Sleman, CNN Indonesia --
Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menyebut pemerintah menargetkan swasembada gula kristal putih (GKP) atau gula konsumsi tercapai tahun depan.
Gibran mengatakan target ini merupakan bagian dari instruksi Presiden RI Prabowo Subianto, yang telah disampaikan kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.
"Dari Pak Presiden sudah memberikan instruksi langsung ke Pak Menteri, tahun depan harus swasembada gula konsumsi," kata Gibran saat meninjau lahan ketahanan pangan Lanud Adisutjipto, Berbah, Sleman, DIY, Selasa (8/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara pada 2027 atau selambat-lambatnya 2028, kata Gibran, pemerintah menargetkan swasembada gula nasional bisa terlaksana.
Menurutnya, pemenuhan target-target pemerintah itu memerlukan kontribusi, salah satunya mekanisasi di bidang pertanian.
Putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu pun sempat meninjau demonstrasi pemanfaatan teknologi kembangan PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk bercocok tanam berupa Drone Precicane dan Drone Agriculture.
"Ini menjadi PR bersama, untuk peningkatan produksi tentu kita tidak bisa lepas dari mekanisasi, alat-alat modern. Ini ada demo penggunaan drone saya kira baik sekali. Jika kita ada di lapangan, saya dan pak menteri (Amran) itu pasti yang diminta petani itu alat-alat. Kemarin waktu di Ngawi banyak yang request combine harvester. Sedikit mahal tapi harus kita sediakan agar produksi terus meningkat," paparnya.
Dalam kunjungannya kali ini, Gibran menyempatkan diri untuk menjajal panen tebu bersama Amran Sulaiman dan Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto serta Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto. Mereka juga berbincang dengan para petani soal beragam permasalahan pertanian.
Demi mewujudkan target swasembada pangan, termasuk gula, Gibran menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen menuntaskan masalah air, pupuk, bibit, harga jual, kemitraan hingga mafia pertanian.
Sementara itu Amran menyebut kementeriannya meyakini negara mampu mencapai swasemba GKP tahun depan. "Tapi, dengan gula industri mungkin tiga (sampai) empat tahun," sambungnya.
Kadar rendemen tebu adalah kunci peningkatan produktivitas untuk mencapai swasembada gula. Oleh karenanya, Kementerian Pertanian (Kementan) pun berencana membongkar ulang tanaman tebu milik petani seluruh Indonesia dengan total luasan lahan 500 ribu hektare.
Menurut Amran, masih banyak petani yang menanam tebu dengan varietas bermacam-macam dalam satu lahan sehingga memengaruhi kadar rendemen.
"Kita target tiga tahun bongkar ulang seluruh Indonesia," tegas Amran.
Mekanisasi pertanian: Drone AI
Handono Rahmadi, peneliti dari PT Pupuk Indonesia menyebut dua jenis teknologi drone kembangan timnya masing-masing mampu memetakan kebutuhan pupuk di suatu lahan; dan melakukan pemupukan secara efektif.
Drone Precicane bekerja dengan mengidentifikasi kondisi tanah menggunakan pemindai unsur hara. Merah berarti bagus; hijau kurang pupuk atau stress; dan biru sangat kekurangan.
"Hasil pemetaan tersebut kami olah dengan teknologi AI. AI akan membuat model prediksi hara. Jadi akan kelihatan hara di ruas tanah ini berapa sih. Dari situ akan dikonversi menjadi dosis pupuk," jelasnya.
"Begitu dapat dosis pupuk dan distribusi hara maka kita gunakan untuk masukan di drone pupuknya. Jadi drone pemupukan akan bergerak sesuai dengan dosis yang diinput kemudian alurnya mengikuti yang sudah dipetakan dengan drone. Termasuk rate pemupukan akan mengikuti," sambungnya.
Pemanfaatan drone untuk pemupukan ini tentunya, menurut Handono, mampu menghemat biaya produksi bagi petani dengan hasil penyebaran pupuk yang lebih presisi. Kedua jenis pesawat nirawak ini bisa digunakan untuk pertanian tebu.
Berdasarkan hasil uji coba di Malang, Jawa Timur dan Subang, Jawa Barat, penggunaan teknologi ini bisa meningkatkan produktivitas pertanian sampai 10,39 persen. Serta membuat pemakaian pupuk lebih efisien atau hemat 15 persen.
"Peningkatan produksi karena kami memberikan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman. Jadi yang kurang, justru akan kita maksimalkan. Selama ini petani tidak melihat mana yang kurang. Hanya kelihatan rata saja," pungkasnya.
(kum/pta)