Jakarta -
Perdana Menteri (PM) Thailand Paetongtarn Shinawatra meminta maaf pada hari Kamis (19/6) terkait bocornya percakapan telepon antara dirinya dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen, yang telah memicu kemarahan publik. Insiden ini menempatkan pemerintahannya di ambang kehancuran.
Mitra koalisi utamanya telah mengundurkan diri, dan seruan meningkat agar dia mengundurkan diri atau mengumumkan pemilihan umum.
Partai konservatif Bhumjaithai menarik diri dari koalisi pada hari Rabu (18/6), dengan mengatakan perilaku Paetongtarn dalam panggilan telepon yang bocor itu telah melukai martabat negara dan militer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat tekanan meningkat pada hari Kamis, Paetongtarn, putri mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, meminta maaf saat konferensi pers bersama para panglima militer dan tokoh senior dari partainya, Pheu Thai.
"Saya ingin meminta maaf atas rekaman percakapan saya dengan seorang pemimpin Kamboja yang bocor dan telah menimbulkan kemarahan publik," kata Paetongtarn kepada wartawan, dilansir kantor berita AFP, Kamis (19/6/2025).
Dalam percakapan telepon tersebut, Paetongtarn terdengar membahas dengan Hun Sen tentang sengketa perbatasan dengan Kamboja yang sedang berlangsung. Hun Sen mengundurkan diri sebagai perdana menteri Kamboja pada tahun 2023 setelah berkuasa selama empat dekade, tetapi masih memiliki pengaruh yang cukup besar.
Paetongtarn menyapa pemimpin veteran itu sebagai "paman" dan menyebut komandan tentara Thailand di timur laut negara itu sebagai lawannya, sebuah pernyataan yang memicu kritik keras di media sosial.
"Saya harus meminta maaf atas apa yang terjadi karena saya benar-benar tidak tahu bahwa percakapan itu direkam," kata Paetongtarn dalam konferensi pers setelah pertemuan mendesak dengan para pemimpin militer, dikutip media Thailand, The Nation, Kamis (19/6/2025).
Dia menambahkan bahwa pemerintahnya tetap bersatu dengan angkatan bersenjata untuk mempertahankan integritas teritorial Thailand dari segala gangguan oleh Kamboja.
Kehilangan 69 anggota parlemen Bhumjaithai membuat Paetongtarn kini hanya memiliki sedikit suara untuk memperoleh mayoritas di parlemen. Pemilihan umum dadakan tampaknya menjadi kemungkinan yang jelas -- hanya berselang dua tahun setelah pemilihan umum terakhir pada Mei 2023.
Dua partai koalisi lainnya, Partai Bangsa Thailand Bersatu dan Partai Demokrat, akan mengadakan pertemuan untuk membahas situasi tersebut pada Kamis malam waktu setempat.
Paetongtarn berharap permintaan maafnya dan menunjukkan persatuan dengan militer cukup untuk meyakinkan mereka agar tetap bertahan.
Kehilangan salah satu dari mereka kemungkinan akan berarti berakhirnya pemerintahan Paetongtarn, yang berarti akan adanya pemilihan umum atau upaya oleh partai-partai lain untuk menyatukan koalisi baru.
Pada Kamis (19/6), ratusan pengunjuk rasa antipemerintah, beberapa di antaranya adalah veteran gerakan anti-Thaksin "Yellow Shirts" yang marak pada akhir tahun 2000-an, berdemonstrasi di luar Government House untuk menuntut Paetongtarn mundur.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini