Jakarta -
Pemerintah India berusaha menstabilkan Manipur, kawasan yang sudah terjebak dalam kekerasan etnis selama hampir dua tahun. Namun ketegangan antaretnis terus berlangsung.
Pada bulan Mei 2023, ketegangan lama antara komunitas Meitei dan Kuki meletus menjadi aksi kekerasan. Hingga kini telah merenggut lebih dari 250 nyawa. Jumlah yang mengungsi lebih dari 50.000 orang. Mayoritas orang Meitei tinggal di Lembah Imphal, sementara orang-orang Kuki tinggal di daerah perbukitan di sekitarnya.
Kekerasan ini dimulai setelah komunitas Meitei meminta status suku resmi, yang bisa membawa keuntungan, seperti misalnya kuota pekerjaan dan hak atas tanah. Komunitas Kuki khawatir mereka akan semakin terpinggirkan jika Meitei mendapatkan status suku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah pusat India membagi negara bagian itu menjadi dua zona etnis yang terpisah, dengan zona penyangga yang dipatroli oleh pasukan keamanan pusat—suatu langkah yang dipertimbangkan, guna mengurangi kekerasan. Namun ternyata tidak mengakhiri konflik tersebut.
Kekacauan berlanjut di Manipur. Upaya pemerintah pusat untuk memastikan lalu lintas bebas di jalan raya diblokir setelah dewan Kuki mengatakan mereka menentang pergerakan barang dan orang yang tidak terbatas di daerah mereka.
"Kami akan terus menentang pergerakan orang yang tidak terbatas melintasi zona penyangga etnis, karena itu merusak keadilan, hingga tuntutan kami untuk pemerintahan terpisah dipenuhi," ujar seorang anggota senior dewan, kepada DW dengan syarat anonimitas.
Kedamaian di Manipur masih sulit diraih
Pada bulan Februari, pemerintah India memberlakukan "peraturan presiden" di negara bagian yang bergolak itu, ketentuan konstitusional yang mencabut kekuasaan pemerintahan negara bagian di saat krisis. Peraturan tersebut bukan untuk pertama kalinya.
Pemberlakuan pemerintahan langsung dilakukan setelah Kepala Menteri Biren Singh, dari etnis Meitei dan Partai Bharatiya Janata (BJP), mengundurkan diri setelah gagal menyelesaikan konflik, di tengah tuduhan dari kelompok Kuki bahwa Meitei telah menerima perlakuan istimewa.
Namun, janji perdamaian yang datang bersama kendali langsung pemerintah pusat atas Manipur masih sulit diraih. Meskipun sebagian besar kekerasan telah terkendali, ada konsensus di antara para pengamat bahwa perdamaian yang langgeng bergantung pada mediasi netral yang berkelanjutan yang melibatkan perwakilan dari komunitas Meitei dan Kuki, serta dari kelompok Naga, yang juga tinggal di wilayah perbukitan negara bagian tersebut.
"Masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan menerapkan keadilan dan imparsialitas dalam proses perdamaian, yang tampaknya sengaja diabaikan oleh pemerintah," papar aktivis sosial Janghaolun Haokip, kepada DW.
"Kecuali jika ada pembagian sumber daya yang adil atau pengaturan dari pemerintah pusat, masalah ini tidak akan hilang dan akan mempersulit rekonsiliasi. Masalahnya juga terletak pada pendekatan acuh tak acuh pemerintah terhadap hak dan keistimewaan kaum minoritas," imbuh Haokip.
Dalam sebuah laporan baru-baru ini, International Crisis Group, sebuah lembaga nirlaba independen, mengatakan bahwa menemukan jalan keluar yang berkelanjutan dari krisis ini akan memerlukan penanganan akar penyebab ketegangan etnis, dan bahwa New Delhi harus memulai negosiasi dengan membentuk komite perdamaian yang dapat diterima oleh kedua komunitas.
"Karena tidak dapat mengendalikan kerusuhan, pemerintah pusat telah membagi negara bagian secara informal, dengan pasukan keamanan berpatroli di zona penyangga yang memisahkan kedua kelompok," tulis laporan itu.
""Keterlambatan dalam mengatasi kebuntuan ini telah memungkinkan kelompok militan di negara bagian tersebut, yang sebelumnya menghadapi penurunan drastis, untuk bangkit lebih kuat. Jika tidak segera ditangani, konflik di Manipur bisa berlarut-larut, memperdalam perpecahan etnis di negara bagian tersebut dan menyebabkan efek gelombang yang berbahaya di negara bagian tetangga," tambahnya.
Menurut berbagai perkiraan yang dipublikasikan di media India, faksi militan di Imphal telah mengumpulkan berbagai macam senjata curian, termasuk lebih dari 6.000 senjata api dan peluru yang dijarah dari gudang senjata polisi sejak 2023. Hanya sebagian kecil yang telah dikembalikan.
Apa yang bikin konflik jadi berlarut-larut?
Editor Imphal Review of Arts and Politics, Pradip Phanjoubam, yang telah mencatat berbagai peristiwa sejak konflik pecah, meyakini bahwa berbagai pihak dengan kepentingan pribadi diuntungkan dari konflik yang terus berlanjut.
"Para pemimpin populis membangun daerah pemilihan mereka melalui politik sektarian dan memecah belah yang egois, dan sekarang tidak tahu bagaimana cara mengatasi perangkap konflik," ujar Phanjoubam kepada DW.
Ia menyarankan bahwa dengan melanjutkan konflik, pihak yang bertikai dapat mempertahankan pengaruh mereka untuk mengamankan keuntungan, terutama jika mereka yakin resolusi yang mendukung perdamaian dapat melemahkan klaim atau daya tawar mereka.
"Keuntungan ekonomi, kekuatan politik, dan kendali sumber daya dapat melanggengkan konflik. Dan inilah yang sedang terjadi," tandasnya.
Ilmuwan politik Bidhan Laishram setuju bahwa "tidak salah untuk mengatakan bahwa ada elemen atau kekuatan yang berkepentingan untuk menjaga agar konflik ini tetap panas."
"Dinamika dan persamaan yang berkembang pesat di Myanmar dan kepentingan geostrategis berbagai negara memperburuk krisis etnis di Manipur," paparnya kepada DW.
Dampak konflik Myanmar
Konflik di Myanmar yang terletak di seberang perbatasan Manipur, telah memperumit situasi lebih jauh dengan mendorong imigrasi ilegal, serta penyelundupan narkoba dan senjata ke wilayah tersebut.
Ketidakstabilan politik Manipur selalu dikaitkan dengan Myanmar karena ikatan kekerabatan yang membentang di perbatasan yang keropos, tetapi dampaknya sangat terlihat selama setahun terakhir.
"Krisis yang berkepanjangan di Manipur merupakan hasil dari perhitungan geopolitik, kelambanan negara, dan perluasan jaringan pemberontak yang tidak terkendali. Tanpa perubahan dalam kebijakan dan mekanisme penegakan hukum, situasi kemungkinan akan semakin memburuk," ungkap juru bicara Komite Koordinasi Integritas Manipur (COCOMI), Khuraijam Athouba, kepada DW.
COCOMI adalah kolektif aktivis kelompok Meitei. "Meskipun ada banyak bukti infiltrasi lintas batas dan keterlibatan kartel narkoba, pemerintah India gagal mengambil tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok ini. Kurangnya strategi kontrapemberontakan yang jelas dan pertimbangan politik telah memungkinkan krisis terus berlanjut," tambah Athouba.
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu