terkait maraknya impor pakaian jadi yang menekan daya saing produk lokal.

Produk impor mayoritas berasal dari negara-negara yang ekspornya tertahan akibat perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China, sehingga dialihkan ke pasar negara berkembang seperti Indonesia. Praktik ini diperparah dengan adanya dugaan transhipment, yaitu pengalihan negara asal barang untuk menghindari bea masuk.

Menanggapi hal tersebut, Agus menegaskan bahwa praktik impor tidak sehat, termasuk transhipment, sehingga memerlukan pengawasan ketat dan penindakan tegas. Sebagai langkah konkret, Kemenperin mendorong pengetatan prosedur penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO), khususnya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, guna mencegah penyalahgunaan dokumen asal barang yang dapat merugikan industri dalam negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentunya saya berharap industri tekstil yang berperan penting terhadap perekonomian, khususnya terkait ekspor dan tenaga kerja, tetap dapat bertahan di tengah ketidakpastian global, bahkan kami harapkan dapat tumbuh positif," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (21/4/2025).

"Sehingga cadangan devisa kita dapat bertambah melalui ekspor, serta bonus demografi yang ada dapat tersalurkan ke sektor produktif, salah satunya tekstil dan pakaian," sambung Agus.

Agus menambahkan, Kemenperin terus berupaya membangkitkan kembali kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dan tidak akan membiarkan industri TPT menghadapi tantangan sendiri.

"Pemerintah tidak akan membiarkan sektor TPT yang tengah menghadapi berbagai tantangan berjalan sendiri. Kami bersama dunia usaha berkomitmen untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada di lapangan," ujarnya.

Menurutnya berbagai insentif dan kebijakan pro-industri telah disiapkan pemerintah, mulai dari fasilitasi pembiayaan, pelatihan SDM industri, hingga penguatan pengawasan impor dan kebijakan pengendalian produk asing.

"Pasar domestik Indonesia sangat besar, dengan populasi mendekati 300 juta jiwa dan kebutuhan sandang yang tinggi. Oleh karena itu, melindungi industri TPT lokal berarti melindungi jutaan pekerja di dalamnya. Pemerintah juga telah menyediakan program insentif bagi industri TPT karena industri TPT adalah industri padat karya," paparnya.

Industri TPT merupakan salah satu sektor andalan karena bersifat padat karya dan berorientasi ekspor. Sektor ini terus dikembangan dalam jangka panjang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional, Kebijakan Industri Nasional Tahun 2020-2024, dan roadmap Making Indonesia 4.0.

Industri TPT menunjukkan kinerja positif dan berperan sebagai kontributor kelima terbesar terhadap capaian nilai ekspor industri manufaktur nasional. Sepanjang tahun 2024, nilai ekspor TPT mencapai US$ 11,96 miliar, menyumbang 6,08 persen dari total ekspor industri manufaktur nasional.

Ekspor sektor ini tumbuh sebesar 2,67 persen, sementara impor turun 6,20 persen, menghasilkan kenaikan neraca perdagangan hingga 20,99 persen. Selain itu, sektor ini mencatatkan pertumbuhan PDB sebesar 4,26 persen (c to c) pada tahun 2024 dibandingkan sebelumnya.

"Hingga Agustus 2024, industri TPT telah menyerap 3,97 juta tenaga kerja, atau 19,9 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur," sebutnya.

Sementara itu penanaman modal dalam negeri (PMDN) tercatat sebesar Rp 24,44 triliun dan penanaman modal asing (PMA) sebesar US$ 2,59 miliar pada periode 2019 hingga triwulan III 2024, yang mencakup 18.493 proyek. Meskipun investasi mayoritas mengalir ke industri tekstil, sektor pakaian jadi terbukti menyerap lebih banyak tenaga kerja.

(ily/ara)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial