Heboh Surat Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa, Bagaimana Aturannya?

10 hours ago 3

Jakarta -

Surat bertuliskan Kunjungan Istri Menteri UMKM Republik Indonesia beredar dan menjadi viral di media sosial. Surat dengan kop Kementerian UMKM itu ditujukan untuk enam Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan satu Konsulat Jenderal Indonesia di Eropa.

Dalam dokumen yang dilihat detikcom, dijelaskan bahwa istri Menteri UMKM Maman Abdurahman, Agustina Hastarini akan mengikuti kegiatan di sejumlah kota yakni Istanbul, Pomorie, Sofia, Amsterdam, Brussels, Paris, Lucerne, dan Milan. Kunjungan berlangsung pada tanggal 30 Juni sampai 14 Juli 2025.

Kegiatan itu berkaitan dengan 'Misi Budaya, meskipun tidak dijelaskan secara rinci mengenai hal tersebut. Atas kunjungan istri Menteri UMKM itu, sejumlah kedutaan besar diminta melakukan pendampingan selama pelaksanaan acara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berkenaan dengan hal tersebut, kami mohon dukungan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sofia, Brussel, Paris, Bern, Roma dan Den Haag serta Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Istanbul selama pelaksanaan agenda dimaksud berupa pendampingan Istri Menteri beserta rombongan selama kegiatan ini berlangsung," seperti tertulis dalam surat tersebut, dikutip Jumat (4/7/2025).

Lantas, bagaimana aturan hukumnya?

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Media Wahyudi Askar mengatakan, surat perjalanan dinas yang diterbitkan suatu institusi hanya boleh diberikan kepada pejabat negara atau ASN. Selain itu yang bersangkutan juga harus mempunyai peran dan tanggung jawab jelas dalam kegiatan tersebut.

"Surat perjalanan dinas itu kalau diterbitkan oleh Menteri itu dokumen negara. Dan itu hanya boleh diberikan kepada pejabat negara atau ASN aktif. Dua, itu memang punya peran dan tanggung jawab dalam kegiatan tersebut. Nah istrinya ini apa perannya?" katanya saat dihubungi detikcom, Jumat (4/7/2025).

"Bisa jadi nggak ada peran dan tanggung jawabnya di kegiatan itu. Dan jadi tidak berhak juga mendapat surat dinas dari suaminya sendiri. Jadi sudah pasti tidak sah secara etis dan rawan cacat hukum," tambah dia.

Sesuai aturan hukum yang berlaku, kata dia, pejabat dan pasangannya hanya boleh mendapat fasilitas jika memang merupakan bagian dari penugasan resmi. Dalam surat tersebut tidak disebutkan bahwa Maman ikut pada rangkaian kegiatan.

"Karena kalau kita lihat dasar hukumnya, misalkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, PMK Nomor 60 kalau nggak salah yang kaitannya dengan standar biaya masukan, itu jelas bahwa perjalanan, termasuk juga dukungan finansial, standar biaya masukan, itu hanya ditujukan kepada pegawai negeri atau pejabat yang dapat penugasan resmi. Jadi tidak ditujukan untuk pasangan dan keluarga," bebernya.

Oleh karena itu Askar menilai sudah terjadi penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara. Kasus ini juga bisa diusut oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) karena alasan tersebut.

"Dan ini kalau dari lembaga internal pemerintah itu bisa diusut oleh salah satunya BPKP. Karena ini sudah berkaitan dengan Menteri menggunakan kekuasaan untuk memberi keuntungan pribadi dan keluarga yang bertentangan dengan prinsip etika jabatan," tambah dia.

Sementara itu, pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Negeri dijelaskan juga soal peraturan perjalanan dinas luar negeri.

Pada pasal 5 ayat 3 poin a, dijelaskan bahwa perjalanan dinas jabatan dilakukan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatannya. Selain itu bisa juga dilakukan untuk mengikuti tugas belajar di luar negeri dalam menempuh pendidikan formal setingkat S1 sampai post doctoral.

"Melaksanakan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan," tulis pasal 5 ayat 3.

Dijelaskan juga suatu kementerian boleh mengikutsertakan pelaksana SPD atau surat perjalanan dinas dari berbagai pihak. Misalnya, kementerian/lembaga lain dan atau luar kementerian/lembaga lain.

Pada pasal 7 ayat 7, disebutkan jika istri atau suami boleh mendampingi pelaksana SPD. Namun, ditegaskan pasal tersebut bahwa hal itu hanya pada suatu kegiatan mensyaratkan untuk mengikutsertakan istri/suami.

"Dalam hal pelaksanaan SPD dalam lingkup Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) mengikuti kegiatan/menghadiri acara yang mensyaratkan mengikutsertakan istri/suami, dapat didampingi oleh istri/suami sebagai pihak lain," tulis ayat tersebut.

Pihak lain adalah orang selain pejabat negara, PNS, PPPK, anggota TNI, anggota Kepolisian, dan pejabat lainnya yang melakukan perjalanan dinas, termasuk keluarga yang sah dan pengikut.

Secara keseluruhan, Peraturan Menteri ini mengatur mengenai pelaksanaan dan pertanggungjawaban Perjalanan Dinas bagi Pejabat Negara, PNS, PPPK, anggota TNI, anggota POLRI, Pejabat Lainnya, dan Pihak Lain yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Saksikan Live DetikSore:

(ily/fdl)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial